Mohon tunggu...
May Lee
May Lee Mohon Tunggu... Guru - Just an ordinary woman who loves to write

Just an ordinary woman who loves to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Novel] A Winter Story [3]

12 Juli 2020   20:46 Diperbarui: 12 Juli 2020   20:45 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Suasana di kereta cepat bawah tanah (MRT) di Seoul sangat ramai. Maklum, Natal akan tiba dalam 12 hari lagi, jadi beberapa sekolah telah meliburkan murid-murid mereka. Selera fashion orang Korea membuat Nancy dan Valene kagum; bahkan Valene mengaku orang Korea tidak akan ada yang tertarik melihatnya: karena dia hanya memakai kaos yang dilapisi jaket berbulu yang panjang dan berwarna hijau. sementara Valene sedang sibuk memicingkan matanya di depan papan peta MRT yang sangat besar, Andrew dan Nancy menikmati pemandangan di sekitar mereka.

"Apa kau yakin kita tidak akan tersesat?" tanya Andrew ragu.

"Menurutnya, dia sudah belajar membaca peta sejak 2 tahun yang lalu," jawab Nancy sambil mengedikkan bahunya.

"Kalian berdua tunggu disini, aku belikan tiketnya," pesan Valene yang menghilang ke kerumunan.

Karena tubuhnya kecil sekali, dengan cepat puncak kepala Valene-pun menghilang, bahkan untuk Andrew yang terhitung jangkung, sudah kehilangan jejak Valene. Namun lima menit kemudian Valene kembali sambil membawa 3 kartu. Ada sedikit titik keringat bersimbah di wajahnya.

"Ini, masing-masing ambil satu. Nanti bayar aku ya, aku beli tiketnya supaya kita tidak usah susah payah beli koin tiap perjalanan naik MRT."

Andrew dan Nancy lega dengan Valene yang sudah kembali. Akhirnya, keduanya mengekori Valene sepanjang perjalanan mereka menuju Namsan Tower. Perjalanan menuju Namsan Tower rupanya tak semudah yang mereka bayangkan karena mereka harus setengah mendaki kesana.

"Lihat! Itu Namsan Tower!" seru Valene sambil menunjuk menara di kejauhan.

"Wow!" seru Nancy dan Andrew bersamaan.

Seketika ketiganya sibuk berfoto mengambil Namsan Tower sebagai background mereka (beruntung Valene siap dengan tongkat narsis-nya) dan setelah membeli tiket (sekali lagi Andrew dan Nancy dibuat kagum dengan kemahiran berbahasa Valene) mereka menaiki cable car menuju puncak gunung Namsan. Tanpa menunggu, Valene membawa mereka menuju lantai dua N Plaza, dimana disana ada Roof Terrace.

"Lihat, ini dia Love Padlock Tree yang terkenal!"

Di depan mereka, tampaknya ada pohon-pohon yang tumbuh aneh. Bagaimana tidak, ternyata dimana tempat dimana daun tumbuh, semuanya rupanya merupakan rangkaian gembok dengan berbagai warna dan ukuran. Tidak hanya pohon yang dipenuhi gembok disana, bahkan pagarpun ikut dipenuhi gembok. Semuanya terlihat penuh sekali.

"Mitosnya, kalau kalian memasang gembok disini dan membuang kuncinya, cinta kalian akan abadi selamanya," ujar Valene sambil mengangguk.

"Ayo beli gemboknya!" ajak Nancy pada Andrew.

Dengan sedikit perasaan getir, Valene memperhatikan Nancy dan Andrew yang memasang gembok dan membuang kuncinya di kejauhan. Diam-diam, Valene juga membeli satu gembok.

"Siapa tau... suatu hari aku akan memasang gembok ini disini dengan pasanganku..."

"Valene, ayo, kita akan kemana lagi?" tanya Nancy bersemangat.

"Oke, ayo ke Teddy Bear Museum!" ajak Valene sambil berlarian menghampiri keduanya.

Suasana di hari ketiga keberadaan mereka di Korea rupanya menyenangkan hati Andrew, karena dia yang mentraktir makanan mahal yang mereka makan di Namsan Tower malam itu. Kira-kira jam delapan malam, mereka kembali menaiki cable car untuk turun kembali ke bawah.

"Apa ini Cuma perasaanku atau mendadak udara terasa dingin?" tanya Valene.

"Kurasa memang sedikit dingin," jawab Nancy, suaranya sedikit bergetar.

Andrew menarik Nancy mendekat padanya, dan di dalam hatinya, Valene merasa iri.

"Ah, salju!" seru Andrew.

Valene mendongakkan kepalanya, dan benar: butiran-butiran halus kecil mulai berjatuhan dari langit. Valene menjulurkan tangannya untuk menangkap butiran itu dan senyum terbentuk di bibirnya. Akhirnya, dia melihat salju untuk yang pertama kalinya.

'SALJU!" seru Valene sambil berlarian dan melompat-lompat.

"Dia seperti anak kecil..." komentar Andrew.

"Biarlah. Dia sepertinya senang sekali."

