Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Price of Blood #Part 25

14 Mei 2015   10:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:04 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Part 25

Sammy menatap tajam orang yang di todongnya yang tidak lain adalah saudara sedarahnya sendiri, Sharon hanya mampu terpaku. Menunggu apa yang akan terjadi pada dirinya, benarkah Sammy akan menembaknya? Jantungnya berpacu semakin cepat, keringat dingin mulai membasahi sekujur tubuhnya.

Ia berharap ada sebuah keajaiban, beberapa saat lalu Ferian yang hampir meledakan kepalanya. Ok, itu bisa di terima karena pria itu memang penjahat tapi kali ini, yang menodongnya adalah kakaknya sendiri. Butiran bening mulai menjebol matanya, ia bukan takut mati ia menangis karena yang hendak membunuhnya adalah saudaranya sendiri.

Sammy tak menampakan ekspresi apapun, sorot matanya cukup dingin. Terlihat jarinya mulai bergerak, siap menarik pelatuk dan melesatkan sebuah timah panas ke arah Sharon. Seketika tubuh Sammy terjatuh ke lantai, Budi menarik kaki anak lelaki itu hingga tersungkur. Senjata api di tangannya terlepas seketika. Sharon masih terdiam, sementara Sammy segera berbalik ketika Budi merangkak menghampirinya. Kembali terjadi perkelahian, tapi kali ini Budi tak memberi kesempatan bagi anak lelaki itu untuk bangkit di atas kakinya. Mereka bergulingan seraya saling serang, Sharon melihat kakaknya mulai lemah. Darah keluar dari mulutnya, sekarang posisi Budi berada di punggung Sammy. Menahan leher anak itu dengan kedua lengannya, Sammy terlihat meronta. Sharon semakin panik karena mengira pria itu hendak membunuh kakaknya. Iapun menghampiri mereka, mencoba melepaskan tangan Budi dari leher kakaknya.

"Hentikan, dia bisa mati!" pintanya.

Tapi Budi tak menghiraukan hal itu, "aku bilang hentikan, kau bisa membunuhnya!" rengeknya. Perlahan tubuh Sammy melemah dan berhenti bergerak, baru saat itu Budi melepaskannya Sammy yang terkulai lemas. Sharon segera memungut tubuhnya, "Sammy, Sammy!" serunya menggoncang tubuh anak itu.

"Apa yang kau lakukan?" katanya pada Budi, "dia hanya pingsan, itu cara terbaik membuatnya tenang. Sebaiknya kita membawanya keluar dari sini secepat mungkin sebelum dia bangun dan kembali menyerangmu!"

Itu benar, siapa tahu saja saat Sammy sadar ia kembali akan menyerangnya seperti beberapa saat lalu. Budi membantu Sharon memapah Sammy padahal tubuhnya sendiri lemah akibat timah panas di dadanya, ia mencoba bertahan karena ia sudah berjanji pada Danny akan membawa anak-anaknya keluar dengan selamat.

Sementara Danny masih bergulat dengan Ferian di dalam ruangan berkaca itu, tubuh Ferian berkali-kali terbanting. Ia bahkan memungut senjata Danny dan menembak beberapa kali, tapi karena Danny berhasil menghindar maka peluru itu mengenai tabung berisi zat berbahaya beberapa kali. Tabung itu tidak pecah, hanya retak di beberapa sisi. Di tambah lagi dengan terkena hantaman tubuh yang terpental, pukulan kursi. Dari retakan itu mulai muncul gas yang sedikit demi sedikit mulai memenuhi ruangan.

Ferian masih mencoba menyerang Danny, ia tahu dirinya tidak akan mati menghirup gas beracun itu karena penawar yang dibuat sudah ia masukan ke dalam darahnya. Tapi tetap saja ia ingin membunuh Danny dengan tangannya sendiri, gas beracun yang bocor dari dalam tabung itu akan melemahkan Danny dan itu akan mempermudah jalannya.

Sementara Sharon dan Budi yang membawa tubuh Sammy keluar dari sana berpapasan dengan Jendral Jonan dan anak buahnya.

"Kalian tak apa-apa?"
"Kami membutuhkan pengobatan, terutama Sammy!" sahut Sharon. "dimana Danny?" tanya Jonan, "papa masih di dalam bersama orang itu, ku rasa papaku butuh bantuan!"
"Baiklah, Bagus!" seru Jonan pada salah satu anak buahnya, "kau bawa mereka bersama regumu keluar dari sini, pastikan mereka baik-baik saja!" perintahnya.
"Siap pak!"

Beberapa orang mengambil alih tubuh Sammy karena melihat kondisi Budi yang cukup parah, Sharon juga terlihat sedikit shok. Sementara Jonan tetap melanjutkan langkahnya masuk ke dalam.

Setelah keluar dari gedung itu, Sammy segera mendapatkan penanganan kusus, apalagi dengan apa yang di ceritakan Sharon tentang kakaknya itu. Sammy memang membutuhkan pengobatan kusus agar bisa kembali normal, sementara Sharon menghampiri Budi yang juga sudah tergelatak lemah.

"Apa kau akan baik-baik saja?" tanyanya.
"Jangan khawatirkan aku!"
"Kau yang membantu papa datang kemari kan, apa kau teman papa?"
"Teman....., he....he....itu terdengar tidak buruk!"

Ia kembali merintih, ada tiga peluru yang ternyata bersarang di tubuhnya. Di pundak, dada dan punggungnya. Membuatnya mulai kehabisan darah, wajahnya sudah semakin pucat. Matanya mulai sayu, "terima kasih, jika kau tak bersama kami. Mungkin saja.....!" Sharon teringat saat Sammy kembali menjadi buas dan hampir membunuhnya.

"Jangan pikirkan itu, aku-senang melakukannya. Oya-tolong sampaikan pada papamu....., aku merasa terhormat bisa membantunya!"
"Kenapa kau bicara seperti itu?"

Budi mengembangkan sebuah senyuman, ia mengalihkan pandangannya dari wajah gadis 12 tahun di sampingnya. Menatap ke langit luas di atas sana, ia seperti melihat wajah Erika tersenyum padanya. Lalu perlahan ia pun menutup matanya dan terdiam.

"Hei...., hei....kau-masih di sini?" desis Sharon lirih, tapi pria itu tak bergerak sedikitpun. Ada buliran bening yang jatuh dari mata Sharon, bagaimana pun pria itu menyelamatkan nyawanya juga menyelamatkan Sammy. Ia menyentuh lengan pria itu, seolah ingin mengucap sesuatu tapi ia hnaya diam memandangnya saja lalu beranjak ke helikopter dimana Sammy sudah terbaring dengan beberapa peralatan medis tapi tangannya di ikat di sisi ranjang untuk sekedar antisipasi. Anak lelaki itu mendapatkan beberapa luka di kepala saat bertarung dengan Budi, bahkan salah satu lukanya ia dapatkan saat bertarung dengan ayahnya sendiri. Sharon menatap wajah kakaknya, duduk di sampingnya.

"Aku harap kamu akan baik-baik saja, bukankah kita baru bertemu......jadi kamu harus kembali!" desisnya.

Danny berhasil menghantam Ferian beberapa kali hingga tak sadarkan diri, ia memeriksa apakah orang itu masih hidup atau tidak. Ternyata Ferian hanya pingsan, tak apa tapi asap dari gas itu semakin tebal dan mulai membuatnya tak bisa bernafas. Ia mencoba mencari keycard yang tadi terlempar untuk membuka pintu kaca yang tebal itu, tapi pandangannya tertutupi asap. Sementara tadi ia sudah mencoba menekan tombol yang di tekan oleh Ferian tapi tak berhasil. Ia takut jika salah menekan tombol bisa-bisa nanti malah meledakan tabung itu. Danny mulai terbatuk-batuk, ia memegang dadanya karena nafasnya semakin tercekat. Ia mendekati pintu kaca dan mencoba mendobraknya, itu tidak berhasil lagipula tubuhnya mulai lemas. Ia mengetuk pintu itu beberapa kali dengan tinjunya. Rasanya ia sudah mulai tak bisa bertahan, perlahan tubuhnya merosot ke lantai.

Jonan menjebol pintu ruangan itu, ia segera menyuruh semua anak buahnya menyebar ke dalam tetap dalam siaga.

"Jendral!" seru salah satu anak buahnya, Jonan segera menghampirinya. Danny bisa mendengar suara itu, ia pun meletakan tangannya di kaca dengan lemah. Secara samar Jonan bisa mengenali siapa yang ada di dinding kaca dalam ruangan itu.

"Danny!" desisnya, ia mendekatinya. Melihat temannya sudah terlihat semakin lemah, "bertahanlah, aku akan mengeluarkanmu!" serunya. Mereka mulai mencoba membuka pintu kaca itu dengan alat pemindai untuk mengetahui kodenya. Semuanya memakai masker pelindung agar tak menghirup asap dari dalam ruangan itu. Beberapa pihak juga mengamankan cairan-cairan yang ada dalam ruangan itu, Jonan bahkan meminta bantuan tambahan untuk datang ke tempat itu karena ternyata banyak zat berbahaya yang harus di amankan.

Setelah pintu terbuka, mereka segera membawa tubuh Danny yang sudah tak sadarkan diri keluar dari sana. Mereka juga menemukan Ferian yang ternyata masih bernafas. Danny segera mendapatkan pertolongan medis, tapi karena ia sudah terkontaminasi maka para ahli medispun harus menggunakan pelindung saat menanganinya.

Sharon hendak berlari ke arah ayahnya ketika ia melihat tubuhnya ayahnya di bawa keluar dari gedung itu tapi ia di hentikan karena untuk saat ini ia tak boleh berada terlalu dekat dengan Danny. Mereka segera di terbangkan dengan helikopter menuju rumah sakit. Saat dalam perjalanan Sharon bertanya pada salah satu dokter yang berada satu helikopter dengannya.

"Apa yang terjadi dengan papaku dok, kenapa aku tidak boleh menemuinya?"
"Dia menghirup banyak gas beracun yang mengandung sianida dan beberapa virus berbahaya, tubuhnya harus di sterilkan dulu atau kau juga bisa terkontaminasi!"
"Separah itukah?"

Dokter itu mengangguk pelan, Sharon kembali mengalirkan airmatanya. Bibirnya bergetar ketika ia mengucap pertanyaan berikutnya.

"Apa.....yang akan terjadi padanya?"
"Kami masih belum tahu, tapi kemungkinan terburuknya.....dia bisa meninggal dalam hitungan jam!"

Sharon terpaku seketika, seluruh tubuhnya bagai di sengat listrik 1000 whatt. Buliran bening makin deras membanjiri pipinya, perlahan ia menundukan kepalanya. Menatap Sammy yang juga masih terkolek lemah. Di depannya, kakaknya sedang meregang maut dan di sisi lain papanya juga sedang mengalami hal yang sama. Bahkan lebih parah, mungkin saja ia tidak akan sempat bertemu atau berbicara. Pundaknya bergoncang hebat, isak tangisnya terdengar pilu oleh sang dokter yang akhirnya mencoba menenangkannya ke dalam pelukannya.

**********

A Danny Hatta Novel Trilogi ;

# Price of Blood (the last novel)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun