Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tempat Terindah #18; Aku Tidak Mengingkari Apapun

19 Juni 2015   12:50 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:39 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alisa memeriksa barang-barangnya ketika hendak meninggalkan sanggar, ia memungut hpnya dan memeriksa apakah ada pesan masuk atau telepon. Tapi siapa? Sejauh ini hanya Nadine dan Ridwan yang menghubunginya, apakah ia mengharapkan salah satunya? Tapi ia lebih berharap itu Nadine, tapi Nadine juga baru selesai sama seperti dirinya. Memang ada satu pesan.

Iapun membukanya.  

Ridwan!

Ternyata bukan orang yang ia harapkan, iapun membaca isi pesan itu,

Bisakah kamu menungguku di panggung, aku akan datang satu jam lagi. Penting!

Alisa tertegun, Ridwan memintanya bertemu di panggung. Itu aneh, tapi dulu mereka memang suka menghabiskan waktu di sana pula. Apa yang penting sehingga dia meminta bertemu? Alisa akhirnya mengurungkan niatnya untuk pulang. Ia malah kembali berjalan ke panggung, menaruh tasnya di pinggiran. Ia melepas jaketnya, membiarkannya jatuh di dekat kakinya.

Nadine diam selama perjalanan pulang, Ridwan bilang setelah mengantarnya pulang ia akan segera pergi karena ada urusan penting. Hal itu menimbulkan seribu pertanyaan dari benak Nadine. Ia mulai curiga, siapa tahu saja Ridwan hendak menemui Alisa. Ia menyadari arah mata Ridwan dalam pementasan, dan itu bukan tertuju padanya melainkan Alisa. Nadine menggerutu. Apakah hubungan mereka sudsh tidak ada artinya lagi?

Ridwan meliriknya, ia tahu suasana hati Nadine sedang buruk sejak kejadian kemarin. Maka iapun memilih diam saja, jika ia mulai bertanya pada akhirnya mereka pasti akan bertengkar. Mungkin memang membutuhkan waktu untuk bisa memberitahukannya sebuah kebenaran tentang dirinya dan Alisa. Dan akan sampai kapan?

Alisa sedang menari di panggung, seorang diri. Dengan begitu ia bisa sedikit melupakan kegalauan hatinya saat ini, bahkan ia lupa bahwa sebenarnya ia masih di panggung itu karena sedang menunggu Ridwan.

Cheryl baru saja keluar dari gedung itu ketika mobilnya berpapasan dengan Ridwan, ia menoleh ke belakang lalu menghentikan mobilnya.

"Bukankah itu Ridwan?" desisnya, ia tahu kalau Alisa masih berada di sanggar karena ia melihatnya kembali naik ke panggung dan menari. Ia pikir Alisa sengaja latihan untuk pementasan akbar nanti, tapi rupanya dia sedang menunggu Ridwan. Sebuah senyum mengembang di bibirnya,

* * * * *

Ridwan berdiri di pinggir panggung ketika melihat Alisa sedang menari, terlihat sangat indah di matanya. Sebenarnya banyak yang ingin ia utarakan tapi melihat wanita itu kini rasanya lidahnya justru tak mampu bergerak. Iapun melepas jasnya, berjalan perlahan dan segera ikut bergabung. Alisa menghentikan tariannya karena terkejut Ridwan kembali menari, kini ia yang melihat pria itu mulai mengitarinya.

Nadine membuka hpnya ketika mendengar rington pesan masuk, ia tertegun karena pesan itu dari Cheryl.

Lebih baik kamu jaga baik-baik tunanganmu jika tidak ingin sahabatmu merebutnya, kurasa.....mereka sedang kencan di sanggar!

Nadine melotot membaca isi pesan itu, terang sekali. Apa maksud Cheryl memberinya pesan seperti itu, hanya ingin membuat hubungannya dengan Alisa makin memburuk atau itu memang benar? Ia memang punya firasat yang kurang enak, tapi ia tak berfikir sampai sejauh itu.

Hanya ada satu cara untuk membuktikannya, yaitu ia harus pergi ke sanggar kembali. Iapun bangkit dari duduknya di ranjang, menyambar tasnya dan langsung pergi.

Alisa dan Ridwan menari dengan sempurna, terlihat seperti pasangan yang memang perfect. Itu pertama kalinya Ridwan kembali menari setelah sekian tahun, ternyata tidak susah mengingat gerakannya. Apalagi yang mendampinginya adalah Alisa, segala memori di masa lalu yang indah langsung kembali menyerangnya. Ia merasa seperti tak pernah vacum menari selama ini.

Nadine menatap keduanya diujung tirai, ia menyembunyikan diri di sana. Ternyata Cheryl benar, mereka memang bertemu dan.....Ridwan! Bagaimana Ridwan bisa menari? Dia bahkan tak pernah memberitahukannya kalau dirinya bisa menari. Nadine meremas tirai itu dengan geram dan marah. Mereka berdua terlihat sangat sempurna, benar-benar pasangan yang sangat serasi. Keduanya bisa mengimbangi dan saling melengkapi tarian itu.

Tarian itu berakhir dengan Alisa mengitari Ridwan, Ridwan menyambutnya. Ikut berputar bersamanya, tangan Ridwan berada di pinggang ramping Alisa. Ia mengangkat tubuh Alisa ke atas, kedua tangan Alisa merentang. Ridwan setengah berlutut, tarian mereka pun selesai. Perlahan Ridwan menurunkan Alisa seraya mendirikan tubuhnya, Alisa menurunkan tangannya ke tangan Ridwan yang masih memegang pinggangnya. Ia menoleh perlahan saat kakinya mendarat, mata mereka bertemu. Kini mereka berpadangan dengan sangat dekat, nafas mereka saling bertautan.

Jantung Nadine mulai berdegub kencang, apa yang akan terjadi? Nafasnya mulai tidak teratur menunggu.

"Kamu tahu itu, kita masih memiliki hati yang sama. Lalu kenapa kamu masih ingin mengingkarinya?" desis Ridwan.

"Aku tidak mengingkari apapun, tidak juga perasaanku. Hanya.....kita tidak seharusnya memilikinya lagi!"

"Kenapa?"

"Karena memang seharusnya begitu!"

"Bagitukah, kalau begitu katakan kalau kamu tidak mencintaiku lagi!" pinta Ridwan, Alisa terdiam. Nadine tak mampu mendengar percakapan mereka karena keduanya berbicara pelan dan setengah berbisik.

"A-aku....., aku....!"

"Kamu tidak bisa mengatakannya!" potong Ridwan, "aku tahu, apa salahnya jika kita masih ingin memiliki cinta yang kita rasakan!" Alisa masih diam, untuk sesaat ia terbujuk oleh kalimat terakhir Ridwan. Perlahan tangan Pria itu merayap ke pipinya, membelainya lembut. Dan tanpa ada untaian kata lagi, entah bagaimana caranya kini bibir mereka yang bertautan. Saling memburu, saling membutuhkan. Sebutir airmata membasahi pipi Alisa, entah apa arti airmata itu. Sebuah kebahagiaankah atau justru sebaliknya.

Sementara di balik tirai Nadine mengalirkan airmata yang jauh lebih deras, dadanya terasa sesak. Seperti ada ujung pedang yang menusuk langsung ke ulu hatinya. Ternyata benar, mereka memang punya hubungan, rasanya begitu perih melihat tunangannya berpagutan dengan sahabatnya sendiri.

"Cukup!"

Mendengar sebuah teriakan dari suara yang mereka kenali, keduanya langsung memisahkan diri. Menoleh ke arah suara, keduanya terpaku seketika bak di sambar petir,

"Nadine!"

 

* * * * *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun