Part 24
Sharon terpaku ketika mendengar bunyi klik dari senjata api yang moncongnya menempel di kepalanya. Ferian menatapnya tajam, "darah harus di bayar dengan darah!" desisnya, tapi saat pria itu menarik pelatuknya Sammy sudah berdiri di kakinya, menarik lengannya menjauh dari kepala Sharon tepat saat sebuah setusan melesat dari senjata itu. Sharon memejamkan mata seketika, dengan cepat Sammy meninju pria itu hingga terpental dan senjata di tangannya pun terlempar. Perlahan Sharon membuka matanya, ia memegang kepalanya yang masih utuh dan menghembuskan nafas lega. Ia menoleh ke arah Sammy dan Ferian yang sedang bergulingan saling menyerang.
"Sammy!" desisnya, ia senang karena Sammy sudah kembali tapi ia juga khawatir karena Sammy baru saja terlepas dari pengaruh buruk. Entah obat apa yang di berikan pria itu pada kakaknya tapi itu pasti akan memiliki efek buruk. Sementara Danny masih menghadapi beberapa orang anak buah Ferian yang cukup tangguh hingga membuatnya kewelahan, bahkan ia babak belur. Seseorang mendatangi tempat Sammy dan Ferian bertarung, ia segera memungut Sammy dari Ferian dan memberikannya sebuah tinju hingga terpental ke lantai. Sharon tercekat, "Sammy!" teriaknya, bersamaan dengan itu Budi masuk ke dalam ruangan itu. Ia langsung menembak beberapa orang yang sedang menghajar Danny. Membuat semua orang menoleh, Sharon segera menghampiri Sammy.
"Sammy!" desisnya, ia membantu Sammy berdiri. Melihat hal itu Ferian sudah tidak peduli lagi dengan yang lainnya, ia segera berjalan cepat ke arah ruangan berkaca di sentral tempat itu. Menggesekan sebuah card untuk membukanya, pintu terbuka dan ia memasuki ruangan itu. Ia mendekati sebuah tempat, memandangi benda itu.
"Sammy, kamu nggak apa-apa?" cemas Sharon, "I'm fine!" sahutnya memegang dadanya, "apa yang terjadi?"
"Kamu sungguh nggak ingat?"
Sammy menggeleng. Sementara Budi membantu Danny bertarung dengan sisa orang-orang itu, Sharon membantu Sammy berjalan, tapi seseorang menghadang langkahnya. Dia adalah pria yang memukul Sammy beberapa detik lalu. Ia melangkah mendekat sementara keduanya mundur. Tapi seseorang memukulnya dari belakang hingga membuatnya terjatuh, tapi orang itu masih sadar dan segera bengkit. Berbalik menatap Danny tajam, sepertinya pria yang satu ini akan cukup tangguh.
Di basement Jonan baku tembak dengan beberapa orang yang mengawal Anton, sementara Anton memasuki mobil super cepat itu. Tapi tembakan bertubi-tubi mengarah padanya, ia segera menyalakan mesin yang masih memakai kode itu, sementara lontaran timah panas masih menbabi buta kepadanya. Mobilpun mulai berjalan dengan di ikuti lemparan peluru tapi sayangnya, salah satu ban belakang mobil itu terkena tembakan dua kali. Membuatnya menjadi oleng tak terkendali, ia menuju sebuah lorong tapi karena ia tak sanggup mengendalikannya maka iapun menabrak tembok hingga kepalanya terbentur. Beberapa orang segera menghampirinya, membuka pintu dan mengeluarkannya dari mobil itu. Meringkusnya, ia tak melawan karena kepalanya masih berputar akibat terbentur, bahkan dahinya berdarah. Salah satu orang memungut tas yang di bawa oleh Anton dan menyerahkannya pada Jonan. Jonan menyuruh beberapa orang untuk membuka tas itu, mereka memakai masker pelindung karena tahu apapun yang berada di dalam tas itu adalah zat berbahaya.
*****
Danny bertarung dengan orang itu, lawannya itu memang sangat tangguh. Apalagi kondisinya yang sudah cukup lelah, untungnya Budi sudah berhasil mengalahkan yang lain meski dirinya mendapatkan tembakan di perutnya. Ia membantu Danny menumbangkan lawannya dengan menembaknya beberapa kali saat orang itu terpental. Danny menatap mayat orang itu sejenak lalu menghampiri anak-anaknya, memeluk mereka erat.
"Papa!" desis Sharon memeluknya, "kalian tidak apa-apa?" tanya Danny, keduanya menggeleng. Danny melepaskan keduanya, "kalian harus pergi dari sini!"
"Kita pergi sama-sama!" ajak Sharon.
Danny membawa Sharon dan Sammy ke arah Budi, menatap pria itu. "apapun yang terjadi, aku ingin kau memastikan mereka keluar dari tempat ini dengan aman!" pintanya. "jangan khawatir, aku akan membawa mereka keluar dalam keadaan hidup!" janjinya.
"Apa maksud papa?" seru Sharon.
Danny melirik Ferian yang sedang menekan beberapa tombol di dalam ruangan berkaca itu, sepertinya bajingan itu hendak membuka tabung berisi gas beracun itu. "aku akan berusaha menghentikan Ferian!" sahutnya.
Sammy dan Sharon menggeleng bersamaan, "tidak!" desis Sharon, "Dad!" seru Sammy. Danny memandang kedua anaknya, "kalian tidak perlu khawatir, aku akan baik-baik saja. Sammy, kau harus berjanji padaku. Bawa adikmu pergi dari sini, pastikan dia selamat!" pintanya.
"Pa....!" desis Sharon,
Danny membawa keduanya keluar dari ruangan lab bersama Budi yang terlihat meringis-meringis. Ia mendorong kedua anaknya keluar dari ruangan itu, "kalian harus segera keluar dari sini!"
"Tapi pa!"
Danny segera menekan sebuah tombol di sisi pintu, pintupun mulai berderit. Sharon hendak melangkah tapi Sammy menahan tangannya, "papa!" serunya, perlahan pintu tertutup rapat. Danny menguncinya.
"Papa!" teriak Sharon,
"Kita harus pergi dari sini!" ajak Sammy,
"Tidak, kita tidak bisa meninggalkan papa!"
"Tapi di dalam sangat berbahaya, kita membutuhkan bantuan dari luar!"
"Sammy!"
"Dia benar, kita membutuhkan alat untuk melindungi diri dari benda-benda itu. Ada bantuan di luar!" seru budi agar Sharon mau ikut, tapi gadis kecil itu rasanya masih tak mau ikut keluar. Tiba-tiba Sammy merasa kepalanya kembali sakit, ia memegang kepalanya seraya meraung.
"Sammy, kamu kenapa?" panik Sharon, "arrrggghhhh!" teriaknya.
Sementara Danny menghampiri Ferian ke dalam ruangan kaca itu, "seharusnya kau pergi!" seru Ferian seraya menekan sebuah tombol di meja, pintu di belakang Danny terutup seketika. Terkunci. "apa yang kau lakukan terhadap benda itu?"
Ferian malah tertawa, "kau mau tahu menuju kemana serum itu?" tunjuknya dengan matanya. Danny melirik tabung besar di sampingnya. Ia terdiam, menunggu Ferian memberinya penjelasan. "tabung itu terhubung ke pipa air minum warga, jika ku tekan tombol ini maka semuanya akan mengalir ke daerah pemukiman. Bercampur dengan air yang mereka gunakan untuk minum, mandi dan makan. Dosisnya sudah di sesuaikan, siapapun yang terkena racun itu akan mati perlahan. Sama seperti rekan-rekanmu!"
"Kau tidak seharusnya melibatkan warga yang tidak tahu apa-apa!" geram Danny, "aku mendapatkan proyek besar dalam hal ini. Kau tahu....tidak akan terjadi apapun padaku karena satu-satunya serum penawar itu sudah bercampur ke dalam darahku. Jika aku mati atau tubuhku hancur, penawar itu tidak akan bisa di gunakan lagi!"
"Kau memang bedebah!"
Ferian membawa sebuah benda di tangannya, ia melirik keluar ruang kaca. "semua benda di luar itu tak berarti apa-apa, tapi di dalam ruangan ini.....bisa saja membunuhmu!"
"Aku tidak pernah takut mati, tapi sebelum aku mati.....aku tidak akan membiarkanmu mencelakai lebih banyak orang yang tidak bersalah!"
"Ha....ha...., kenapa kau peduli pada mereka? Mereka hanya segelintir orang-orang yang tidak berguna, aku bisa memberimu penawaran.....jika kau biarkan aku pergi, aku akan membagi 50% keuntunganku padamu. Bagaimana?"
"Aku tidak tertarik dengan uangmu!" tolak Danny,
"Kalau begitu kau memilih mati?"
"Kau yang akan mati!" Danny mulai melangkah, tapi Ferian menunjukan benda di tangannya. Membuat Danny menghentikan langkah, "jika kau berani menyerangku, akan ku pastikan para warga mati hanya dalam waktu kurang dari sejam!" ancamnya. Ferian melirik benda di pinggang Danny.
"Berikan senjata apimu?" pinta Ferian, Danny mengepalkan tinjunya tapi ia menuruti keinginan Ferian. Ia mencabut senjata apinya dan melemparnya ke arah Ferian. Perlahan Ferian merunduk untuk memungut benda itu, matanya masih melekat pada Danny tapi Danny lebih cepat dari dugaannya. Ia menyerang Ferian dengan cepat, membuatnya terjatuh. Benda di tangannya terpental ke lantai. Danny memberinya beberapa hantaman di wajah, Ferian melawan. Ia menendang punggung Danny hingga menyingkir dari atasnya. Ferian pun bangkit, Danny menyerangnya kembali dan dia melawan. Kini keduanya berkelahi, mata Ferian melirik ke benda di sudut ruangan. Ia harus mendapatkan benda itu kembali agar bisa terlepas dari Danny Hatta, hanya jika ia memegang benda itu ia bisa menghentikan Danny untuk menyerangnya.
Sementara Sharon sedang mencoba menenanhkan Sammy yang kesakitan, "lakukanlah sesuatu?" pinta Sharon terhadap Budi, Budi sendiri tidak tahu apa yang terjadi dengan anak lelaki itu. Ia mencoba mengangkat tubuhnya, "sebaiknya kita membawanya keluar dari sini, aku yakin di luar Jendral Jonan membawa dokter!"
"Tapi....!"
"Kita tidak punya waktu!" ajak Budi seraya membantu Sammy berdiri di bantu dengan Sharon. Tapi tiba-tiba Sammy terdiam, keduanya bingung. Perlahan ia menurunkan tangannya dari kepala, mengangkat kepalanya perlahan dengan tegap.
"Sammy!" desis Sharon,
Sammy melirik Sharon lalu mendorongnya keras, membuat tubuh gadis itu terpental ke tembok. Sebelum Budi bereaksi, Sammy juga menghantamnya hingga terpental. Sharon merintih kesakitan, ia mencoba berdiri.
"Sammy, apa yang terjadi padamu?" tanyanya, Sammy yang tadinya hanya diam menoleh mendengar suara Sharon, iapun melangkah dengan cepat ke arah gadis itu. Tanpa memberi ruang ia segera mencengkeram leher Sharon sekuat tenaga, Sharon mencoba melepaskan cengkraman kakaknya di lehernya. Tapi tangan yang melingkari lehernya itu sangat kuat, ia mulai sesak nafas.
"Sam-sammy!" desisnya tercekat, hampir tak terdengar. Budi segera menghampiri mereka, mencoba melepaskan tangan Sammy dari leher adiknya, tapi tangan anak lelaki itu sangat kuat.
"Sammy, Sammy lepaskan!" seru Budi, Sammy malah menghantam Budi, melepaskan Sharon. Tubuh gadis itu merosot ke lantai seraya terbatuk-batuk memegang lehernya. Tubuhnya sudah cukup lemas karena hampir kehabisan nafas. Kini Budi bertarung dengan Sammy, kekuatan anak itu menjadi bertambah lebih tangguh seperti orang dewasa. Budi sampai kewelahan menghadapinya, bahkan anak itu berhasil merebut senjata api yang ia selipkan di pinggangnya beberapa menit lalu saat hendak membantunya. Tak menunggu lama, Sammy menembak Budi dan mengenai dada kanannya. Membuat pria itu terpental ke tembok. Perlahan Budi jatuh ke lantai, Sharon hanya terdiam menyaksikan hal itu.
"Sammy!" desisnya lirih, tapi suaranya masih terdengar oleh Sammy. Membuat anak itu menoleh padanya lagi dengan tatapan yang mengerikan. Itu bukan Sammy, dia lebih terlihat seperti monster. Perlahan tubuh Sammy berputar ke arahnya, senjata api masih di tangannya. Masih terlihat kepulan asap di moncongnya. Sharon menatapnya dengan rasa takut juga perasaan tak percaya kalau Sammy bisa berubah sekeji itu. Ternyata dia belum benar-benar sadar dari pengaruh eksperimen yang di lakukan pria itu, sekarang Sammy mengangkat tangannya yang berisi senjata api ke arah Sharon. Membuat gadis itu makin tercekat, dari ekspresi wajahnya Sammy sudah siap menarik pelatuk untuk membidik adiknya sendiri.
**********
A Danny Hatta Novel Trilogi ;
# Price of Blood (the last novel)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI