Damn!
Ia merutuki Ivana dalam hati. Wanita itu kini membuatnya merasa kehilangan seseorang lagi selain Liana, tapi ia juga berterima kasih karena telah membuatnya merasa menjadi seorang ayah. Hal yang juga menjadi salah satu ketakutanya. Mengingat Liana...,
Dadanya kembali menyesak, senyuman wanita itu juga masih bisa ia rasakan di dalam kamar ini. Sebutir buliran bening menetes kembali, ia merasa menjadi cengeng setelah bertemu Liana. Benarkah cinta itu mampu membuat hati seseorang yang seperti karang menjadi lunak?
* * *
Rizal mulai menyiapkan barang-barang untuk membuat sarapan pagi yang cocok, saat mencari pisau di dalam rak, matanya menemukan sesuatu di tong sampah yang masih bersih itu. Ia menatapinya lama sebelum memungutnya, sweter yang Liana buat untuk Nicky!
Kenapa Liana membuangnya? Â
Benarkah wanita itu ingin mengubur Nicky dari hidupnya?
Tapi jika itu membuat keadaan menjadi lebih baik, mungkin memang itu yang harus di lakukan.
Nicky masih mengingat semua yang di ucapkan Liana kemarin selama perjalanan, tentu ia tak akan melupakan hal itu. Terutama mata sembabnya yang selalu berpura-pura tegar. Tapi sesungguhnya, ia tak tahu bagaimana harus memulai saat bertemu wanita itu, apakah ia akan sanggup menatap matanya?
Tapi bagaimanapun ia tetap harus menemuinya, jika Liana tak mau menyisakan maaf lagi untuknya, ia akan menerima. Tapi ia tidak akan membiarkan wanita itu pergi lagi dari hidupnya, karena kepergian Liana telah membunuh sebagian jiwanya. Membuat kekosongannya kian nyata, ia kembali merasa menjadi batu karang ketika wanita itu pergi.
"Kau harus makan meski hanya sedikit!" bujuk Rizal, sendok masih di tangannya, melayang di udara. Karena Liana tak bereaksi iapun menaruhnya kembali ke dalam mangkok di atas meja.