Sebelumnya, The Wedding #Part 22
"Kau mau pulang?"
Daren hampir kesedak mendengar Nicky mengucapkan hal itu, seolah itu hal baru yang tak pernah Nicky lakukan. Ya...memamg Nicky jarang pulang di jam kerja masih menumpuk kecuali ada hal yang begitu penting.
"Mendadak aku ingin pulang cepat,itu saja!"
"Tapi Nicky, setelah ini kita kan ada meeting penting dengan distributor baru kita!" tukas Daren, "maksudmu Anthony Robert!" sahut Nicky, "kau bisa mewakilkan aku kan, Mela dan Eva akan membantumu. Kapan lagi di apit dua wanita cantik sekaligus, yang satu sudah jadi tunanganmu, satu lagi.....," Nicky melirik Mela dan Eva bergantian dengan seringai nakal, "bisa jadi simpananmu!"
Mela melotot seketika lalu menendang kaki Nicky, "auw!" seru Nicky merasakan ada ujung sepatu yang menyengat kakinya, ia sedikit merunduk untuk mengelus betisnya, suara tawa ringan keluar dari mulutnya di susul oleh tawa Daren, Hendra, dan Andro. Sementara Eva hanya tersipu malu, karena memang sebenarnya ia mulai jatuh hati pada bosnya,( Daren ).
"Itu tidak sopan Mey," celetus Nicky dengan sedikit meringis menahan rasa di betisnya, "kau sudah berani menendang bosmu sendiri!"
"Lama-lama kau yang bisa ku pecat sebagai bosku!" galaknya, "menyebalkan!" tambahnya lalu melirik Daren, "kau juga, mau punya simpanan? Mau ku pecat sebagai calon suamiku?"
"Jangan terlalu galak Mey, nanti cepat tua. Daren bisa benar-benar cari simpanan!" timpal Hendra menahan tawa, Mela melotot padanya, "kau mau ikut-ikutan, mau isi gelas ini melayang ke mukamu!"
Daren meletakan tangannya di atas tangan Mela yang baru saja di letakan di atas pangkuannya sendiri, lalu meremasnya lembut. Mela sempat tercekat, tapi saat menoleh ke arah wajahnya ia tahu Daren tak mungkin selingkuh darinya. Mengingat bagaimana selama ini pria itu berusaha merebut hatinya dari Nicky.
"Eh, ngomong-ngomong Adit kemana?" seru Hendra seraya melirik arloginya, "kemana lagi, dia kan baru punya pacar baru!" tukas Andro, Adit memang suka gonta-ganti pacar.
"Membicarakan Anthony...., entah kenapa aku tidak terlalu suka padanya!" kata Daren tiba-tiba, "Dia cukup baik!" sahut Nicky.
"Aku tidak tahu Nicky tapi...., aku hanya merasa.....ya seperti itu!"
"Semoga saja dia tidak menipu kita, lagipula.....aku percaya pada Ferhan. Dia tidak mungkin menusukku dari belakang!"
"Indi Group adalah mantan rival kita!"
"Mantan Rival masih lebih baik dari mantan teman, atau rekan!"
Sebuah nada ringtone menggema, Nicky merasakan sakunya bergetar. Iapun memungut hpnya, nama Jaya muncul di layarnya, ia tak menunggu lama untuk menerima panggilan itu, "iya Jay!"
......
"Ok, lagipula....aku berencana pulang setelah ini. Tapi....jangan beritahu Liana dulu!"
......
"Terima kasih Jay!"
Ia menutup hpnya,
"Ada apa?" tanya Daren, Nicky meriliknya tanpa jawaban dan sepertinya Daren bisa sedikit menerka, "soal Rafi?" Nicky mengangguk, ia menilik arloginya.
"Sepertinya aku harus jalan sekarang, oya....nanti ambil saja laptopku di meja. Kau tahu password kan Mey!"
"Yep, kecuali jika kau sudah menggantinya!"
Nicky berdiri, "satu lagi, jangan kecewakan aku di meeting ini. Atau kalian yang harus membayar kerugiannya!" guraunya, "jangan khawatir, aku juga belum mau jatuh miskin!" sahut Daren. Nicky tertawa ringan sambil berlalu.
"Menurutmu kenapa Nicky pulang lebih awal, ini bukan hanya soal Rafi kan?" tanya Hendra, "jika kalian mendengar apa yang terjadi pada Liana semalam kurasa kalian paham kenapa Nicky pulang lebih awal hari ini!" sahut Mela. Semuanya jadi saling menatap karena mereka memang tahu dari berita tv dini hari tadi.
* * *
Saat Nicky pulang Liana sedang tertidur, ia membaca buku sampai ketiduran. Bahkan buku yang ia baca masih terbuka dan menelungkup di dadanya.
Nicky langsung masuk ke dalam kamar dan menemukan Ivana sedang memeluk Nino disana, langkahnya terhenti seketika. Ia berharap yang ia temukan sedang terlelap adalah istrinya, jadi ia bisa memberikan kejutan kedatangannya. Mungkin dengan sebuah ciuman hangat, atau sekedar kecupan ringan. Ia mendengus kesal lalu meninggalkan kamar itu tanpa menyentuh pintunya, artinya pintunya di biarkan saja terbuka.
Ia mulai celingukan di ruangan besar itu, kamar lain yang Liana singgahi selain kamar mereka atau bekas kamarnya sendiri dulu pastilah kamar kakeknya. Maka iapun melangkah ke sana, membuka pintu perlahan dan melongokan kepalanya ke dalam. Terlihat Liana memejamkan mata dengan hembusan lembut di dadanya, sebuah buku naik-turun di atas tubuhnya. Iapun memasukan sisa tubuhnya ke dalam lalu menutup pintu perlahan, berjalan perlahan pula ke arah ranjang.
Perlahan ia memungut buku yang berada di atas tubuh istrinya, meletakannya di atas nakas. Lalu ia duduk di sisi ranjang menatap wajah lelap Liana. Ia mengangkat tangannya untuk menyingkirkan beberapa helai rambut yang menghiasi wajahnya, begitu ujung jemarinya bersentuhan dengan kulit wajah istrinya ternyata itu membuat Liana bergerak. Ia segera saja menyingkirkan jarinya dari sana, Liana memutar kepalanya seraya membuka mata perlahan. Nampak samar olehnya sebuah bayangan di depannya. Setelah memperjelas pandangannya ia sadar kalau wajah suaminya itu nyata ada di depannya. Ia segera bangkit duduk,
"Nicky, kau sudah pulang. E....ouh...aku ketiduran lama sekali ya!" katanya panik, "ini masih jam 2 kok!" sahut Nicky, Liana sedikit mengernyit menatap suaminya,
"Jam 2, tapi...kenapa kau ada di rumah?"
"Ehm...., karena ada sesuatu yang ingin ku bicarakan dengan Jaya mengenai insiden kemarin!" padahal hal seperti itu bisa di bicarakan nanti malam, ia pulang awal karena cukup mengkhawatirkan makhluk di depannya itu setelah insiden semalam. Apalagi sekarang Ivana juga ada di rumah mereka.Â
"Ouh, begitu!"
Ada nada kecewa di sahutan Liana, ia berharap Nicky akan menjawab bahwa dia mengmhawatirkan dirinya. Ternyata itu karena hal lain, lalu Nicky menatapnya tajam.
"Li, kenapa Ivana ada di kamar kita?"
Liana tercengang seketika, ia baru ingat akan hal itu.
"Ehm...., e... Maaf Nicky. Tadinya aku cuma menidurkan Nino di sana, lalu Ivana masuk begitu saja dan ikut tidur!" Â
"Kau kan bisa menyuruhnya membawa Nino ke kamarnya!"
"Maaf!"
Liana sedikit menunduk karena suara Nicky sedikit lantang barusan, Nicky bangkit dari duduknya seraya membuka jasnya. Melihat itu Liana meluncur dari ranjang dan membantunya mengeluarkan Nicky dari jas itu, ia meletakan jas itu di lengannya semantara Nicky mengendurkan dasinya. Menyadari Liana memperhatikannya, Nickypun terdiam menoleh istrinya. Entah kenapa sampai detik ini jantungnya masih selalu berdegub kencang setiap kali melihat Liana menatapnya seperti itu?
Perasaan aneh itu selalu muncul setiap mereka sedang dalam situasi seperti saat ini, terkurung di sebuah ruangan yang hanya Tuhan saja yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Nicky memutar matanya lalu berjalan menjauh dari istrinya, "bisakah kau buatkan minuman segar untukku?" katanya, Liana sedikit melebarkan mata, "bawa saja ke ruang kerja kakek!" tambahnya. Liana mengangguk lalu berjalan meletakan jas suaminya di sandaran kursi,
"Dan..!"
Nicky kembali menolehnya, "bisakah nanti kau suruh semua orang untuk membantumu memindahkan semua barang-barang kita di kamar ke kamar ini?" pintanya.
"Memindahkan barang-barang kita?"
"Jika Ivana inginkan kamar itu berikan saja, mulai malam ini ruangan ini akan jadi kamar kita. Lagipula....kamar kakek ini jauh lebih nyaman!"
Liana mengangguk lalu berjalan keluar, ia tersenyum dengan ide Nicky. Ia memang suka menghabiskan waktu di kamar kakek Willy, dan sekarang kamar itu akan menjadi kamar mereka. Sepertinya.... Nicky memang tidak suka kamarnya di sentuh wanita lain, dan itu membuat Liana senang.
Sementara di kantor, Daren dan yang lainnya sedang terjebak meeting penting yang harusnya di pimpin sendiri oleh Nicky selaku PresDir di Harris Group.
* * *
Di tempat lain, Brian juga sedang menjalankan tugasnya. Ia menemui seorang wanita yang pernah melakukan pertemuan dengan Rafi beberapa kali, ia dapatkan profil wanita itu dari beberapa cctv yang menangkap adegan pertemuan itu di beberapa tempat. Seperti di daerah proyek hingga ke sebuah hotel berkelas. Akhirnya dengan di bantu pihak kepolisian ia dapat mengetahui identitas wanita itu, saat ini ia sedang menekan bell apartemen wanita itu. Tapi sudah sekian kali ia menekan bell, tak jua ada tanggapan. Padahal dari cctv memperlihatkan bahwa wanita itu tidak keluar dari apartemennya sejak kemarin sore. Juga tak terlihat ada tamu yang datang.
Karena penasaran, maka mereka terpaksa mendobrak pintu apartemen itu, mereka segera menelusuri semua sisi tempat yang ada. Hasilnya nihil, hingga.....
Brian terpaku melihat darah yang menggenang di bawah kulkas, beberapa polisi ikut melihat ada apa gerangan. Lalu salah satu dari mereka menbuka kulkas tersebut yang langsung membuat semua mata membeliak lebar, bahkan ada yang sampai hendak muntah.
* * *
• T.B.W.O.A ~ The Wedding (second novel)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H