Tampaknya Valene punya banyak energy untuk terus melompat di sepanjang perjalanan mereka menuju ke stasiun MRT. Dia bahkan tidak mengeluh ketika harus turun gunung. Nancy akhirnya agak sedikit khawatir pada keceriaan sahabatnya itu yang masih saja sibuk melompat.

"Valene, kau tidak merasa dingin?" tanya Nancy, "kau tidak pakai syal, topi, sarung tangan..."

"Dingin sih, tapi ini menyenangkan~"

Valene masih terus berlari berputar-putar hingga akhirnya, kakinya menginjak setumpuk salju dan dia kehilangan keseimbangannya. Tanpa aba-aba, dia terjatuh, dengan wajah yang menyentuh tanah duluan.

"VALENE!" seru Andrew dan Nancy kaget.

Tapi rupanya wajah Valene tidak telak menyentuh tanah, karena ada tumpukan tebal salju di tempat wajahnya mencium tanah. Dan beberapa senti meter di depannya, dua pria jangkung memandang ke bawah, ke tempat dimana tubuh Valene berada.

"Oh tidak, Valene!"

Nancy berlari lebih cepat untuk membantu Valene berdiri. Serabutan dan dibantu lengan Nancy, Valene akhirnya berdiri. Rambutnya berantakan dan ada butiran saljunya, tapi yang tampaknya parah, darah mengalir dari hidungnya.

"VALENE KAMU BERDARAH!"

"Ah? Benarkah?" ujar Valene sambil mengusap hidungnya dengan punggung tangannya.

Kedua pria jangkung saling memandang satu sama lain sebelum keduanya mendengus dan bicara cepat dalam bahasa Korea.

"Dia lucu sekali. Kurasa mereka bukan orang Korea?" tanya pria pertama yang rambutnya berwarna hitam.

"Kurasa begitu," imbuh pria kedua yang rambutnya pirang.

"Aku tidak lucu," seru Valene sambil mendongak dan memandang sengit kedua pria di depannya yang mengira dia tidak mengerti bahasa Korea.

Tapi pandangan sengit Valene berubah detik itu juga. Meskipun dia ditertawakan... dia tidak bisa terus menerus marah dengan mereka. Mereka berdua adalah sosok pria yang sangat sempurna. Mungkin mereka artis. Pria pertama, yang berdiri di sebelah kanan: rambut pendek berponinya berwarna hitam, terlihat tebal dan halus, matanya bulat tidak seperti orang Korea pada umumnya, dengan hidung mancung, bibir yang kemerahan, telinganya agak menonjol di bawah topi wol biru yang dikenakannya, tubuhnya tinggi ramping, dan yang membuat Valene terpana adalah: lesung pipi di kedua pipinya yang putih kemerahan. Pria di sampingnya tidak kalah menariknya: sama tinggi dan rampingnya, rambut pendek pirangnya tertata rapi dengan bagian poni diberi sedikit gel agar tidak terlihat terlalu panjang, matanya sipit dan pandangannya tajam, bibirnya kecil dan tampak seksi, dan dia tersenyum tipis menanggapi lawan bicaranya. Mungkin, Valene baru saja bertemu malaikat.

"Apa kamu orang Korea?" tanya si pria bermata bulat, matanya terlihat semakin besar ketika dia keheranan memandang Valene.

"Aku bukan orang Korea, tapi aku bisa bahasa Korea," jawab Valene, agak terbata.

Kedua pria saling berpandangan sebelum akhirnya mereka balas memandang Valene lagi. Pemandangan ini agak menggelikan buat Andrew yang memandang mereka dari jarak yang cukup jauh, karena Valene benar-benar terlihat mungil di hadapan pria-pria itu (beruntung Nancy tingginya sekitar 10 cm di atas Valene).

"Ngomong-ngomong," ujar si pria bermata bulat sambil menyentuh hidungnya, "darah."

"Darah?" tanya Valene kebingungan.

"Disini."

Si pria menyentuh hidung Valene (Valene berjengit ketika jari dingin pria itu menyentuh kulitnya) dan menunjukkan jarinya yang ada bercak darahnya. Saat itu Valene baru sadar dia berdarah, padahal tadi dia sendiri sempat mengusap darah di hidungnya.

"AKU BERDARAH!" seru Valene heboh.

"Ayo kita pulang saja," ajak Nancy.

Ketika keduanya berbalik, si pria bermata bulat memanggil mereka.

"Hey! Pakai ini!"

Valene memutar tubuhnya dan seketika syal hitam hangat melingkar di lehernya. Ini syal dari pria itu.

"Ah..."

"Annyeong!"

Dan belum sempat Valene mengucapkan terima kasih, si pria itu sudah bergabung lagi dengan pria satunya dan berjalan menyeberangi jalan.

"Kyungju hyong, apa yang kau lakukan?"

Itulah kalimat terakhir yang Valene dengar, yang diucapkan pria pirang pada si pria bermata bulat. Jadi nama pria itu adalah Kyungju. Dan saat ini dia memakai syal milik Kyungju. Apakah benar impiannya akan terwujud? Apakah benar Kyungju-lah pangeran yang selama ini menunggunya disini, di Korea?

***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun