Yoonsung terbangun ketika dia mencium bau yang membuatnya tercekik dan terbatuk keras. Ketika membuka matanya, dia melihat samar-samar asap yang memasuki kamarnya. Sambil menggosok matanya, dia turun dari ranjangnya perlahan.
"Appa? Eomma? Asap dari mana ini?"
Tangan kecilnya membuka pintu kamarnya ketika dia tak bisa melihat keberadaan ayah dan ibunya. Seketika dia terkejut dengan suara yang sangat keras dan air menyemprot keluar dari langit-langit di sekitarnya. Ketika pintu apartemen terbuka, ayahnya langsung menggendong Yoonsung kecil yang tertegun sambil menatap langit-langit. Dia membawa Yoonsung kecil keluar dari pintu apartemen mereka. Ada suara-suara teriakan dan suara alarm yang keras terdengar dari seluruh penjuru apartemen. Ketika Yoonsung diletakkan di luar pintu, dia bisa melihat ayahnya masih memakai setelan jasnya, pastilah dia baru pulang kerja malam itu.
"Yoonsung, lari ke pintu darurat yang ada di ujung sebelah kanan. Terus saja turun lewat tangga itu, oke?"
"Tapi, appa mau kemana? Dimana eomma?"
Lebih banyak air yang menyemprot keluar dari langit-langit koridor dan membuat Yoonsung basah. Yoonsung berusaha mengintip lewat celah kaki ayahnya dan melihat sekilas api yang menjilat masuk dari jendela besar di ruang tamu. Mata Yoonsung melebar ketakutan.
"Appa akan mendapatkan eomma dan kami akan berlari menyusulmu. Lari dan tunggu di bawah, oke?"
"Tapi appa..."
"Appa sudah berjanji. Jadilah anak yang baik dan tunggu kami di bawah. Mengerti?"
Ayah Yoonsung yang tampan mengguncang tubuh Yoonsung ketika dia berlutut untuk berbicara dengan Yoonsung. Ketakutan, Yoonsung menganggukkan kepalanya.
"Lari!"
Ayah Yoonsung mendorong Yoonsung keluar dan menungguinya. Yoonsung tau dia sebaiknya mendengarkan dan menuruti keinginan ayahnya, lalu dia berlari ke ujung lorong dengan secepat kaki kecilnya bisa membawanya. Terseok karena lantai yang basah dan kenyataan dia berlari saat ini hanya memakai sandal rumahnya, dan sebelum membuka pintu yang ada di ujung lorong, dia menoleh ke arah apartemennya dan sosok ayahnya tidak ada lagi. Sesaat dia ingin kembali lagi, namun ayahnya pasti akan kecewa kalau dia tidak menuruti perintah ayahnya, jadi akhirnya dia membuka pintu itu. Ternyata pandangan Yoonsung juga tidak jelas ketika mulai menuruni tangga, sepertinya di sekitarnya hanya ada asap dan nafasnya terasa makin sesak. Terdengar teriakan di kejauhan, namun Yoonsung tidak bisa mengerti apa arti teriakan-teriakan itu. Yoonsung terus berlari menuruni tangga dengan cepat, berusaha mengindahkan matanya yang berair karena pedihnya asap di sekitarnya.
"Nak, kau tidak apa-apa? Ahjussi akan membawamu keluar, oke?"
Yoonsung hanya bisa pasrah ketika sepasang tangan yang kekar menggendongnya ke dalam pelukan sang pemilik tangan. Yoonsung mengenali seragamnya: ahjussi ini pastilah seorang petugas pemadam kebakaran. Ahjussi ini bergerak jauh lebih cepat dari lari Yoonsung yang tadi, dan dengan sekejap mereka berdua sudah keluar gedung apartemen. Yoonsung diletakkan di depan kerumunan orang-orang yang sepertinya sedang menonton apartemen mereka. Yoonsung mendongakkan kepalanya dan melihat api melalap gedung apartemen dan banyak sekali asap yang mengepul dari jendela-jendela apartemen itu.
"Tunggu disini nak, nanti ada petugas kesehatan yang akan menemuimu."
"Ahjussi, ahjussi."
Yoonsung menarik ujung baju sang petugas pemadam kebakaran sebelum dia berlari pergi. Paman yang ramah itu berjongkok di hadapan Yoonsung sambil tersenyum.
"Ahjussi, eomma dan appa masih ada di dalam. Tolong bantu mereka keluar dan katakan Yoonsung sedang menunggu mereka."
"Baik, akan ahjussi lakukan. Yoonsung tunggu disini ya."
Setelah menepuk pelan kepala Yoonsung, sang paman sudah berlari masuk kembali ke gedung. Yoonsung sekarang sendirian, memandangi gedung yang terus dilalap api, dan yang terus disirami dengan air dari beberapa mobil pemadam kebakaran yang ada. Dia memandang ke sekeliling dan ketakutan: dia tidak pernah berada di tempat ramai dalam keadaan sendirian. Dia hanya berharap paman itu segera kembali dengan membawa kedua orangtuanya.
"Yoonsung!"
Yoonsung menoleh ketika mengenal suara yang memanggilnya: itu Sangwook, pamannya. Pamannya berlarian cepat ke arah Yoonsung dan memeluknya.
"Syukurlah kau disini! Keun aboji langsung kesini begitu mendengar kabar ini. Mana appa dan eommamu?"
"Mereka... mereka masih di dalam. Ahjussi pemadam kebakaran tadi sudah kembali ke dalam untuk membawa mereka ke luar," jelas Yoonsung panjang.
"Baiklah, kita tunggu mereka disini. Keun aboji akan menemanimu."
Namun waktu berjalan begitu perlahan, atau begitulah yang dirasakan Yoonsung, ketika dia menunggu dan terus menunggu... namun dia tidak menemukan sosok pemadam kebakaran dan kedua orangtuanya. Rasanya sudah dua jam berlalu... api sudah nyaris melalap habis gedung apartemen ketika akhirnya petugas pemadam kebakaran memenangkan pertempuran mereka. Yoonsung ditinggal duduk di mobil ambulans yang pintunya terbuka, sementara Sangwook berlari menuju kepala pemadam kebakaran untuk menanyakan perihal orangtua Yoonsung. Yoonsung saat itu minum teh hangat dan menoleh waspada ke sekitarnya, dan berharap siapa tau kedua orangtuanya sedang berusaha menemukannya.
"Keun aboji! Mana eomma dan appa?"
Hanya Sangwook yang kembali sendirian. Yoonsung berlarian menyambutnya dan berusaha melihat ke belakang tubuh sang paman, kalau saja dia bisa menemukan kedua orangtuanya, atau si paman pemadam kebakaran, tapi Sangwook benar-benar hanya sendirian. Sangwook berjongkok dan memegang kedua pundak Yoonsung. Yoonsung melihat mata pamannya yang kemerahan. Ada apa ini?
"Yoonsung-ah, dengarkan samchon."
Tapi suara Sangwook terdengar makin menjauh, semakin dia berbicara, suara itu terdengar makin tidak nyata. Bahkan Yoonsung tidak berusaha untuk mengerti apa yang dikatakan pamannya.
"Appa dan eomma-mu... mereka... tidak akan bisa keluar lagi. Mulai sekarang, Yoonsung akan tinggal bersama keun aboji, keun eomoni, dan Kyungju hyong bersama-sama, ya?"
"Mereka pasti akan keluar. Appa menyuruh Yoonsung menunggu disini, jadi Yoonsung akan terus menunggu."
"Mereka tidak akan keluar, Yoonsung."
"Tapi appa tidak pernah bohong pada Yoonsung. Keun aboji jangan berbohong juga."
"Keun aboji tidak berbohong, Yoonsung."
