Pengecutkah aku, bila hanya mampu berujar melalui selarik kata? Bila tak mampu menyusun ucap hanya tuk ungkap rasa? Karena kataku beku ketika kamu di hadapku, Tapi ku pastikan sebentuk hati ini untukmu, hanya untukmu!
Jemput hatiku, Dinda.....
Dan kan ku serahkan sepenuhnya untukmu!
Rendra
Saat dia mendongakkan kepalanya, aku sudah berdiri di hadapnya, menatapnya penuh harap. Ku lihat matanya berkaca, satu bulir embun jatuh meluncur melewati pipinya. Aku tak mengerti, kenapa dia menangis, apakah aku menyakiti hatinya dengan puisi itu? Mungkin saking jeleknya puisiku hingga tak sengaja menyakitinya?
Sekuat tenaga ku beranikan bibirku berucap meski bergetar hebar, "kok kamu nangis, kamu nggak suka ya. Maaf ya?"
"Kak Rendra jahat!"
Aku tercekat, dia mengataiku jahat. Apa yang telah ku lakukan?
"Kenapa kakak membuat aku menunggu sampai lebih dari satu tahun hanya buat mendengar kakak bilang suka sama aku?"
"Apa?"
"Aku kan sering mancing-mancing kakak dengan jalan di depan kakak, senyum-senyum sama kakak, sering-sering ke perpus, memangnya kak Rendra nggak ngerasa ya?"