*****
Semua masih membisu di ruang keluarga, William, Nicky dan Liana. Bahkan William pun bingung bagaimana mau memulai pembicaraan ini. Tapi ia tetap harus memulainya, atau mereka bertiga akan jadi patung sungguhan di sana.
"Keadaan ini sungguh membuat kakek sedih, jujur saja....kakek merasa sakit!" desis William. "kakek tak bisa melihat kalian terus seperti ini!"
Keduanya hanya diam, "Liana....., kakek sangat merindukanmu yang seperti dulu!"
"Kakek tahu tak bisa seperti dulu lagi, semuanya sudah berubah!" sahutnya pelan, "kakek semakin tua, kakek hanya ingin bisa pergi dengan tenang!"
Baik Liana maupun Nicky menatapnya serempak, "apa yang kakek bicarakan?" tanya Nicky. William memandangnya, "belakangan jantungku sering terasa sakit!" sahut William lirih. "masih tak apa-apa. Kata dokter itu tidak apa-apa. Hanya....kakek tak bisa terus melihatmu seperti ini!"
"Maksud kakek?" tanya Liana.
"Kakek ingin melihatmu menikah," desis William. Liana tercenung menatapnya, "dan memulai hidup baru, menciptakan kebahagiaan!" lanjutnya menatap Liana dalam. Mata Liana mulai sembab, "aku...., aku sudah cukup bahagia sekarang, dan...." kalimatnya bergetar, "aku....., aku tak ingin meni-kah dengan siapapun!" katanya. Ia bangkit dengan tongkatnya, "permisi!" tambahnya lalu meninggalkan ruangan itu.
Setelah Liana menghilang dari pandangan, William menatap Nicky. "kakek tak berharap banyak darimu, jika kau tak bisa kakek bisa mengerti!" desis William.
*****
Liana berdiri di depan taman bunga, memandang hamparan bunga warna-warni di depannya. Kakek Willy inginkan dirinya menikah, bagaimana mungkin? Siapa yang mau menikahinya? Nicky? Tidak! Tidak mungkin, airmata mulai menggenangi pipinya.
Dengan keadaanku sekarang....., aku bahkan tak pantas jadi istrinya. Lalu apa yang bisa ku lakukan dengan kakiku yang pincang? Aku hanya akan membuatnya malu!
Liana tertunduk dalam isaknya, Nicky memandangnya dari balik beberapa pohon palma. Rasa perih juga menghinggapi hatinya. Sampai kapan akan seperti ini? Rumah ini, tempat ini benar-benar kembali dingin dan sepi. Bahkan ia tak pernah melihat senyuman Liana lagi, senyuman itu....keceriaan itu....benar-benar telah hilang. Dan akankah bisa kembali lagi, seperti harapan kakeknya?