Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

The Broken Wings of Angel ~ The Wedding #Part 8

12 Agustus 2015   06:58 Diperbarui: 12 Agustus 2015   06:58 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

 

Sebelumnya, The Wedding #Part 7

 

Jantung Liana makin berdebar tidak karuan, apalagi mata Nicky sama sekali tak berkedip meninggalkannya. Rasanya ia ingin kabur, tetapi kakinya malah serasa tertanam di dalam bumi. Tapi, untuk apa kabur? Nicky suaminya.

Liana menghela nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan, itu sedikit meredakan kegugupannya. Ia menelan ludah, "hai, kau-sudah-pul-lang?" tanyanya terbata, setelah itu ia menggigit bibirnya sendiri. Nicky tidak menyahut, ia mempercepat langkahnya. Terbersit sesuatu di otaknya, sebenarnya istrinya itu memang polos atau bodoh? Apa dia tidak tahu kalau sikapnya itu sangat memancingnya? Ia merasa kesal sendiri di dalam hati karena ternyata wanita itu memang membuatnya tak berdaya, ia ingin menahan tetapi rasanya sudah tak bisa. Sebelum Liana bisa bergerak ia sudah terlebih dulu sampai padanya, tak memberi jawaban apapun kecuali sebuah ciuman yang langsung mendarat di mulut istrinya.

Liana hanya bisa melotot dan terpaku, tetapi ia mulai memejamkan mata ketika ciuman yang Nicky hujamkan padanya mulai melembut. Rasanya seluruh tulangnya jadi melebur, ia hanya bisa pasrah dan membalas sentuhan cinta dari suaminya hingga tanpa terasa handuknya sudah terabaikan di lantai.

* * *

Lagi-lagi ketika Liana membuka mata Nicky sudah tidak ada di sampingnya, dia bahkan tidak ada di kamar itu. Apakah memang seperti itu nasib istri dari seorang pengusaha sibuk? Ketika membuka mata suaminya sudah lenyap. Dan mereka hanya memiliki waktu beberapa jam saja untuk berdua setiap harinya kecuali sabtu dan minggu, itu pun kalau tidak ada lemburan!

Liana bangkit, lantainya masih berantakan dengan pakaian Nicky di mana-mana bersama bantal. Ia beringsut ke pinggir ranjang dan meluncurkan kakinya dengan menyeret selimut di tubuhnya, kemeja Nicky berada tak jauh dari kasur maka iapun memungutnya dan mengenakannya. Kedodoran dan kepanjangan, ia bahkan hampir tenggelam mengenakan kemaja itu. Memang, setelah kematian kakek berat badannya lumayan merosot. Sepertinya ia harus menambah berat badannya lagi agar tidak seperti wayang kulit.

Ia baru saja selesai mengancingkan kemeja itu, pintu di terabas seseorang. Seketika iapun menoleh, Nicky muncul, ia memakai robe, bau parfumnya masih menghampiri ketika tubuhnya memasuki kamar, itu artinya dia belum mandi. Pria itu mendorong troli makanan yang penuh dengan hidangan yang tadi di masaknya,

"Kenapa....semuanya di bawa ke sini?"

"Untuk makan malam, ku pikir kau lapar!"

"Eim, iya...tetapi...kita tak harus makan di dalam kamar kan?"

"Dan kau tidak mungkin makan malam di luar hanya dengan penampilan seperti itu!" Nicky mendorong trolinya ke arah sofa dan meja kaca, kamar itu memang di lengkapi dengan sofa untuk bersantai. Karena terkadang kamar juga merupakan tempat yang nyaman bagi Nicky untuk merampungkan pekerjaannya selain di ruang kerjanya. Sedang Liana melihat dirinya sendiri, ia memang belum memasang apapun di balik kemeja yang di kenakannya itu.

Iapun berjalan ke arah sofa, berniat membantu Nicky memindahkan semuanya ke meja tetapi...

"Kau duduk saja, biar aku yang melakukannya!" larangnya, "tapi ini tugasku!" protes Liana.

"Tugasmu sekarang adalah duduk!"

Mereka makan malam di dalam kamar itu dengan di temani acara di layar televisi yang mereka biarkan mengoceh sendiri. Mereka saling diam, tetapi di dalam hati Liana melempari banyak pertanyaan. Kenapa Nicky jadi aneh, kenapa sikapnya lembut sekali, kenapa....kenapa....kenapa....masih banyak pertanyaan, tetapi ia takut mengeluarkan semua pertanyaan dari mulutnya karena takut akan memperburuk suasana. Lagipula ia menikmati kebersamaan mereka dan sikap Nicky.

Setelah makan malam Nicky membawa Liana kembali ke atas ranjang, kembali menikmati kemesraan mereka yang baru saja mulai menggebu.

Setelah itu selesai ia segera berhambur ke kamar mandi, dan ketika keluar dari kamar mandi Liana sudah terlelap kembali. Ia memandang istrinya yang kembali di buai mimpi, setelah itu ia keluar dari kamar.

* * *

"Maksud anda tuan?"

"Kau sudah sangat berpengalaman di dalam kantor, aku membutuhkan orang yang benar-benar bisa ku percayai. Kau tahu sendiri, banyak sekali pihak yang ingin menjatuhkan Harris Group!"

"Kurasa kau memiliki beberapa orang kepercayaan sekarang!"

"Ya....itu benar, tapi untuk posisi JM....aku tidak mau salah pilih. Aku tahu....di dalam perusahaan selalu ada mata-mata, tapi aku tidak ingin mencurigai siapapun. Terutama para karyawanku!"

"Nicky!" desis Jaya, sekarang ia berbicara seperti seorang ayah, "aku rasa...untuk menjadi seorang JM aku sudah terlalu tua, kurasa menjadi penasehatmu saja sudah cukup. Aku yakin, masih banyak orang-orang kita yang setia terhadap Harris Group, terlebih....kau memimpin perusahaan dengan sangat baik seperti kakekmu. Bahkan lebih baik!" pujinya.

"Dan aku tidak ingin kakek kecewa!"

"Kakekmu justru sangat bangga padamu, aku akan membantumu sebagai penasehatmu. Kurasa....Liana sudah tidak apa-apa jika ku tinggal sedikit sibuk!"

"Tidak, aku masih butuh menjagaan ketat di rumah ini!"

"Jangan terlalu khawatir, teman polisimu masih menempatkan beberapa orang di sini. Ku rasa mereka bisa di percaya!"

"Membicarakan Brian...., ku dengar dia kembali dari papua besok. Sayangnya tak bisa memberinya sambutan karena aku ada acara...ya Tuhan, aku hampir lupa!"

Jaya memandangnya,

"Besok aku ada acara di tempat rekan kerjaku, bisakah kau persiapkan Liana untuk ikut?"

"Ikut?"

"Ada pesta ulang tahun pernikahan salah satu rekan bisnisku, aku ingin datang bersama Liana. Ku harap dia sudah siap ketika aku pulang..., sedikit lebih awal!"

"Jangan khawatirkan itu, bisa ku atur!"

* * *

"Tolong....., tolong......," Suara itu kembali terdengar, langkah kecil dari kaki bocah perempuan yang menerabas semak dan pepohonan. Kali ini semuanya terlihat jelas, wajah bocah itu, wajah orang yang mengejarnya, "tolong....., jangan...." bocah itu tejatuh, berbalik dan merangkak mundur.

Liana menggerakan kepalanya ke kiri dan ke kanan, tubuhnya di banjiri keringat dingin. Nicky terlelap di sampingnya.

"Jangan....., jangan....., tolong.....!" bocah itu menggeleng dengan banjir airmata, isakannya terdengar jelas.

"Jangan, argghhhhh.....!"

Liana kembali tersentak dari tidurnya, ia bangkit duduk seketika mengagetkan Nicky oleh teriakannya. Nafasnya terengah-engah sekali, ia terlihat sangat ketakutan.

"Liana, ada apa?" tanya Nicky, Liana tak sanggup menyahut karena airmatanya berceceran kemana-mana seraya tersedu, "kau bermimpi lagi?"

Liana hanya menangis, kali ini mimpi itu begitu nyata.

"Tenanglah, itu hanya mimpi!"

Liana menggeleng, ia mencoba mengatur nafasnya. Menatap suaminya dengan ketakutan.

"Tidak, itu bukan mimpi Nicky. Kali ini terlihat begitu jelas, aku mengenali wajah bocah perempuan itu....itu....dia...dia memang aku!" akunya, Nicky tertegun.

"Itu aku saat usiaku 9 tahun, aku masih ingat jelas, aku tidak mungkin salah. Dan....dan....!"

"Dan apa? Apalagi yang kau lihat?"

"Orang itu....hendak membunuhku!"

"Apa!"

* * * * *

• T.B.W.O.A ~ The Wedding (second novel)

 

The Wedding #Part 9

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun