Selesai sarapan William duduk di teras belakang bersama Liana. Lisa sendiri pergi entah kemana, mencari Burhan lagi mungkin. Sementara Rey nggak tahu asyik berbuat apa di dalam kamar. Seperti biasa William asyik menikmati kue buatan Liana sambil minum teh hangat.
"Oya, kakek jadi ingat temanmu yang waktu itu!" serunya.
"Temanku?"
"Yang bertemu di restoran padang."
"Oh...., Rizal."
"Apa yang bisa dia lakukan selain mengamen?"
"Terkadang dia narik!" jawab Liana.
"Narik?" heran William.
"Maksudnya narik angkot. Terkadang suka menggantikan temannya nyupir angkot!"
"Jadi....dia bisa membawa mobil? Apa dia punya sim?"
"Kalau itu...., aku tidak tahu kek. Terkadang kebanyakan sopir angkot, juga tidak ada sim! Memangnya kenapa?"
"Kau tahu, sebenarnya kakek butuh sopir. Tapi kau tahu sendiri, jaman sekarng susah mencari orang yang jujur. Kakek akan lebih tenang jika sopir itu sudah kau kenal, jadi dia juga bisa menjagamu!"
"Kakek mau mencari supir untuk kakek atau untukku?"
"Keduanya!" jawabnya sambil menyeruput tehnya.
Mobil Nicky memasuki halaman rumah. Mereka semua masuk ke dalam termasuk Brian. Nicky bertanya pada bi Rahma yang membuka pintu soal keberadaan kakeknya.
"Tn. Besar di teras belakang tn. Muda!" jawabnya.
"Terima kasih bi. Oya, bisakah tolong siapkan satu kamar tamu untuk temanku!"
Wanita itu mengangguk. Nicky langsung berjalan ke teras belakang, sementara Daren dan Brian duduk di ruang tamu.
"Pagi kek!" sapanya.
William menoleh, cangkir teh masih di tangannya.
"Kau sudah pulang?"
"Kau membawa Daren ke rumah. Ku pikir dia tidak aman tinggal sendiri di apartemen!"
"Baru kakek ingin berkata begitu, kau sudah duluan!" sahutnya meletakan tehnya ke meja. Ia pun bangkit dari kursi.
"Li, bantu kakek masuk ke dalam!" pintanya, padahal sebenarnya ia masih sehat dan bisa berjalan sendiri. Sejak Liana di rumah ini, rasanya William bersikap manja terhadap gadis itu. Liana bangkit dan menuntun William masuk. Memang sebenarnya belakangan ini dadanya sering sesak. Sepertinya jantungnya sedikit bermasalah.
Mereka berjalan ke ruang tengah, menghampiri dua orang yang duduk di sana. Keduanya langsung berdiri begitu William muncul.
"Pagi Tn. Willy!" sapa keduanya hampir bersamaan.
"Pagi, bagaimana keadaanmu?" tanyanya pada Daren. Liana membantu William duduk.
"Biar ku buatkan minuman." seru Liana beranjak ke dapur.
Nicky ikut duduk di samping kakeknya.
"Saya sudah membaik pak!" jawab Daren.
"Aku senang kau masih hidup, jika kau sampa mati aku tidak tahu apa yang akan ku katakan pada orangtuamu nanti!"
Daren hanya tersenyum.
"Apakah gadis itu yang menyelamatkan anda pak?" tanya Daren. Yang di maksudnya adalah Liana.
"Ya, dia cantik kan!" jawabnya.
"Tak buruk!" canda Daren.
Mereka terlibat perbincangan serius, Liana membawa empat cangkir teh manis hangat. Ia menghidangkannya di atas meja. Saat ia hendak kembali ke dapur, William memanggilnya.
"Liana!"
Liana berhenti dan menjawab, "iya kek!"
"Duduklah di sini, kita bisa ngobrol bersama!"
Liana melirik Nicky sebentar lalu ia pun duduk di samping William kiri William, Nicky di samping kanan kakeknya. Liana menaruh bakinya di atas pangkuannya. Tangannya meremas-remas pinggirannya.