Mobil ambulans sudah nongkrong di tempat itu, beberapa perawat sedang mengobati luka Jaya, untungnya William tidak terluka. Liana sendiri hanya memar di wajah saja. Ia memutar-mutar bola matanya, terlihat beberapa orang yang cukup sibuk. E....sepertinya ia malah jadi kambing congek di situ. Nggak ada yang kenal, maka ia pun memutuskan untuk pergi saja.
Ia berjalan perlahan menjauh dari sana. "Hai, kau mau kemana?" sebuah suara menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke belakang, seorang pria tua berdiri tak jauh darinya. Orang yang tadi ia selamatkan. Rupanya dia peduli juga!
 "Aku belum tahu namamu dan kau sudah mau pergi!" katanya lagi. "E...aku!" tunjuknya pada diri sendiri.
"Ya, siapa namamu nak?"
"Liana!" jawabnya,
"Nama yang cantik. Aku sangat berhutang budi padamu, jika kau tidak datang mungkin aku sudah mati!"
"Itu hanya kebetulan, jika orang lain yang datang pasti dia akan melakukan hal yang sama!"
 "Tak semua orang berfikir seperti itu, oya...!" seru Willy.
Ia mengambil dompet dan mengeluarkan sejumpah uang, menyodorkannya pada Liana. Liana hanya memandang uang di tangan pria tua itu, lama ia tertegun. Ia memang membutuhkan uang itu, tapi...jika ia terima maka kebaikan yang ia lakukan tidak ada artinya. Percuma saja ia berbuat baik jika akhirnya ia menerima uang itu.
"Maaf kek, aku tak bisa menerimanya. Bukan untuk itu aku menolong kakek!" tolaknya. Bodoh kau Liana, kau membutuhkan uang itu, bisik hatinya. Tapi sepertinya William mengerti hal itu, jika ia menyodorkan uang kepada orang yang menyelamatkannya, sama saja ia membeli kebaikan orang itu.
"Baiklah!" katanya menaruh kembali uangnya di dompet. Ketika ia mendongak, gadis itu sudah berjalan jauh darinya. Liana berjalan gontai, ia masih terbayang uang yang di sodorkan pria tua itu. Sekarang harus kemana lagi ia mencari uang? Tak apalah....setidaknya hari ini ia melakukan satu kebaikan. Mungkin itu bisa sedikit mengurangi dosanya.