Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[KC] Jemput Hatiku, Dinda!

2 Oktober 2015   10:51 Diperbarui: 2 Oktober 2015   11:09 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 No. 20, Y_Airy

Kembali, senyum itu....

Menggema, menggetarkan jiwa ini, entah.....aku yang gila atau sudah tidak waras? Ku rasa sama saja kan! Hanya sebuah senyum, yang ia lemparkan padaku secara tak sengaja, membuat jiwaku terbang melayang ke angkasa. Siapa aku ini? Berani memimpikannya tiap malam, mengkhayalkannya tiada henti.

"Sadar Ren, siapa kamu siapa dia!"

Otakku terus saja membujuk, mencoba membawaku kembali pada kenyataan yang ada, tapi hati ini......., sungguh tak mampu menampik gejolak yang menumbuh tak terkendali. Sejak pertama kali ku lihat senyumnya di depan gerbang sekolah, aku sudah langsung terlempar ke dunia yang semua orang sebut dengan nama, cinta!

Setiap kali dia melewat di mana diriku berada, lalu melirik dengan senyum kecil, jantung ini rasanya hendak meloncat dari rusukku, pipiku memerah, darah mengalir dengan cepat hingga ke ubun-ubunku, membuat wajahku panas, pias.

Mungkin aku memang pengecut karena tak punya nyali tuk menghampiri, maklumlah, aku tak sepopuler Doni, si kapten klub basket. Atau Richi, si ketua Osis, atau Jef sang playboy. Aku lebih suka menghabiskan waktu di perpustakaan melahab buku-buku tebal, entah buku sastra, pelajaran, ekonomi dan lain-lain, tentunya juga bersama beberapa temanku.

"Eh Ren, aku perhatiin kamu suka banget nyuri pandang ke Adinda, kamu suka kan sama dia?" celetus Tari seenaknya, "ya...kalau aku nyuri-nyuri pandang wajarlah...., Dinda kan cantik, populer, sejak dia masuk ke sekolah ini dia udah langsung jadi pujaan. Siapa sih yang nggak ngelirik dia!" ujarku.

"Tapi kan sampai sekarang Dinda masih jomblo tuh, artinya....kamu punya peluang!"  

"Peluang apaan?"

"Kita udah lama berteman, sejak SMP, aku nggak pernah tuh lihat kamu nyuri-nyuri pandang ke cewe seperti yang kamu lakukan ke Dinda, akui aja kalau kamu emang suka!" aku terdiam, rupanya Tari bisa membaca mataku. Kami memang sudah lama berteman, bahkan aku dulu yang nyomblangin dia sama Putra, dan hubungan mereka mulus hingga saat ini.

Sejak percakapanku dengan Tari hari itu, aku mulai mengumpulkan keberanian. Dinda, adik kelasku yang cantik, yang populer, ah....makin hari aku makin di buatnya tak karuan. Mungkin Tari benar, aku harus mengungkapkan perasaanku, soal di terima atau di tolak itu urusan nanti, yang penting usaha dulu.

Semalaman ku persiapkan sesuatu, karena mungkin aku tak akan mampu berucap kalau sudah di hadapannya, bagaimana aku bisa berucap, jika dia lewat saja jantungku seperti mau meledak. Inikah yang namanya cinta sejati? Ah entahlah....aku tak mau menghakimi dulu.

Ku kirim Tari untuk menyampaikan sebuah kertas padanya saat jam istirahat, saat ku intip dari balik tembok, dia nampak bingung. Wajahnya terlihat polos, membuat hatiku makin bergetar.

* * *

Sepulang sekolah ku lihat Dinda berjalan pelan ke taman dekat sekolah, dia celingukan, menggaruk sisi kepalanya yang ku yakin nggak gatal sama sekali. Lalu matanya menangkap sesuatu yang sengaja ku taruh di kursi panjang di tengah taman, ia menghampiri, tertegun untuk sekian detik. Perlahan ia memungut setangkai mawar pink yang ku tahu pink adalah warna kesukaannya, di ciumnya kuntum itu lalu tersenyum, hatiku ikut tersenyum melihatnya.

Lalu ia pungut secarik kertas yang tadi menjadi alas tiduran mawar itu,

JEMPUT HATIKU,

 Lekuk senyummu adalah racun, menetesi cawanku, menghitamkan pandangku hingga semua yang bekisar di antaraku hanyalah kamu,

Keindahanmu bak kuntum mawar, menusukku, membuatku sakit,

Getar-getar pesonamu buatku jatuh, jatuh dalam lingkar asing yang bernama cinta, hatiku tak mampu bangun, mungkin tak mau, karena ku terlanjur suka di sana,

Memandangmu, lemparkanku pada rasa indah yang sulit ku urai, karena kamu, buatku kelu, hanya mampu menikmati seulas senyummu yang kamu lempar ringan, jerembatkan hatiku ke dasar

Pengecutkah aku, bila hanya mampu berujar melalui selarik kata? Bila tak mampu menyusun ucap hanya tuk ungkap rasa? Karena kataku beku ketika kamu di hadapku, Tapi ku pastikan sebentuk hati ini untukmu, hanya untukmu!

Jemput hatiku, Dinda.....

Dan kan ku serahkan sepenuhnya untukmu!

Rendra

Saat dia mendongakkan kepalanya, aku sudah berdiri di hadapnya, menatapnya penuh harap. Ku lihat matanya berkaca, satu bulir embun jatuh meluncur melewati pipinya. Aku tak mengerti, kenapa dia menangis, apakah aku menyakiti hatinya dengan puisi itu? Mungkin saking jeleknya puisiku hingga tak sengaja menyakitinya?

Sekuat tenaga ku beranikan bibirku berucap meski bergetar hebar, "kok kamu nangis, kamu nggak suka ya. Maaf ya?"

"Kak Rendra jahat!"

Aku tercekat, dia mengataiku jahat. Apa yang telah ku lakukan?

"Kenapa kakak membuat aku menunggu sampai lebih dari satu tahun hanya buat mendengar kakak bilang suka sama aku?"

"Apa?"

"Aku kan sering mancing-mancing kakak dengan jalan di depan kakak, senyum-senyum sama kakak, sering-sering ke perpus, memangnya kak Rendra nggak ngerasa ya?"

"Jadi...kamu....?"

Brukk! Dia memelukku, jantungku benar-benar serasa berhenti berdetak, apakah aku mimpi?

"Aku juga suka sama kakak, puisinya aku simpan ya kak!"

Aku hanya diam, menikmati kejutan ini. Masih tak percaya kalau ternyata Adinda yang cantik, yang populer, memilih menjomblo karena ternyata menunggu pernyataan cintaku yang kutu buku ini!

Aku sayang kamu, Dinda!

* * *

NB : Untuk melihat karya peserta lain silahkan kunjungi Fiksiana Community

Dan silahkan bergabung dengan group FB Fiksiana Community

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun