Burhan gagal membunuh Daren di rumah sakit, ia bahkan terkena tembakan dari kapten Brian. Tapi ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa bukan hanya Daren Harlys yang akan dia habisi, tapi Polisi itu juga harus mati. Semuanya akan menjadi kendala baginya untuk menjalankan tugasnya.
Burhan memasuki rumahnya, ia membuka baju dan melemparkannya begitu saja. Ia menuju dapur, memungut pisau dan membakar ujungnya di atas kompor. Lalu ia membuka lemari, mengambil sebotol wine. Membuka tutupnya dengan gigi, ia melontarkan tutup botol itu dari mulutnya lalu menengguk wine di tangannya. Setelah itu ia menyiramkan sisanya ke luka tembak di pundaknya. Ia meraung pelan dengan rasa yang di hasilkan dari siraman itu. Kemudian ia memungut pisau yang sudah panas itu, pergi ke kamar mandi untuk mencongkel peluru yang masih bersembunyi di balit kulit dan dagingnya. Ia harus berkaca untuk bisa melakukan itu karena tak bisa di jangkau dengan mata langsung.
Memang sedikit sulit tapi akhirnya ia berhasil juga mengeluarkan pelurunya. Ia membasuhnya dengan air lalu keluar dari kamar mandi, merenggut botol wine yang isinya tinggal setengah tadi. Ia menyiramkannya sekali lagi ke pundaknya lalu menenggak sisanya hingga habis. Dulu ia tak pernah gagal dalam menjalankan misinya, tapi akhir-akhir .....sejak gadis itu muncul menyelamatkan William Harris. Rasanya...., ia selalu gagal setelah itu. Gadis itu telah membawa kesialan dalam hidupnya, maka ia pun akan mencari jalan untuk bisa mendapatkannya dan membunuh gadis itu.
Keadaan di rumah sakit sudah cukup tenang, mereka bisa melewati sisa malam dengan beristirahat tanpa khawatir. Kondisi Daren juga sudah membaik, dia bahkan kelihatan sehat.
*****
Pagi itu Lisa menerobos masuk ke kamar putranya. Di lihatnya Rey masih menelungkup di balik selimut. Ada sedikit bau alkohol di kamar itu, terlihat sebotol kecil Wisky di atas meja. Sudah kosong. Lisa duduk di pinggir ranjang dan mengguncang tubuh Rey yang tak berbaju.
"Rey, bangun. Mama mau bicara!" serunya.
Rey membuka mata perlahan, dan terdengar suara mendengung dari mulutnya. Lisa mengulangi perbuatannya. Membuat Rey menggeliat sambil membalikan badannya, lalu ia mengucek matanya yang masih sayu. Ia melihat mamanya di sampingnya.
"Aduh ma. Memangnya jam berapa ini, aku masih ngantuk!" katanya sambil bangkit duduk.
"Baru jam tujuh!"
Rey mendesah.
"Ini kan sabtu ma, aku ingin tidur sebentar lagi!" jawabnya merebahkan dirinya kembali.
"Mama tahu, mama hanya ingin bertanya padamu."
"Dan apakah itu?"
"Kau tahu kediaman bosnya Burhan?"
Rey memicingkan mata dengan pertanyaan mamanya, ia kembali duduk.