Aku tertegun. Apa artinya ini?
Aku tidak akan menemukan jawaban dari kerisuanku? Jadi..., aku akan terus bertanya-tanya dalam hati? Ini tidak efektif! Ku taruh buku itu dengan kesal. Tapi ini kan hanya ramalan yang belum tentu kebenarannya. Apalagi hal ini tak memberi jawaban apapun.
Akhirnya aku mengulangi metode ini sekali lagi, siapa tahu hasilnya berbeda. Dan apa yang aku dapatkan?
Hasilnya sama. Ampas kopinya membentuk endapan yang menyebar. Aku ingat, dulu sebelum aku tahu ada metode seperti ini untuk meramal kerisauan hati. Aku pernah mengamati endapan kopi sisa mbah kung minum. Mbah suka kopi hitam pahit, apalagi jika bubuk kopinya di tumbuk sendiri oleh mbah Ti. Waktu itu endapan kopinya seperti membentuk sebuah huruf di tengahnya. Karena keunikan itu, esoknya aku melakukan hal yang sama saat di suruh mencuci gelas, kuperhatikan ampas kopi sisa mbah Kung minum. Endapannya membentuk endapan yang berkumpul di suatu titik. Setelah ku ingat, beberapa kali kuperhatikan, endapan ampas kopi itu selalu berbeda bentuknya. Dan kali ini, ketika aku mencobanya hingga empat kali, hasilnya masih sama seperti yang pertama ku praktekan. Hal ini membuatku kian gelisah.
Aku tak akan mendapatkan jawaban!
* * *
Aku masih duduk menatap cermin, menatap bayanganku sendiri. Hari ini tiba juga, aku dan mas Yuda akan bertunangan. Acara di langsungkan di rumahku. Yang sudah penuh dengan para tetamu, tapi aku belum melihat tanda-tanda kedatangan keluarga mas Yuda.
Bunda menghampiriku dengan cemas, "Lia, coba kau hubungi Yuda. Kenapa mereka belum datang juga, tidak enak dengan tamu. Kita sudah menunggu berjam-jam!" pintanya.
Akupun menghubungi nomor mas Yuda. Tidak aktif. Ku ulangi. Masih sama. Lalu ku coba menghubungi kak Tia, kakak mas Yuda. Juga mailbox. Lalu Ayah mencoba mengubungi ayah orangtua mas Yuda. Juga tak di angkat. Kami mulai resah, tapi kami masih menunggu. Siapa tahu saja mereka berhalangan di jalan. Tapi sampai semua tamu bubar, tak ada kabar apapun dari keluarga mas Yuda.
Aku tidak tahu apa yang terjadi, kemana mas Yuda?
Aku ingin marah, tapi cintaku yang terlalu besar terhadap mas Yuda membuatku tak bisa marah padanya. Selama seminggu ku hubungi dia, tapi tak juga di tanggapi ataupun ada kabar. Akhirnya ayah dan Bunda memutuskan untuk mendatangi kediaman mas Yuda untuk mempertanyakan apakah yang sebenarnya terjadi. Sementara diriku hanya bisa berdiam mengurung diri di dalam rumah. Aku tak berani keluar rumah karena acara pertunanganku yang berantakan pasti menjadi pergunjingan para tetangga.