"Apakah ada yang bisa aku bantu?"
"Kau menawarkan jasa, terakhir kita bertemu kau berambisi membunuhku. Lagipula....bukankah kau sendiri berkata sudah pensiun membuat ulah!"
"Aku tak menganggap jika aku membantumu, sebuah....ulah!"
Danny tertawa kecil, "mungkin aku memang butuh bantuan!" guman Danny. Keduanya berpandangannya, Rocky ikut ke dalam mobil Danny menuju bukit itu.
"Jadi kenapa lab itu cukup berbahaya, setidaknya aku harus tahu?" tanya Rocky atau panggil saja sekarang Budi. "mereka mengembangkan sebuah virus berbahaya, yang akan mereka jual ke beberapa negara adidaya. Beberapa mantan rekanku menjadi kelinci percobaan. Dan sekarang anak-anakku pada mereka!"
"Jadi misi kita menyusup masuk dan membebaskan mereka?"
"Mungkin lebih dari itu, kau sendiri tahu....penjagaan di sana sangat ketat!"
"Aku memang sudah lama tak memegang senjata, tapi sepertinya aku masih belum lupa!"
"Jika kau lupa, kau hanya akan merepotkanku. Tapi apakah kau iklas membantuku?"
"Akan jadi sebuah kehormatan jika aku mati karena membantumu bukan membunuhmu!"
"Aku hanya tidak menyangka aku bisa bekerja sama dengan seorang mantan psikopat, bahkan membutuhkan bantuannya!"
Sekarang giliran Budi yang mengeluarkan tawa kecil, "kau boleh menolak bantuanku jika kau malu di bantu oleh seorang pembunuh bayaran!"
Danny tak menyahut lagi, hari sudah semakin terik dan mobilnya juga sudah jauh naik ke atas. Rocky mengeluarkan bungkusan rokok, memungutnya sebatang. Menyelipkannya ke mulutnya lalu menawarkan bungkusan itu pada Danny. Tadi dia meminta sebungkus rokok dan korek pada pimilik warung dan Danny yang membayarnya, bahkan membayar semua pesanan teman-teman Budi.
"Kau mau?"
"Aku tidak merokok!" tolaknya, Budi kembali menyimpan bungkusan rokok itu lalu menyulut sebatang yang sudah terselip di bibirnya. Kepulan asap kembali keluar dari mulutnya, memenuhi mobil Danny. Budi membuka jendela agar asapnya keluar.
"Mungkin kita tidak bisa membawa mobil ini semakin naik, kita harus meninggalkannya atau menyembunyikannya!" seru Budi. "di sini sudah tak ada rumah penduduk," sahut Danny. "masih jauhkan untuk bisa naik?"
"Kita harus jalan kaki mendaki, jika ingin lebih aman!"
Danny menghentikan mobilnya lalu menoleh pada pria di sampingnya. "mendaki, seperti kembali latihan perang!" keluhnya. Suara bib dari hpnya membuatnya harus memungut benda itu dari sakunya. Ia melihat nama yang terpampang di layar ponselnya.
Karen!