Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

White Rose #3 ; Pertemuan Pertama

31 Maret 2015   14:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:44 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Rose hanya tersenyum hambar, "eh, kamu laper nggak. Cari makanan yuk!" ajak Dika, "eh....terima kasih. Tapi aku nggak laper!" tolaknya. "aku traktir deh!"
"Tapi aku belum lama makan!"
"Kamu takut di jailin kaya' tadi lagi. Nggak usah takut, ntar biar aku yang usir!"
"Bukan itu....., memangnya....kamu nggak malu jalan sama aku?"
"Kenapa mesti malu?"
"Karena aku pincang!"

Dika tertawa lembut, "udah, aku laper banget nih. Yuk!" katanya menyodorkan tongakt itu dan membantu Rose berdiri. Dika mengajaknya makan bakso, biasanya Rose selalu makan di rumah. Ia tak berani beli makanan di luar, lagipuka paman Fahri selalu membuat makanan kesukaannya, entah darimana pria itu tahu tapi sepertinya ia sudah tinggal dengannya selama ini.

Dalam perjalanan pulang Rose juga bercerita kalau sebenarnya dia juga suka banget main basket. "Mawar, kamu nggak boleh berfikir seperti itu. Kamu harus yakin kalau kamu bisa sembuh dan bisa main basket lagi!" seru Dika memberinya semangat.
"Aku nggak tahu, kata dokter....kakiku nggak akan pulih seperti semula!"
"Itu kan kata dokter, dan dokter bukan Tuhan. Jadi kamu harus percaya kalau Tuhan bakal nyembuhin kaki kamu. Gini aja deh...., kita taruhan.....kalau kaki kamu sudah sembuh nanti. Kita tanding basket, kalau kamu kalah....kamu jadi pacar aku!"
"A....pacar...., kamu itu ngomong apa?"
"He....becanda, ya udah...pokoknya kalau kamu udah sembuh kita tanding. Gimana?"
"Ehm.....ok!"
"Deal ya!"
"Deal!"

Keduanya menautkan kelingking seraya tersenyum. Tanpa terasa mereka sudah berada di depan rumah Mawar, "kamu tinggal di sini?"
"Iya, sepertinya paman Fahri nggak ada di rumah. Jadi kamu nggak boleh masuk!"
"Oh...nggak apa-apa. Kamu masuk aja, aku juga mau pulang!"
"Makasih ya!"

Dika tersenyum, "besok boleh kan aku ajak kamu main lagi?" tanyanya. Rose mengangguk pelan, Dika melebarkan senyumannya, "dah...!" katanya melambai lalu berbalik. Berjalan meninggalkan tempat itu. Sejak tinggal di sini, ini kali pertamanya ada anak yang mengajaknya bermain. Tapi anak itu bukanlah penduduk sini pula melainkan anak Jakarta pula yang sedang berlibur ke rumah neneknya. Dan apakah kalau anak itu kembali ke Jakarta dirinya akan kembali sendiri?

*****

Ricky sudah semakin akrab dengan Sharon dan keluarga pak Arga. Bahkan sekarang dia tidak ragu memanggil pak Arga dan istrinya dengan sebutna papa dan mama. Ia juga menganggap Sharon sebagai adiknya meski tetap saja ia masih menyebut nama Rose di setiap tidurnya.

Ricky juga selalu melindungi Sharon dari anak-anak jail di sekolah, setiap ada yang menjailinya ia pasti akan langsung turun tangan. Hal itu membuat Sharon semkain manja padanya karena sekarang ia memiliki kakak yang akan melindunginya kapanpun dan dimanapun. Hal itu sebenarnya selalu mengingatkannya pada Rose, ia sungguh masih tak bisa memaafkan dirinya karena hingga saat ini ia belum bisa menemukan adiknya. Tapi ia percaya bahwa adiknya masih hidup.

Ricky duduk di belakang rumah sambil memainkan harmonika yang dulu ia berikan pada Rose. Hanya dengan memainkan lagu kesukaan Rose, rasa rindunya sedikit terobati. Airmata mengalir di pipinya, alunan suara harmonika itu seolah memanggil tawa tawa Rose di telinganya. Orangtuanya terenggut akibat kecelakaan mobil yang menyebabkan sedikit trauma pada adiknya, dan ia tetap memaksa adiknya untuk kembali menaiki mobil meski adiknya sudah menolak dan takut kalau kecelakaan itu akan terulang. Dan kecelakaan itu benar terulang, kini bahkan memisahkannya dengan adiknya. Kematian orangtuanya bisa ia iklaskan tapi adiknya, hidup atau mati saja ia masih tak tahu. Bagaimana ia bisa mengiklaskannya? Sharon berjalan perlahan menghampiri Ricky yang masih asyik bermain harmonika. Dia duduk di sampingnya dan memperhatikannya.

Ricky menghentikan permaiannya ketika menyadari kehadiran Sharon. Lalu ia menunduk, "kak Ricky merindukan Rose ya?" tanyanya. Ricky hanya diam saja seraya menghapus airmatanya. Sharon menyentuh tangan Ricky dan berkata, "jangan sedih terus dong kak, kan di sini juga ada Sharon. Sekarang Sharon kan juga adiknya kak Ricky, kak Ricky boleh kok anggap aku sebagai Rose!" desis Sharon.

Ricky menoleh padanya dan tersenyum, "terima kasih ya, aku tahu. Maaf!" serunya lalu memeluk Sharon. Ia memang mulai menyayangi Sharon tapi tetap saja dia Sharon bukan Rose. Dan tidak akan pernah menjadi Rose.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun