Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sayap-sayap Patah Sang Bidadari ~ Inheritance #Part 19

17 Oktober 2014   18:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:40 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Burhan gagal membunuh Daren di rumah sakit, ia bahkan terkena tembakan dari kapten Brian. Tapi ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa bukan hanya Daren Harlys yang akan dia habisi, tapi Polisi itu juga harus mati. Semuanya akan menjadi kendala baginya untuk menjalankan tugasnya.


Burhan memasuki rumahnya, ia membuka baju dan melemparkannya begitu saja. Ia menuju dapur, memungut pisau dan membakar ujungnya di atas kompor. Lalu ia membuka lemari, mengambil sebotol wine. Membuka tutupnya dengan gigi, ia melontarkan tutup botol itu dari mulutnya lalu menengguk wine di tangannya. Setelah itu ia menyiramkan sisanya ke luka tembak di pundaknya. Ia meraung pelan dengan rasa yang di hasilkan dari siraman itu. Kemudian ia memungut pisau yang sudah panas itu, pergi ke kamar mandi untuk mencongkel peluru yang masih bersembunyi di balit kulit dan dagingnya. Ia harus berkaca untuk bisa melakukan itu karena tak bisa di jangkau dengan mata langsung.

Memang sedikit sulit tapi akhirnya ia berhasil juga mengeluarkan pelurunya. Ia membasuhnya dengan air lalu keluar dari kamar mandi, merenggut botol wine yang isinya tinggal setengah tadi. Ia menyiramkannya sekali lagi ke pundaknya lalu menenggak sisanya hingga habis. Dulu ia tak pernah gagal dalam menjalankan misinya, tapi akhir-akhir .....sejak gadis itu muncul menyelamatkan William Harris. Rasanya...., ia selalu gagal setelah itu. Gadis itu telah membawa kesialan dalam hidupnya, maka ia pun akan mencari jalan untuk bisa mendapatkannya dan membunuh gadis itu.

Keadaan di rumah sakit sudah cukup tenang, mereka bisa melewati sisa malam dengan beristirahat tanpa khawatir. Kondisi Daren juga sudah membaik, dia bahkan kelihatan sehat.

*****

Pagi itu Lisa menerobos masuk ke kamar putranya. Di lihatnya Rey masih menelungkup di balik selimut. Ada sedikit bau alkohol di kamar itu, terlihat sebotol kecil Wisky di atas meja. Sudah kosong. Lisa duduk di pinggir ranjang dan mengguncang tubuh Rey yang tak berbaju.

"Rey, bangun. Mama mau bicara!" serunya.

Rey membuka mata perlahan, dan terdengar suara mendengung dari mulutnya. Lisa mengulangi perbuatannya. Membuat Rey menggeliat sambil membalikan badannya, lalu ia mengucek matanya yang masih sayu. Ia melihat mamanya di sampingnya.

"Aduh ma. Memangnya jam berapa ini, aku masih ngantuk!" katanya sambil bangkit duduk.
"Baru jam tujuh!"

Rey mendesah.
"Ini kan sabtu ma, aku ingin tidur sebentar lagi!" jawabnya merebahkan dirinya kembali.
"Mama tahu, mama hanya ingin bertanya padamu."
"Dan apakah itu?"
"Kau tahu kediaman bosnya Burhan?"

Rey memicingkan mata dengan pertanyaan mamanya, ia kembali duduk.

"Untuk apa mama tanyakan itu padaku? Yang pacaran dengannya kan mama."
"Ku lihat kalian bertemu beberapa kali, mungkin kau kenal dengan bosnya!"
"Memangnya kenapa?"
"Belakangan dia tak pernah angkat telepon mama!"
"Oh, cuma itu. Mungkin dia punya pacar yang lebih muda."

Lisa melotot pada putranya.
"Kau bukannya membantu mama, malah sengaja membuat mama cemburu!" kesal Lisa.
"Mama tidak bernita menikah dengannya kan! Aku tidak mau bajingan itu menjadi ayahku." serunya seraya beringsut keluar rajang. Ia hanya memakai celana pendek seatas lutut.
"Mama tidak berfikir sampai ke sana. Tapi setidaknya dia cukup memberi mama perhatian!"
"Daripada memikirkannya, lebih baik mama buatkan kopi untukku!" serunya seraya memasuki kamar mandi.

Lisa pun beranjak keluar dari kamar putranya dan turun ke dapur. Seperti biasa di dapur sudah ada gadis jalanan itu.

"Pagi tante!" sapa Liana.
Lisa langsung memungut cangkir dan menyeduh kopi Rey. "jangan memanggilku tante, aku bukan tantemu!" ketus Lisa.
"Maaf, kalau tante tidak suka!"

Baru di bilang jangan memanggil tante.

"Aku memang tidak suka padamu. Kulihat Rey mulai memperhatikanmu, tapi jangan harap dengan begitu aku juga bisa suka padamu. Kau pintar mengambil perhatian semua orang, tapi tidak denganku!"
"Maaf, maksud tante apa?" katanya berhenti memotong sayur untuk salad.
"Jangan pura-pura polos, kau pikir aku tidak tahu apa niatmu di rumah ini!" serunya lalu berjalan keluar dapur membawa kopi Rey.

Liana terdiam. Lisa terang-terangan menyatakan tak suka dengan keberadaannya di rumah ini.

Daren sudah bisa keluar dari rumah sakit, bahkan dia juga sudah boleh pulang. Tapi akan sangat berbahaya jika Daren kembali ke apartemennya dan tinggal sendiri di sana. Maka Nicky memutuskan agar Daren ikut ke rumahnya saja dan tinggal di sana untuk sementara waktu. Pengamanan di rumahnya lebih ketat jadi akan lebih aman. Setelah mengurus semuanya mereka pun meninggalkan rumah sakit.

"Aku pasti akan merepotkan jika harus tinggal di rumahmu!" desis Daren, kepalanya masih di perban.
"Aku bertanggung jawab atas nyawamu, di sana lebih aman." jawab Nicky.
"Lama-lama rumahmu bisa jadi tempat penampungan!"

Nicky tertawa kecil, "itu masih rumah kakek, ku rasa dia tidak akan keberatan jika rumahnya jadi wisma penampungan!" sahutnya lagi.
Andre sendiri kembali ke apartemen Daren untuk mengambil motornya. Pihak apartemen sudah di beritahu tentang Daren dan kejadian yang menimpanya. Semoga perjalanan Daren dan Nicky aman sampai rumah.

Nicky masih memikirkan bandit yang hampir membunuh Daren untuk kedua kalinya itu. Jika di pikir-pikir, gestur tubuhnya kok mirip dengan Burhan ya? Sialnya orang misterius itu menggunakan suara yang sengaja di bikin sangar jika sedang beraksi. Sedangkan Burhan bisa berbicara lembut jika berhadapan dengan semua orang.

Selesai sarapan William duduk di teras belakang bersama Liana. Lisa sendiri pergi entah kemana, mencari Burhan lagi mungkin. Sementara Rey nggak tahu asyik berbuat apa di dalam kamar. Seperti biasa William asyik menikmati kue buatan Liana sambil minum teh hangat.

"Oya, kakek jadi ingat temanmu yang waktu itu!" serunya.
"Temanku?"
"Yang bertemu di restoran padang."
"Oh...., Rizal."
"Apa yang bisa dia lakukan selain mengamen?"
"Terkadang dia narik!" jawab Liana.
"Narik?" heran William.
"Maksudnya narik angkot. Terkadang suka menggantikan temannya nyupir angkot!"
"Jadi....dia bisa membawa mobil? Apa dia punya sim?"
"Kalau itu...., aku tidak tahu kek. Terkadang kebanyakan sopir angkot, juga tidak ada sim! Memangnya kenapa?"
"Kau tahu, sebenarnya kakek butuh sopir. Tapi kau tahu sendiri, jaman sekarng susah mencari orang yang jujur. Kakek akan lebih tenang jika sopir itu sudah kau kenal, jadi dia juga bisa menjagamu!"
"Kakek mau mencari supir untuk kakek atau untukku?"
"Keduanya!" jawabnya sambil menyeruput tehnya.

Mobil Nicky memasuki halaman rumah. Mereka semua masuk ke dalam termasuk Brian. Nicky bertanya pada bi Rahma yang membuka pintu soal keberadaan kakeknya.

"Tn. Besar di teras belakang tn. Muda!" jawabnya.
"Terima kasih bi. Oya, bisakah tolong siapkan satu kamar tamu untuk temanku!"

Wanita itu mengangguk. Nicky langsung berjalan ke teras belakang, sementara Daren dan Brian duduk di ruang tamu.
"Pagi kek!" sapanya.
William menoleh, cangkir teh masih di tangannya.
"Kau sudah pulang?"
"Kau membawa Daren ke rumah. Ku pikir dia tidak aman tinggal sendiri di apartemen!"
"Baru kakek ingin berkata begitu, kau sudah duluan!" sahutnya meletakan tehnya ke meja. Ia pun bangkit dari kursi.
"Li, bantu kakek masuk ke dalam!" pintanya, padahal sebenarnya ia masih sehat dan bisa berjalan sendiri. Sejak Liana di rumah ini, rasanya William bersikap manja terhadap gadis itu. Liana bangkit dan menuntun William masuk. Memang sebenarnya belakangan ini dadanya sering sesak. Sepertinya jantungnya sedikit bermasalah.

Mereka berjalan ke ruang tengah, menghampiri dua orang yang duduk di sana. Keduanya langsung berdiri begitu William muncul.
"Pagi Tn. Willy!" sapa keduanya hampir bersamaan.
"Pagi, bagaimana keadaanmu?" tanyanya pada Daren. Liana membantu William duduk.
"Biar ku buatkan minuman." seru Liana beranjak ke dapur.

Nicky ikut duduk di samping kakeknya.
"Saya sudah membaik pak!" jawab Daren.
"Aku senang kau masih hidup, jika kau sampa mati aku tidak tahu apa yang akan ku katakan pada orangtuamu nanti!"
Daren hanya tersenyum.

"Apakah gadis itu yang menyelamatkan anda pak?" tanya Daren. Yang di maksudnya adalah Liana.
"Ya, dia cantik kan!" jawabnya.
"Tak buruk!" canda Daren.

Mereka terlibat perbincangan serius, Liana membawa empat cangkir teh manis hangat. Ia menghidangkannya di atas meja. Saat ia hendak kembali ke dapur, William memanggilnya.

"Liana!"
Liana berhenti dan menjawab, "iya kek!"
"Duduklah di sini, kita bisa ngobrol bersama!"

Liana melirik Nicky sebentar lalu ia pun duduk di samping William kiri William, Nicky di samping kanan kakeknya. Liana menaruh bakinya di atas pangkuannya. Tangannya meremas-remas pinggirannya.

"Itu Daren Harlys, untuk sementara dia akan tinggal di sini juga!" seru William memperkenalkannya. Liana menoleh ke arah Daren yang tersenyum padanya, ia pun membalas senyuman itu sejenak. Ia tak mau senyum lama-lama nanti Nicky mengira dirinya mencari perhatian pada temannya. Cucu kakek yang satu itu kan lidahnya tajam sekali. Lebih tajam dari mata samurai.

Mereka kembali berbincang, bahkan ada tawa di antara mereka berempat. Rey melihatnya dari atas. Dia tidak mau ikut turun, sepertinya muncul ide lain di otaknya yang membuatnya tersenyum sendirian. Lalu ia pun menyingkir kembali ke kamar.

Akhirnya Brian pamit pulang dulu, ia menempatkan beberapa anak buahnya di rumah itu untuk membantu memperkuat pengamanan. Daren masuk ke kamar untuk istirahat, ia masih membutuhkan Bedrest agar kondisinya cepat pulih. Nicky sendiri sudah tidak tahan ingin melempar tubuhnya ke bathtub, merendamnya dengan air hangat. Memulihkan sendi-sendinya yang serasa mau putus. William juga mengambil istirahat siang, sementara Liana akan sibuk membuat sesuatu di dapur untuk bisa di makan siang ini. Beberapa kue dan makanan kecil akan lebih enak di nikmati di siang hari saat di rumah ketimbang menyantap nasi dan lauk pauk. Setelah itu ia akan melanjutkan membaca buku yang di berikan kakek kemarin. Meski sebenarnya ia segan untuk mempelajari buku-buku tebal itu.

**********

Trilogi Sayap - sayap Patah sang Bidadari ~ Inheritance (first novel)

Di Jadwalkan tayang tiga kali seminggu, Senin, Rabu, & Jum'at.

Jika tak ada halangan ya....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun