Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tentang Sebuah Harapan Untuk Aila

2 November 2015   14:41 Diperbarui: 2 November 2015   14:51 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Namanya Aila, gadis cantik berambut sebahu, yang selalu ceria, yang suka boneka barbie, yang suka minum susu coklat hangat sebelum malam nemeluknya dalam lelap.

Namanya Aila, gadis manis yang selalu menebar senyum, yang selalu berbaju kumal, yang setiap malam memeluk boneka barbie usang, yang di setiap doanya selalu memanjatkan sebuah harapan.

Ya, namanya Aila. Nama yang di berikan kepada nenek Rumi ketika menemukannya di pinggir kali.

Aila adalah gadis cilik yang tinggal di rumah reot bersama nenek Rumi.

Nenek Rumi, wanita renta yang kesehariannya memunguti kayu kering yang rontok di hutan untuk di jualnya sebagai kayu bakar untuk tetangga atau warung di desanya. Wanita renta yang di pagi hari memanjat pohon waru untuk memetiki daun-daunnya lalu di jualnya di pasar. Wanita Renta yang setiap sore menyabit rumput di hutan untuk di jualnya pada tetangga yang memiliki ternak.

Nenek Rumi, wanita renta itu yang berjuang memberi kasih sayang kepada bayi malang yang entah siapa yang membuangnya hanya karena lahir tak sempurna. Bayi yang tumbuh menjadi gadis cilik cantik yang ceria, dengan kaki pincang ketika berjalan pergi ke sekolah dengan seragam lusuhnya.

Aila yang setiap saat selalu membawa boneka barbie usang yang di temukannya di tong sampah, Aila yang selalu membantu neneknya mencuci pakaian, entah bersih atau tidak. Tapi lebih sering ia menghanyutkannya di kali, Aila yang sering membantu tetangga memberi makan hewan-hewan ternaknya. Aila yang selalu di jaili beberapa teman dan di katai anak buangan. Anak kali.

Tapi senyum di wajahnya selalu berkembang, seolah tak ada keluh kesah yang tersirat.

Di setiap malam menjelang lelap, tak pernah ia lupa berdoa, "ya Allah....pertemukanlah hamba dengan orangtua hamba, agar hamba bisa membantu nenek Rumi. Agar nenek tidak perlu lagi manjat pohon waru!"

Doa tulusnya selalu membuat nenek Rumi menitikan airmata, siapa yang tega membuang anak sebaik itu?

Hingga suatu ketika, seisi kampung geger oleh kedatangan orang kota, yang katanya sedang mencari anak perempuannya yang hilang beberapa tahun lalu. Kabar yang menciptakan sepercik harapan di mata Aila ketika mendengarnya, gadis itu sudah menyelipkan rasa bahagia yang tak terhingga di benang-benang masa depannya.

"Nek, apa mereka orangtua Aila?"

"Semoga saja sayang!"

"Aila akan punya ayah, Aila akan punya ibu. Aila nggak akan di sebut anak kali lagi kan nek?"

Gadis itu mencecar pertanyaan bertubi-tubi pada neneknya, yang sesungguhnya mulai resah karena takut kehilangan Aila. Tapi apadaya, dirinya sudah renta. Jika suatu saat takdir memanggil, ia akan meninggalkan Aila seorang diri di dunia. Maka ia lebih rela jika Aila pergi darinya sekarang bersama orangtuanya.

* * *

"Ini nenek Rumi ya?" tanya seorang wanita cantik yang sudah pasti orang kaya di lihat dari pakaiannya, "i-iya!" sahut Nenek Rumi terbata,

"Pasti nenek sudah tahu maksud kedatangan kami, kami sedang mencari anak perempuan kami yang hilang beberapa tahun lalu nek. Jika anak kami itu masih hidup, usianya 6 tahun!"

Aila juga berusia eman tahun.

"Kata pak Rw, nenek Rumi menemukan anak di sungai enam tahun lalu kan nek. Boleh saya bertemu dengannya?"

Aila muncul di hadapan mereka, dua orang suami istri itu sempat terpana karena gadis cilik itu amat cantik. Mirip dengan anak-anak kota, anak-anak gedongan. Berkulit putih,berparas rupawan, berambut indah. Mirip sekali dengan putri Salju. Tapi suami-istri itu lalu merubah ekspresinya ketika melihat cara berjalan Aila yang pincang.

Mereka berpandangan lalu menghampiri Aila, memutar tubuhnya, dengan tangan gemetar wanita itu menaikan seluruh rambut Aila untuk melihat tengkuknya.

Kini ekspresi bahagia yang muncul saat mereka datang tak lagi nampak, raut murung nan sedih kembali menghiasi wajah wanita itu.

"Maaf nek, putri kami memiliki tanda lahir di tengkuknya tapi Aila tidak. Dan putri kami tidak terlahir dengan kaki yang berbeda, putri kami normal!"

Hilang sudah rona ceria di pipi Aila, seketika senyumnya lenyap. Ia mempererat pelukannya pada boneka barbie usang di tangannya, di peluknya erat-erat boneka itu seolah takut terlepas. Seperti harapannya hari ini untuk memiliki orangtua. Ia memang tak mengalirkan airmata di pipinya, tapi hatinya menjerit tak karuan.

Orang-orang itu bukan orangtuanya, mereka bukan datang untuk menjemputnya.

Aila masih diam memeluk boneka usangnya, bahkan ketika mereka dan para tetangga sudah pulang. Tangan keriput nenek Rumi menyentuh pundaknya lembut, "Aila masih punya nenek!" desisnya.

Gadis itu lalu memeluk nenek Rumi erat sambil menangis hebat, semua harapannya seakan musnah. Mungkin memang dirinya di takdirkan di sini, bersama nenek Rumi.

Gadis cilik itu masih suka menenteng boneka usangnya kemanapun ia pergi, gadis cilik itu masih suka menebar senyum. Gadis cilik itu masih suka minum susu coklat hangat sebelum tidur.

Tapi gadis cilik itu tak lagi berdoa untuk bertemu orangtuanya.

* * *

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun