"Kalian tak apa-apa?"
"Kami membutuhkan pengobatan, terutama Sammy!" sahut Sharon. "dimana Danny?" tanya Jonan, "papa masih di dalam bersama orang itu, ku rasa papaku butuh bantuan!"
"Baiklah, Bagus!" seru Jonan pada salah satu anak buahnya, "kau bawa mereka bersama regumu keluar dari sini, pastikan mereka baik-baik saja!" perintahnya.
"Siap pak!"
Beberapa orang mengambil alih tubuh Sammy karena melihat kondisi Budi yang cukup parah, Sharon juga terlihat sedikit shok. Sementara Jonan tetap melanjutkan langkahnya masuk ke dalam.
Setelah keluar dari gedung itu, Sammy segera mendapatkan penanganan kusus, apalagi dengan apa yang di ceritakan Sharon tentang kakaknya itu. Sammy memang membutuhkan pengobatan kusus agar bisa kembali normal, sementara Sharon menghampiri Budi yang juga sudah tergelatak lemah.
"Apa kau akan baik-baik saja?" tanyanya.
"Jangan khawatirkan aku!"
"Kau yang membantu papa datang kemari kan, apa kau teman papa?"
"Teman....., he....he....itu terdengar tidak buruk!"
Ia kembali merintih, ada tiga peluru yang ternyata bersarang di tubuhnya. Di pundak, dada dan punggungnya. Membuatnya mulai kehabisan darah, wajahnya sudah semakin pucat. Matanya mulai sayu, "terima kasih, jika kau tak bersama kami. Mungkin saja.....!" Sharon teringat saat Sammy kembali menjadi buas dan hampir membunuhnya.
"Jangan pikirkan itu, aku-senang melakukannya. Oya-tolong sampaikan pada papamu....., aku merasa terhormat bisa membantunya!"
"Kenapa kau bicara seperti itu?"
Budi mengembangkan sebuah senyuman, ia mengalihkan pandangannya dari wajah gadis 12 tahun di sampingnya. Menatap ke langit luas di atas sana, ia seperti melihat wajah Erika tersenyum padanya. Lalu perlahan ia pun menutup matanya dan terdiam.
"Hei...., hei....kau-masih di sini?" desis Sharon lirih, tapi pria itu tak bergerak sedikitpun. Ada buliran bening yang jatuh dari mata Sharon, bagaimana pun pria itu menyelamatkan nyawanya juga menyelamatkan Sammy. Ia menyentuh lengan pria itu, seolah ingin mengucap sesuatu tapi ia hnaya diam memandangnya saja lalu beranjak ke helikopter dimana Sammy sudah terbaring dengan beberapa peralatan medis tapi tangannya di ikat di sisi ranjang untuk sekedar antisipasi. Anak lelaki itu mendapatkan beberapa luka di kepala saat bertarung dengan Budi, bahkan salah satu lukanya ia dapatkan saat bertarung dengan ayahnya sendiri. Sharon menatap wajah kakaknya, duduk di sampingnya.
"Aku harap kamu akan baik-baik saja, bukankah kita baru bertemu......jadi kamu harus kembali!" desisnya.
Danny berhasil menghantam Ferian beberapa kali hingga tak sadarkan diri, ia memeriksa apakah orang itu masih hidup atau tidak. Ternyata Ferian hanya pingsan, tak apa tapi asap dari gas itu semakin tebal dan mulai membuatnya tak bisa bernafas. Ia mencoba mencari keycard yang tadi terlempar untuk membuka pintu kaca yang tebal itu, tapi pandangannya tertutupi asap. Sementara tadi ia sudah mencoba menekan tombol yang di tekan oleh Ferian tapi tak berhasil. Ia takut jika salah menekan tombol bisa-bisa nanti malah meledakan tabung itu. Danny mulai terbatuk-batuk, ia memegang dadanya karena nafasnya semakin tercekat. Ia mendekati pintu kaca dan mencoba mendobraknya, itu tidak berhasil lagipula tubuhnya mulai lemas. Ia mengetuk pintu itu beberapa kali dengan tinjunya. Rasanya ia sudah mulai tak bisa bertahan, perlahan tubuhnya merosot ke lantai.
Jonan menjebol pintu ruangan itu, ia segera menyuruh semua anak buahnya menyebar ke dalam tetap dalam siaga.