Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sebuah Cinta yang Terlarang #24 ; Cinta Kita Nggak Seharusnya Ada

15 Oktober 2014   13:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:57 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jesie hendak pergi berkuda lagi dengan Axel ketika ia melihat Siska ada di rumahnya. Dan tiba-tiba saja ayahnya mengatakan bahwa wanita itu adalah Ibu kandungnya. Jesie sangat syok dan tak bisa menerima hal itu. Di saat Cintanya terhadap Axel semakin membara dan mengalahkan ketakutannya selama ini, ia malah mengetahui kenyataan pahit tentang status mereka.


Setelah Jesie sedikit tenang Axel melepaskan pelukannya dan kini mereka dudk berjejer memandangi air telaga di depan mereka. Keheningan masih menyelimuti, desau angin membuai keduanya dengan mesra. Menerbangkan rambut mereka menari ke udara. Axel masih diam, menunggu Jesie membuka mulut terlebih dahulu. Gerangan apa yang terjadi?

"Xel!"
"Ng?"
"Hari ini....., gue di kasih tahu sesuatu sama ayah. Gue masih nggak mau percaya itu, tapi ayah bilang....semua itu benar!"
"Gue masih nggak ngerti apa yang loe omongin?" tanya Axel dengan menoleh ke arah Jesie yang masih meluruskan pandangannya ke depan.
"Ini tentang kita, tentang gue!"
"Jes please...., jangan bikin gue bingung!"
"Gue sendiri bingung dengan semuanya, gue juga nggak tahu gimana harus ngasih tahu loe!" airmata mulai muncul lagi melewati pipinya.
"Jes...., sebenarnya ada apa?" Axel sedikit menggeser tubuhnya ke arah Jesie.
"Siska!"
"Apa?"
"Siska kakak ipar loe......, adalah nyokap kandung gue!" desisnya.

Axel menatapnya lebih dalam, mencoba mencari ekspresi bercanda dari Jesie, tapi nampaknya gadis itu serius dengan ucapannya.

"Jes!"
"Dia nyokap kandung gue, wanita yang udah melahirkan gue!" jelasnya lagi, ia memberanikan diri untuk menatap Axel. Axel menggeleng pelan tapi tak mengucap sepatah katapun.
"Itu artinya....., loe itu om gue. Dan cinta kita nggak seharusnya ada!" lirih Jesie.

Keheningan kembali menyerang mereka, mata mereka bertemu dan saling bicara. Jesie meyakinkan Axel dengan tatapan matanya itu dan mata Axel menyangkal hal itu. Jesie ingin tahu apa reaksi Axel akan hal itu, ia ingin Axel menyangkal hal itu. Ia ingin Axel berkata bahwa semua itu tidak benar. Tapi pemuda itu bahkan tak membuka mulutnya sama sekali.

"Apakah kita salah jika selama ini....., kita saling mencintai? Apakah cinta yang tumbuh ini adalah sebuah perasaan terlarang? Kenapa, kenapa jalan kita rasanya begitu sulit. Apakah kita emang nggak seharusnya saling mencintai? Kenapa, kenapa loe harus jadi om gue?" tangis Jesie tanpa isakan. Airmatanya mengalir deras tapi sepertinya ia mencoba menahan tangisnya.

Axel masih diam memandangnya. Masih mengatupkan mulutnya rapat, perlahan ia mengambil wajahnya dari depan Jesie dan perlahan ia menarik dirinya hingga berdiri di atas kakinya. Ia terlihat kikuk dan salah tingkah, tak tahu harus menjawab apa. Tak tahu harus bagaimana, Jesie bilang kaka Siska adalah ibu kandungnya, dan dirinya otomatis adalah om nya. Dan mereka berdua saling jatuh cinta. Kaki Axel melangkah pergi perlahan, meninggalkan Jesie di sana.

Jesie hanya diam ketika Axel pergi, bahkan tanpa mengucap sepatah katapun. Airmatanya mengalir lebih deras. Pemuda itu berjalan ke motornya dan meninggalkan tempat itu. Jesie merasakan ada sesuatu yang menusuk dadanya, rasanya sakit sekali. Ia pikir Axel akan mengatakan sesuatu untuk menyangkal hal itu. Meyakinkannya bahwa apa yang terjadi itu semua tidak benar. Tapi dia malah pergi begitu saja tanpa memberi reaksi apapun. Apakah dia akan meninggalkannya? Mengakhiri hubungan mereka? Kini tangis Jesie semakin menjadi. Dan tak ada yang memeluknya saat ia membutuhkan hal itu.

Axel mengendarai motornya dengan kencang, kalimat yang Jesie lontarkan tentang hubungan mereka terus menggelitik di telinganya. Jesie bilang Siska adalah Ibu kandungnya, dan cinta mereka tidak seharusnya ada. Padahal ia merasa cinta yang tumbuh di hatinya untuk gadis itu semakin hari semakin besar, bahkan sudah tak bisa di hentikan lagi. Tapi kenapa sekarang malah seperti ini? Sejak awal hubungan itu terjalin selalu ada saja yang menghalangi. Apakah Jesiw benar bahwa cinta ini tak seharusnya mereka miliki? Kenapa selalu terjadi padanya? Ketika dirinya hendak mendapatkan kebahagiaan dari orang yang ia sayangi, mereka selalu saja terenggut. Axel susah meyakinkan diri untuk tak membiarkan Jesie terenggut darinya, tapi jika keadaannya seperti ini. Apa yang harus ia lakukan?

*****

Joni dan Siska menunggu di teras, hari sudah menjelang sore tapi Jesie belum juga pulang.

"Jon, apa kau tidak tahu kemana Jesie pergi?"
"Aku bahkan tidak tahu tempat favoritnya di kota ini. Sejak kami pindah ke sini, aku belum pernah pergi bersamanya. Tapi sepertinya dia sudah punya beberapa tempat yang mungkin bisa menenangkan hatinya!"
"Kita harus mencarinya!"
"Lebih baik kau pulang dulu, jika Jesie sudah pulang akan ku beritahu!"

Siska diam, memandang Joni dengan keheningan. Lalu ia membuka mulutnya,
"Mungkin kau benar, jika aku masih di sini mungkin Jesie tidak mau pulang!" serunya sambil berdiri. Joni hanya mengangguk. Siska akhirnya pulang. Joni mencoba menghubungi Jesie, tapi teleponnya tak pernah di angkat. Ia mondar-mandir di depan rumah.

Hari semakin sore, bahkan sudah menjelang petang. Joni masih di depan rumah menunggu putrinya, seseorang gadis berjalan lesu ke arahnya. Senyumnya mengembang, ia langsung menghampiri gadis itu lalu memeluknya erat.

"Syukulah, akhirnya kau pulang juga. Ayah sangat khawatir!"

Jesie tak memberi reaksi apapun, Joni membawanya masuk ke dalam rumah dan mendudukannya di atas ranjang. Ia jongkok di depan putrinya, memandang dalam. Mata putrinya merah dan bengkak.

Ya Tuhan, berapa lama ia menangis? Apakah Axel tak bersamanya, kenapa dia pulang sendiri?

Joni membelai rambut putrinya, "sayang, apa kau butuh sesuatu? Katakan saja apa yang kau mau?" desis Joni. Jesie masih diam. Hati Joni jadi terasa perih melihatnya seperti itu.

"Jesie....., tolong katakan sesuatu. Apa saja, jangan membuat ayah khawatir!"
"Jesie mau sendiri." jawabnya lirih, hampir tak terdengar.
"Sayang.....!"
"Tinggalin Jesie sendiri." pintanya lagi. Suaranya serak, bahkan hampir habis. Perlahan Joni berdiri, matanya masih tak meninggalkan gadis itu, lalu ia pun keluar dan menutup pintunya.

Jesie kembali menangis dan melempar dirinya ke ranjang. Yang membuatnya lebih sakit adalah sikap Axel yang bahkan tak memberi reaksi apapun. Ia takut Axel akan meninggalkanya, padahal selama ini ia sudah mencoba menerima keadaan apapun yang terjadi pada pemuda itu. Ia mencoba membunuh rasa takut yang selalu menggodanya. Jesie terisak sambil memukuli kasur. Rasanya seperti ada seribu jarum yang menusuki dadanya. Menciptakan lubang yang besar dan terus membuatnya sakit. Tiba-tiba saja sebuah jeritan melengking keluar dari mulutnya. Joni yang ada di dapur untuk membuat makananya dan minuman hangat untuk putrinya tersentak dan langsung berlari ke kamar putrinya. Ia membuka pintu dan melihat Jesie menangis di kasur sambil menjerit. Suaranya terdengar begitu pilu. Joni langsung mengambil tubuh Jesie.

"Jes, Jesie!" desisnya lalu memeluknya. Jeritannya masih melengking dan berakhir dengan tangisan yang perih. Joni memeluknya dengan lebih erat.

Apa yang terjadi, kenapa putrinya bisa jadi seperti itu? Jesie tak pernah seperti ini sebelumnya. Ternyata putrinya benar jatuh cinta pada pemuda itu dengan begitu dalam sehingga kenyataan tentang Ibunya membuatnya begitu terpukul. Isakan tangis putrinya terhenti saat tubuhnya terkulai. Joni begitu terkejut.

"Jes, Jesie!" desisnya, ia melepas pelukannya. Putrinya pingsan, ia segera menaruhnya di ranjang dengan benar. Membenahi rambutnya yang berantakan, ia segera mengambil minyak kayu putih dan menciumkannya di hidung putrinya. Beberapa detik Jesie mulai bergerak, Joni lega karena putrinya tak apa-apa. Perlahan Jesie membuka matanya yang bengkak, ia melihat ayahnyabdi sampingnya.

"Istirahatlah sayang, ayah sedang membuat minuman hangat untukmu. Coba tenangkan hatimu!" lirih Joni sambil membelai rambut Jesie. Gadis itu masoh diam tak bereaksi, ia hanya menjawab dengan kedipan mata saja.

"Jika nanti kau ingin bicara, ayah siap mendengkarkan sebagai teman yang baik. Maafkan ayah!" desisnya lagi. "Ayah ingin kau kuat, putri ayah adalah gadis yang kuat. Jadi ayah mohon, jangan seperti ini!" pintanya, ada airmata di ujung matanya. Joni beranjak keluar, ia sengaja tak menutup pintu dengan rapat, ia biarkan terbuka sedikit.

Joni kembali berjalan ke dapur melanjutkan apa yang dia kerjakan. Ia juga menelpon Siska kalau Jesie sudah pulang dan memberitahukan keadaannya. Ia meminta Siska untuk sementara jangan menemui mereka dulu sampai keadaan Jesie membaik. Setidaknya hingga putri mereka bisa menerima keadaan ini.

Axel sendiri menghabiskan waktunya di studio bersama teman-temannya. Tapi ia tak bicara sama sekali kecuali bermain gitar sebentar, karena sedang kacau ia pun melepas gitarnya dan memilih memukul drum. Ketiga temannya heran kenapa dengan Axel. Ia bermain drum seperti ingin menghancurkan seisi tempat itu. Pada akhirnya ia membanting stik drumnya dengan kencang lalu memegang kepalanya.

Kedua anak muda itu sama-sama tak tahu harus bagaimana sekarang. Begitu banyak yang terjadi, begitu banyak yang sudah di lalui, dan apakah mereka akan membiarkan semua berakhir begitu saja? Lalu bagaimana dengan cinta yang tumbuh di hati mereka, cinta yang tumbuh begitu murni. Akankah di biarkan karam begitu saja? Atau justru akan tetap di perjuangkan.

**********

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun