Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Saat Terakhir

13 September 2015   15:02 Diperbarui: 13 September 2015   15:20 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apa kau pikir mereka semua bersih, tuan.... Koresponden! mereka tak lebih dari sekedar penjilat!" cibirnya dengan nada yang sungguh mengejek, "tak semuanya kotor, setidaknya ada yang menjadi salah sasaran, dan kurasa...itulah kegagalan proyek kalian!" balasku cukup berani, dia menyunggingkan senyum sinis yang membuatku muak. Tapi tiba-tiba....

Darr...pyarrr.....

Tubuhnya tersungkur kesamping bersamaan dengan bunyi tembakan yang melesat melubangi dinding kaca tepat di samping meja kami, hampir semua orang di ruangan itu menjerit histeris, aku langsung saja melonjak dari dudukku. Sebuah tembakan susulan menghampiriku saat aku berlari, tak hanya sekali, tetapi beberapa kali. Aku berhambur meninggalkan coffeshop bersama orang-orang, ku rasakan beberapa orang terkapar karena menerima peluru nyasar yang sepertinya harusnya untukku. Sorang sniper sepertinya di persiapkan untuk menghabisi kami berdua karena mencium pertemuan rahasia kami.

Aku terus berlari di jalanan mencari tempat berlindung, meski sudah tak ku dengar lagi lesatan peluru yang mengejarku. Langsung saja aku berlari menembus keramaian agar sulit bagi mereka menemukanku. Aku memasuki gang dengan terhuyung, tiba-tiba saja kepalaku jadi pening, dan baru ku rasakan ada rasa nyeri di sisi perutku. Aku berhenti dan melihat perutku yang ternyata ternoda oleh cairan merah yang kental, ku raba, aku terkejut ketika ku rasakan perutku berlubang, sepertinya cukup besar hingga saat ku masukan telunjukku bisa masuk, tapi aku masih hidup dengan darah mengucur dari perutku. Ku raba tembok agar tubuhku tak ambruk, kenapa tempat ini begitu sepi? Tidak adakah orang yang bisa membantuku? Ternyata peluru itu berhasil juga bersarang di tubuhku, entah kapan memasukinya, mungkin saat aku hendak berlari atau saat sedang berlari?

Aku mulai memaksakan diri untuk kembali berjalan, ku rasakan langkahku semakin berat. Ku dengar hpku berdering, ku raba kantong celanaku untuk menggapainya. Tetapi tubuhku malah ambruk ke dinding, aku masih mencoba untuk tak tersungkur, ku rogoh kantongku untuk mendapatkan hpku, nama istriku terpapar di layar, segera saja ku tekan tombol terima dan ku tempelkan di telingaku,

"Halo sayang....!" suaraku terengah, tapi suara di seberang sana lebih terengah dariku, "sayang, kau dimana?" tanyanya memburu, "aku....!"

"Argghhh....., sayang aku tidak kuat lagi. Hah....ufhhhh...., sepertinya....ufhhh....anak kita akan lahir....!"

Mataku terbeliak, aku mencoba berdiri tetapi kakiku terpeleset hingga jatuh terduduk, "sayang....,kau bisa panggil taksi saja!" suruhku,

"Ufhhhh.....ehmh.....aku...ufhhh....aku tidak kuat berjalan....hah....ada darah....!" suaranya makin tak karuan, sepertinya Ratih memang akan melahirkan secepatnya, bagaimana ini, aku harus segera pulang dan membawanya ke rumah sakit, aku tak mau terjadi sesuatu pada mereka. Tapi....sial! Tubuhku sulit sekali bergerak, tubuhku di banjiri oleh darahku sendiri. Bahkan ku rasakan kepalaku mulai berputar, pandanganku mulai berkunang-kunang tak karuan. Suara rintihan istriku tak mampu lagi aku tangkap.

Lebih sial lagi, di saat seperti ini ku lihat seseorang sudah berdiri di hadapanku. Entah darimana dia datang, aku tak sempat memperhatikan. Sebuah senjata api laras panjang dia acungkan ke arahku, tanganku mulai terkulai dengan hp masih ku genggam. Suara istriku masih bisa ku dengar sayu merintih-rintih dan berteriak, entah apa yang terjadi padanya, ku harap ada tetangga yang mendengar dan menolongnya mengingat kami termasuk warga yang berbaur dan menjaga sikap baik terhadap tetangga.

Ku rasakan tubuhku mulai bergetar, mungkin karena darahku sudah mendekati habis. Secara samar ku tatap wajah orang yang menatapku tajam dan beringas itu seraya menodongku, siap menghujamkan seluruh isi senjatanya ke tubuhku yang sudah tak berdaya ini, tapi aku masih berdoa semoga Tuhan mengirim seseorang untuk menyelamatkanku dari ini, aku masih ingin hidup. Ingin melihat istriku, ingin melihat buah cinta kami yang sedang di perjuangkannya dengan nyawanya, aku juga berdoa agar mereka bisa selamat dan baik-baik saja, dalam keadaan seperti ini aku jadi ingat...aku pernah melakukan sebuah kesalahan dan tak pernah memberitahukan Ratih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun