Joni tak menjawab, ia hanya memandang wanita itu dengan tatapan yang mengiyakan hal itu.
"Putri kita......, Jon. Katakan itu tidak benar!" pintanya.
"Aku sudah melarang Jesie untuk tidak berhubungan dengan adikmu itu. Tapi sepertinya.....mereka susah sekali di pisahkan!" jelas Joni.
"Kau tidak memberitahu Jesie alasannya?"
"Aku tidak tahu bagaimana memberitahukannya."
Siska terdiam, seluruh tubuhnya jadi terasa meleleh. Airmata mulai membanjiri pipinya, ia tahu betapa Jesie mencintai Axel. Bahkan meski Jesie tahu Axel mengidap AIDS pun dia tetap mau menjadi pacarnya. Dan sekarang bagaimana? Kenapa jadi seperti ini?
Jesie sudah siap, tapi dia masih berkaca di depan cermin. Tadinya dia mau pake rok saja, tapi kan mau berkuda nggak bisa pake rok. Lagian pasti akan terlihat lucu kalau dirinya yang biasa berpenampilan cuek dan tomboy tiba-tiba pake rok. Axel bisa terpingkal-pingkal nanti melihat penampilannya. Di kaca itu ada foto Axel yang menempel di pojok kiri atas, sedang tersenyum padanya. Jesie menyentuh wajah di foto itu sekejap lalu keluar dari kamar sambil berteriak.
"Yah...., ayah!"panggilnya.
Dua orang yang ada di ruang tamu tersentak dan menoleh ke arah suara.
"Yah, Jesie mau pergi ada janji sama te......man!" serunya , kalimatjya terhenti bersamaan dengan langkah kakinya melihat sosok yang duduk di ruang tamu bersama ayahnya. Siska berdiri perlahan, begitu pun Joni. Menatap anak mereka yang terlihat bingung.
"Kak Siska!" desis Jesie, "kenapa.....ada di sini?" tanyanya.
Siska hanya memandang gadis di depannya itu, pantas saja saat pertama kali mereka bertemu di rumah sakit ia merasakan sesuatu yang tak biasa. Mereka memang sering bertemu di rumah ketika Axel mengajaknya ke rumah mereka.
"Jes...., ayah ingin kamu tahu sesuatu!" seru Joni. Jesie memandangnya dengan tanda tanya. Menanti apa yang akan ayahnya katakan. Apa ini soal Axel?
"Siska adalah......., ibumu!"
DEGG
IBU!