"Li, kakimu sakit?"
"Tidak, hanya sedikit pegal saja!" sahutnya tanpa menoleh. "sungguh?" sekali lago Rizal meyakinkan.
"Aku tidak apa-apa kok!"
Anthony melangkah ke dalam. "ayo nyonya, kita sudah kelar!" ajak Jay yang datang menghampiri membawa beberapa bag. Liana langsung berdiri dan berjalan keluar. Mereka berpapasan dengan Antony, tetapi Liana tidak ngeh hingga tak tahu kalau pria itu adalah pria yang menabraknya tempo hari, tetapi Rizal tidak lupa padanya, Rizal melirik ke balik punggungnya. Terlihat olehnya pria itu berbalik dan menatap mereka.
Anthony memperhatikan Liana yang berjalan pincang, rupanya wanita itu pincang. Lalu siapa pria muda yang selalu bersamanya? Dia selalu menatap wanita itu dengan tatapan yang cukup intim. Kalau si pria tua sudah jelas bukan suami apalagi ayahnya lawong tidak mirip. Usianya sekitar 50-an, masih gagah dan tegap. Dari gesturnya dia seperti seorang bodyguard atau semacamnya.
* * *
 Liana menyirami taman bunganya, ia memandang hamparan bunga warna-warni di depannya. Tampak sungguh indah, ia jadi ingat di taman inilah pertama kali kemesraannya dengan Nicky tercipta, mereka berdansa di iringi desahan bayu, di temani kupu-kupu dan kumbang, di hiasi dengan hamparan bunga. Detik-detik itu adalah masa yang sangat indah dan tak mungkin bisa di lupakannya. Ia tersenyum sendiri mengingat hal itu, karena terlalu hanyut ia sampai tak mendengar suara langkah kaki mendekatinya. Selang di tangannya pun tak ia perhatikan lagi, hingga saat sepasang tangan melingkari perutnya. Ia terperanjat menjatuhkan selang air, ia hendak menoleh ke belakang dan melompat, mungkin!
Tetapi tubuhnya tertahan tubuh seseorang hingga ia tak bisa bergerak, bau parfumnya yang maskulin dan romantis membuatnya cepat mengenali siapa orang itu, "Nicky!" desisnya.
Nicky memeluknya erat dari belakang, tangan Liana berada di lengan Nicky yang melingkari perutnya.
"Kenapa kau melamun di sini?"
"E...., aku...., aku sedang menyiram bunga!"