Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Price of Blood #Part 19

3 April 2015   10:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:36 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Part 19

"Apa! Jadi Danny belum dapat apapun di sana?" seru Karen,


"Tapi setidaknya kita tahu siapa orangnya, dan kita tahu dimana letak lab itu. Hanya....akan membutuhkan strategi yang matang untuk masuk ke sana!" seru Frans, "kita bisa minta bantuan aparat di sana kan?" timpal Karen.

"Kita tidak bisa bertindak gegabah atau Sharon dan Sammy yang akan celaka!" sambung Vincent, "sekarang nyawa mereka taruhannya!"


"Tapi kita tidak bisa diam saja seperti ini!" cemas Karen.

"Danny akan mencari jalannya, ku rasa kau lebih tahu dia!" timpal Frans, Karen menatapnya. Menyilakan rambutnya dengan jari lalu menaruh tangannya di pinggang, sedikit memutar tubuhnya. Ekspresi cemas jelas terlihat di wajahnya, iapun menghempaskan diirnya di sebuah kursi.


Ada keheningan dalam ruangan itu, "kami sudah menghubungi kepolisian di sana, juga markas TNI. Mereka akan menyusun rencana yang tepat sebelum menyergap!" seru Letnan Heru. "Pihak Departemen juga ikut ambil bagian, mengingat ini ada hubungannya dengan insiden belasan tahun lalu di saat Pak Johannes Martin masih berkuasa!"


Karen menoleh Letnan Heru spontan, "papa!" desisnya.


*****


Danny merangkul Jendral Jonan begitu mereka bersua, "hai kawan, di sangka kau harus kembali terseret kemari!" seru Jonan, "bagaimana pantauanmu?" tanya Danny, ia tak ingin berbasa-basi. Sekarang tak ada waktu untuk hal seperti itu.


"Lab itu berada di atas bukit, akses jalan ke sana bahkan di jaga orang-orang bersenjata lengkap. Beberapa spy yang aku kirim tak pernah kembali, sepertinya mereka menghabisinya!" jelas Jonan. "oh...shit!" maki Danny, "lalu kenapa selama ini kalian tak menyergap mereka saja langsung sebelum mereka bertindak sejauh ini?" kesalnya.


"Lab itu memiliki ijin resmi buka kembali, tentunya......dengan manipulasi. Dan kau pasti tahu, selalu ada yang terlibat di dalam sana. Kita tidak bisa seenaknya menggrebek tempat itu sebelum mendapatkan bukti lebih dulu bahwa apa yang mereka lakukan itu membahayakan dunia!"


"Aku akan kesana!" seru Danny,

"Jika kau berfikir untuk ke sana sendiri, kurasa itu bukan ide bagus!"

"Bajingan itu menculik anak-anakku, aku tidak bisa menunggu lebih lama!"


Jonan menatapnya, "kau tahu apa yang terjadi dengan putra?" tanyanya, Danny membalas tatapan itu. "yang terjadi padanya jauh lebih buruk, Putra beserta anak dan istrinya di temukan tewas di rumah mereka dengan luka tembak di kepala. Senjata yang di gunakan untuk membunuh mereka adalah senjata Putra sendiri, kematian mereka dibuat seolah Putra yang membunuh keluarganya lalu menempak kepalanya sendiri!"


"Tuhanku!" desis Danny.

"Dia tahu Putra adalah sniper kita, dia juga tahu Putra yang menembak Reiner di kepala!" tambah Jonan. Danny menggeleng pelan, "ada hal lain, kau ingat wanita dengan bayi itu?" tanya Danny. Jonan tertegun.

"Putra menembak lengannya sebelum wanita itu meluncur turun, aku yakin wanita itu juga menjadi penyebab Ferian melakukan semua ini!" jelas Danny, ia melangkah dan duduk di kursi. "wanita itu dan bayinya.....pasti memiliki hubungan yang erat. Saat itu Reiner mencoba membawanya keluar dari sana!"


"Menurutmu wanita itu istri Reiner?"

"Entahlah,"


*****

Danny meminjam mobil Jonan dan meninggalkan temannya di markasnya, ia tetap bersikeras untuk mengintai sendiri tempat itu. Dan memang, untuk keamanan ia harus pergi sendiri. Ia tak mau mengambil resiko yang bisa mencelakai putrinya. Ia menghentikan mobil itu di dekat sebuah warung kopi di pinggir jalan, tak jauh dari sana ada beberapa tempat yang sedang di bangun. Danny keluar dari mobil dan berjalan ke arah warung itu. Memesan secangkir kopi hitam, ia memutarkan pandangannya ke sekeliling tempat itu. Ada beberapa pria di sana yang sepertinya adalah pekerja bangunan, mereka sedang menikmati kopi dan roti seraya bersendau gurau. Danny menyeruput kopinya perlahan, menaruh cangkirnya kembali ke meja.

Seorang pria memasuki warung itu, dia memesan sebatang rokok dan kopi hitam pula. Suara itu tidak asing di telinga Danny, perlahan ia menoleh ke arah sumber suara. Di perhatikannya pria bertubuh kekar itu yang sedang menyulut sebatang rokok di mulutnya dengan korek gas yang tergantung dia tali rafia. Kepulan asap keluar dari mulutnya, pria itu begitu menikmati hisapan rokoknya. Dia mencabut batang rokok yang terselip di bibirnya itu lalu menatap ke arah beberapa pria yang berkumpul di meja sebelah kirinya.

Mata Danny masih tak lepas darinya, ia memperhatikan setiap gerak-gerik pria itu yang sedang mendudukan diri di kumpulan pria di meja itu. Salah satu pria itu sepertinya tahu kalau Danny memperhatikan mereka, ia memberi isyarat dengan dagunya kepada temannya. Orang berkaos hitam itupun menoleh ke arah. Mata mereka bertemu, pria itu nampak terkejut tapi Danny masih duduk diam memandangnya.

Pria itu menarik matanya dari Danny untuk berfikir, lalu perlahan ia bangkit dari duduknya. Melangkah ke arah Danny, duduk di depannya. Danny kembali menyeruput kopi hitamnya tapi matanya tak meninggalkan pria yang kini duduk di depannya.

"Apakah ada sesuatu yang menyeretmu kesini?" tanya Pria itu, Danny memasang senyum getir. "sepertinya kau alih profesi!" sahutnya. Pria itu kembali mengisap rokoknya dan mengepulkan asap ke udara.

"Bukankah kau sendiri yang berkata, setiap orang memiliki kesempatan kedua. Aku memikirkan hal itu!" jawabnya. "jadi....kau melarikan diri ke sini. Sepertinya hidupmu jadi tenang?" sindir Danny.

Rocky membalas dengan senyum kecil, "setidaknya aku merasa jauh lebih baik selama beberapa tahun terakhir!" ia mendesah lalu membuang puntung rokoknya. Seorang ibu pemilik warung datang membawa secangkir kopi dan meletakannya di meja di depan Rocky dan Danny. Rocky segera memungut kopi panasnya dan menyeruputnya.

"Kau belum mengatakan keperluanmu ke sini?" tanyanya. "aku mencari seseorang!" jawab Danny. "huh....belum lelah mencari orang, siapa kali ini?"

Danny melirik ke arah bukit, "kau tahu apa yang ada di sana?" desisnya. Rocky mengikuti arah pandangannya, "itu tempat terlarang, penduduk sekitar sini tak ada yang berani datang ke sana. Karena siapapun yang mendekat tidak akan pernah kembali!"
"Kau pernah mencoba?"
"Aku memutuskan untuk pensiun membuat ulah, lalu untuk apa aku ke sana!"

Danny mengangguk pelan, "Erika pasti bahagia melihatmu sekarang?" sanjung Danny. Rocky menatapnya, "sekarang...., aku bisa melihatnya setiap saat. Dia tersenyum padaku, dan itu membuatku tenang!" sahut Rocky.

"Rocky!"
"Budi, itu nama asliku. Erika memanggilku dengan nama itu!"
"Ok, itu terdengar lebih baik!"

"Apakah ada yang bisa aku bantu?"
"Kau menawarkan jasa, terakhir kita bertemu kau berambisi membunuhku. Lagipula....bukankah kau sendiri berkata sudah pensiun membuat ulah!"
"Aku tak menganggap jika aku membantumu, sebuah....ulah!"

Danny tertawa kecil, "mungkin aku memang butuh bantuan!" guman Danny. Keduanya berpandangannya, Rocky ikut ke dalam mobil Danny menuju bukit itu.

"Jadi kenapa lab itu cukup berbahaya, setidaknya aku harus tahu?" tanya Rocky atau panggil saja sekarang Budi. "mereka mengembangkan sebuah virus berbahaya, yang akan mereka jual ke beberapa negara adidaya. Beberapa mantan rekanku menjadi kelinci percobaan. Dan sekarang anak-anakku pada mereka!"

"Jadi misi kita menyusup masuk dan membebaskan mereka?"
"Mungkin lebih dari itu, kau sendiri tahu....penjagaan di sana sangat ketat!"
"Aku memang sudah lama tak memegang senjata, tapi sepertinya aku masih belum lupa!"
"Jika kau lupa, kau hanya akan merepotkanku. Tapi apakah kau iklas membantuku?"
"Akan jadi sebuah kehormatan jika aku mati karena membantumu bukan membunuhmu!"

"Aku hanya tidak menyangka aku bisa bekerja sama dengan seorang mantan psikopat, bahkan membutuhkan bantuannya!"
Sekarang giliran Budi yang mengeluarkan tawa kecil, "kau boleh menolak bantuanku jika kau malu di bantu oleh seorang pembunuh bayaran!"

Danny tak menyahut lagi, hari sudah semakin terik dan mobilnya juga sudah jauh naik ke atas. Rocky mengeluarkan bungkusan rokok, memungutnya sebatang. Menyelipkannya ke mulutnya lalu menawarkan bungkusan itu pada Danny. Tadi dia meminta sebungkus rokok dan korek pada pimilik warung dan Danny yang membayarnya, bahkan membayar semua pesanan teman-teman Budi.

"Kau mau?"
"Aku tidak merokok!" tolaknya, Budi kembali menyimpan bungkusan rokok itu lalu menyulut sebatang yang sudah terselip di bibirnya. Kepulan asap kembali keluar dari mulutnya, memenuhi mobil Danny. Budi membuka jendela agar asapnya keluar.

"Mungkin kita tidak bisa membawa mobil ini semakin naik, kita harus meninggalkannya atau menyembunyikannya!" seru Budi. "di sini sudah tak ada rumah penduduk," sahut Danny. "masih jauhkan untuk bisa naik?"

"Kita harus jalan kaki mendaki, jika ingin lebih aman!"

Danny menghentikan mobilnya lalu menoleh pada pria di sampingnya. "mendaki, seperti kembali latihan perang!" keluhnya. Suara bib dari hpnya membuatnya harus memungut benda itu dari sakunya. Ia melihat nama yang terpampang di layar ponselnya.

Karen!

Danny membuka pesan itu tapi ia tak membalasnya, itu akan lebih baik jika dirinya pura-pura tak tahu tentang pesan itu dengan tak membalasnya. Ia kembali memasukan hp itu ke kantong celananya lalu melempar pandangannya keluar jendela. Sementara pria di sampingnya masih asyik dengan puntung rokoknya yang hampir habis.

**********

The Danny Hatta Course Trilogi ;

# Price of Blood (the last novel)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun