Ok deh nggak apa-apa, aku pun melangkah ke arahnya. Berdiri di sampingnya, "kamu tahu, permainan biola kamu itu bikin aku penasaran banget, makanya aku nekat ke sini. Tapi....kok kamu nggak pernah keluar sih?"
"Kamu nggak seharusnya ada di sini!"
"Aku cuma pingin tahu siapa yang memainkan lagu seindah itu setiap malam, tak di sangka....ternyata seorang pemuda tampan!" aku memang terkenal sangat mudah bergaul, di sekolah saja teman-temanku banyak sekali. Teman dan follower di medsos juga membludak, padahal aku bukan artis ataupun tokoh terkenal. Tapi jujur, aku nggak suka narsis sih!
Aku berbicara panjang lebar tetapi dia hanya tersenyum kecut, sesekali tersenyum manis padaku. Dia bahkan tak menyebutkan namanya ketika ku tanya. Meski begitu aku senang karena akhirnya seorang violis misterius yang selama beberapa hari ini selalu melantunkan lagu-lagu Elgar di malam hari sebagai teman lelapku, akhirnya ku ketahui orangnya, wajahnya, meski namanya belum. Karena sudah larut akupun pamit pulang dulu. Ku bilang besok malam aku akan datang lagi untuk menemaninya bermain biola, meski hanya sebagai penikmat saja. Dan diapun mengangguk tanda setuju.
* * *
Mentari pagi begitu cerah menyinari alam, ku buka pintu depan seraya merapikan seragamku. Karena kalau dari rumah aku harus selalu rapi. Maklum....bokap super disiplin. Meski setiap sampai di sekolah, semua ujung bajuku sudsh tak ada yang menyelip di dalam rokku.
Karena sudah dapat sim jadi aku bawa motor ke sekolah, sengaja kali ini aku memutar melwati rumah di belakang rumahku. Ku lihat nenek yang tinggal di rumah itu sedang menyapu halaman, ku hentikan motorku dan ku sapa dia,
"Pagi nek...,"
Nenek itu berhenti menyapu dan menatapku. Aku keluar dari motor untuk menghampirinya, ku pungut tangannya dan ku cium seperti yang biasa ku lakukan pada bonyok atau kanek (kakek-nenek).
"Saya Elisa nek, tetangga abru nenek!"
"Ouh...yang tinggal di belakang rumah ya?"