Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Price of Blood #Part 21

25 April 2015   23:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:40 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jenderal Jonan sendiri mondar-mandir tak jelas menunggu kabar dari Danny. Sepertinya temannya itu tak memakai alat komunikasi yang sudah di persiapkan. Bahkan mobil yang sudah di beri alat pelacakpun di tinggalkan di hutan.

"Bagaimana Jendral, belum ada kabarkah?" tanya Kapten Radi.
"Sepertinya kita tidak bisa menunggu terlalu lama, persiapkan saja semuanya. Kita berangkat 5 menit lagi!" suruhnya,
"Siap Jendral!"

"Bagaimana, kau sudah menemukan jalan masuk?" tanya Danny,
"Aku masih mencari!"
"Bisakah kerjamu di percepat, anak-anakku bisa saja sedang sekarat di dalam!" marahnya, "jangan terlalu jadi pemarah, nanti kau cepat ubanan!"
"Bukan waktu yang tepat untuk bercanda!"

Tawa keluar dari mulut Budi yang masih mencoba mencari celah dari atas menara, ia melihat seseorang yang sedang memantau dari atas gedung. Ia pun membidik orang itu tepat di kepalanya hingga tersungkur tanpa suara.

"Jika kau bisa memanjat, pergilah ke kiri dan naik. Sepertinya kau bisa masuk dari atas, aku di belakangmu!"
"Sial, kenapa kau menyuruhku jadi serangga?"
"Itu lebih aman ketimbang kau harus membuang tenagamu bertarung dengan para bajingan di pintu masuk!"

Meski mengomel Danny tetap mengikuti instruksi pria itu, soal memanjat.....jangan di tanya. Danny juga ahli, apalagi itu hanya tiga lantai. Budi juga melumpuhkan seseorang lagi di atap, tak tanggung-tanggung ia membidik beberapa orang pula yang sedang berjalan di samping kiri. Dimana Danny sedang berusaha naik, jika ternyata musuhnya banyak begitu mereka memang membutuhkan bantuan lebih. Tapi itu hanya bisa di lakukan jika Danny sudah masuk dan tahu bahaimana keadaan anak-anaknya.

Danny sampai juga di atap gedung itu, ia sedikit mengendap. "bagaimana posisiku?" tanyanya pada Budi, "clear, ada lubang udara tak jauh darimu. Di ujung tempat itu juga ada akses pintu masuk, tapi sebaiknya jangan ambil jalan itu jika kau tak mau repot!"

Danny berjalan ke arah lubang udara itu dan membukanya, ia memasukan dirinya ke dalam. Semoga saja muat, tubuhnya meluncur turun satu lantai. Lalu ia harus melata untuk bisa menyusuri ruangan sempit itu hingga tembus ke suatu koridor, ia pun keluar dari sana. Celingukan setelah mendarat di lantai, ada kamera cctv di ujung. Ia pun merapat ke tembok, mencabut senjata apinya dan memasang peredam suara lalu membidik kamera itu. Ia mulai melangkahkan kaki, tapi ada suara langkah kaki dan suara dua orang pria. Danny segera berhenti, lalu dengan cepat ia melangkah seraya menodongkan senajatanya. Ketika dua orang itu muncul ia langsung menembaknya tepat di kepala hingga membuat keduanya tersungkur seketika. Ia tak menghiraukan dua mayat itu, ia langkahi saja.

Sharon juga berhasil memindahkan ikatannya ke depan dan membukanya dengan gigi. Ia mencoba menggedor pintu, membuka kunci dengan penjepit rambutnya tapi tetap saja tak berhasil. Tapi ia tak menyerah, ia terus memutar-mutar gagang pintu. Memukul-mukul daun pintunya dan berteriak. Danny yang melewati tempat itu berjalan dengan hati-hati, setiap ruangan yang ia lalui ia intip melalui kaca kecil yang ada di pintu. Hingga ia melalui ruangan dimana Sharon berada, kebetulan gadis itu sedang menyandarkan ujung dahinya di kaca. Mata Danny membelalak seketika, "Sharon!" desisnya. Tapi gadis itu tak mendengarnya, maka Danny memutar gagang pintunya. Membuat Sharon mengangkat kepalanya seketika. Ia begitu antusias melihat papanya.

"Papa" serunya meski Danny tak bisa mendengar suaranya, ia tetap berusaha berbicara agar papanya bisa mengeluarkannya. Danny tahu pintu itu hanya bisa di buka dengan kode, jika ia merusaknya pasti alarm akan berbunyi. Ia memandang putrinya dan meletakan tangannya di kaca seraya berdesis, "tunggu sebentar!"

Sharon mengangguk, ia mengerti perkataan papanya meski tak mendengar suaranya. Tapi begitu Danny menoleh, beberapa orang melihatnya dan langsung menembaknya. Ia pun menghindar, hal itu terlihat oleh Sharon dan membuatnya panik. "papa!" sekali lagi ia berteriak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun