Ridwan melihat tangan Alisa berlumur darah, dan tubuh Nadine tergeletak di sisinya dengan keadaan yang mengenaskan. Wajahnya penuh luka, bahkan darah mengalir dari kepalanya, selain itu perutnya juga berlumur darah. Tak jauh dari tubuhnya sebilah pisau tergeletak, berwarna merah oleh darah.
"Nadine!"
Ridwan menghampiri Nadine, "astaugfirullah haladzim, Nadine!" panik Ridwan, ia memungut kepala Nadine, saat itu Nadine masih sadar. Mulutnya membuka seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi tak ada suara yang terdengar dan akhirnya tubuh Nadine terkulai.
"Nadine, Nadine....!"
Ridwan menoleh Alisa yang masih berdiri, "apa yang kamu lakukan Alisa?" tanyanya, "Wan..., aku....!"
"Kamu tega berbuat seperti ini sama Nadine?"
"Tidak, aku.....!"
"Simpan pembelaanmu di pengadilan!" potong Ridwan seraya mengangkat tubuh Nadine, ia masih merasakan nafas wanita itu meski sangat lemah. Alisa terpaku mendengar kalimat Ridwan, "Wan....!" desisnya,
"Jangan melarikan diri!" potongnya lagi lalu membawa Nadine keluar dari sana.
Airmata Alisa yang sudah mengalir, kini bertambah deras. "Wan, aku cuma mau bilang....bukan aku yang melukai Nadine. Bukan aku!"
Ridwan segera membawa Nadine ke rumah sakit terdekat, sementara tak berapa lama polisi datang ke rumah Alisa, menggelandangnya ke kantor polisi. Saat di bekuk Alisa sedang terduduk di dekat simpahan darah Nadine, ia sadar akan sesuatu, ia yang mencabut pisau itu dari tubuh Nadine. Sudah tentu sidik jarinya akan berada di gagang pisau itu, tetapi Cheryl juga memegangnya, pasti sidik jarinya juga ada di sana kan?