Aku menunggu Bojin hyong turun dari lantai dua dengan cemas. Dan tak lama kemudian, akhirnya dia muncul di hadapanku.
"Bagaimana hyong, apakah noona mau makan?"
Bojin hyong menghela nafasnya panjang.
"Dia tidak membukanya. Aku tak tau apakah dia akan memakannya nanti... atau tidak."
Aku makin cemas. Choeun noona tidak makan dengan regular. Aku berusaha mengiriminya semua makanan kesukaannya selama lima hari terakhir, tapi menurut Bojin hyong (yang mengantarkannya ke kantornya) ada makanan yang dimakannya sangat sedikit, ada yang bahkan tak disentuhnya. Dia juga tidak pernah membawa mobilnya lagi, kalau menurut Bojin hyong, itu malah bagus, karena dengan dia yang makan tidak teratur, dia khawatir Choeun noona malah tidak berkonsentrasi kalau harus berkendara sendirian. Apalagi akhir-akhir ini salju semakin sering turun dan jalanan menjadi sangat licin. Choeun noona masih pemula, jadi Bojin hyong juga menyarankannya untuk menggunakan kendaraan umum saja.
"Apa yang harus kulakukan? Apakah dia tidak akan mau menemuiku lagi?" tanyaku lelah.
Bojin hyong mengajakku duduk di meja yang kosong. Aku duduk di hadapannya dan menghela nafasku sekali lagi.
"Kurasa aku punya ide. Apakah kau mau mencobanya?"
"Beritau aku, hyong. Kurasa segalanya pantas dicoba sekarang."
Aku mendengarkan usul Bojin hyong dengan seksama. Idenya mungkin bisa berhasil, tapi agak menyakitkan memikirkan mungkin aku tidak akan melewati Natal (tidak ada pesta Natal tahun ini, putusnya Choeun noona dan Chungdae hyong sudah menjadi rahasia umum di antara rombongan kami, jadi bahkan tak ada seorangpun yang berani mengusulkan ini) dan mungkin juga, Tahun Baru bersamanya. Tapi ide ini layak dicoba.
"Kalau begitu aku mengandalkan hyong untuk... menjaga noona," ujarku setelah menetapkan hatiku, "aku akan mencoba usul itu."