"Lalu mengapa appa harus berbohong pada Yoonsung? Mengapa membohongi Yoonsung untuk menunggu mereka disini?" tanya Yoonsung dengan pandangan kosong.
"Appamu bukan mau berbohong, Yoonsung. Tapi dia tidak bisa memenuhi janjinya. Appa dan eommamu... sudah meninggal."
Apa itu meninggal? Yoonsung sudah belajar tentang itu di sekolah, bahkan dia sudah pernah melihat kura-kura kesayangannya peliharaan sekolah yang mati. Mati dan meninggal... menurut guru Yoonsung, kedua kata itu artinya sama. Kura-kura yang mati itu, tidak akan bisa bergerak lagi, tidak bisa bermain dengan Yoonsung lagi, dan mereka pergi menguburkan kura-kura itu bersama-sama keesokan harinya. Lalu apa yang terjadi dengan ayah dan ibunya? Mereka tidak bisa menemani Yoonsung lagi? Yoonsung harus menguburkan mereka juga?
"TIDAK! KEUN ABOJI BOHONG!"
"Yoonsung, keun aboji tidak akan berbohong..."
"TIDAAAAAAK! APPA! EOMMA!"
"Sekretaris Jung! Bantu aku!"
Butuh tenaga kuat dari Sekretaris Jung yang datang ke lokasi beberapa menit setelah Sangwook meneleponnya, untuk mengangkat tubuh kecil Yoonsung yang memberontak sekuat tenaga ke bahunya dan mengangkatnya menuju mobil. Yoonsung terus meronta, berteriak dan menangis dengan sangat kencang, dan Sangwook berusaha terus memeluknya di sepanjang perjalanan pulang menuju rumah Sangwook. Saat itu sudah jam 3 dini hari, Sangwook sangat khawatir teriakan Yoonsung akan membangunkan Kyungju. Tapi ketika diangkat keluar dari mobil, Yoonsung tak lagi menjerit, namun suara tangisannya masih cukup kencang. Sangwook menghela nafas panjang dan menghapus air matanya sendiri setelah dia menempatkan Yoonsung untuk duduk di sofa rumahnya. Kyungju benar-benar terbangun. Dia berjalan perlahan keluar dari kamarnya, masih memakai piyamanya dengan lengkap sambil menggosok matanya. Dia memandang Yoonsung tidak percaya karena kehadirannya di rumahnya pada dini hari rasanya tidak masuk akal. Dan yang membuat Kyungju lebih bingung, dia tidak pernah melihat Yoonsung menangis begitu keras semenjak mereka berdua terjatuh dari sepeda roda dua pertama mereka dua tahun yang lalu.
"Yoonsung? Appa, ada apa dengan Yoonsung?"
"Mulai sekarang Yoonsung akan tinggal dengan kita."
"APA? WOW, ITU SANGAT MENYENANGKAN!"
Tapi ada yang tidak beres, pikir Kyungju, Yoonsung pastilah akan sangat senang kalau tau mereka akan tinggal bersama, dan bukannya malah menangis seperti itu. Dan mengapa Yoonsung harus tinggal bersama dengan mereka? Kemana paman dan bibinya, kedua orangtua Yoonsung? Saat itu ibu Kyungju menghampiri mereka, wajahnya terlihat khawatir dan muram. Ibu Kyungju memeluk lengan Sangwook perlahan.
"Jangan katakan..."
"Mereka menemukannya di dalam kamar... dan mereka sudah... sudah..."
Kyungju terduduk lemas di lantai, karena sepertinya dugaannya benar ketika melihat ayahnya menangis, karena ekspresi ayahnya cocok dengan keadaan Yoonsung sekarang. Kedua orangtua Yoonsung sudah meninggal dalam kebakaran yang terjadi malam itu. Dan sejak malam itu, Yoonsung tinggal bersama di rumah Kyungju. Dan sejak saat itu juga, Yoonsung berubah untuk selama-lamanya.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H