"Apa yang kau lakukan?"
"Kau ingin mencicipinya kan?"
Sebelum aku sempat berkata apa-apa lagi, dia menempelkan bibirnya padaku. Kudorong dadanya perlahan, tapi aku bisa merasakan kimbap itu di bibirku.
"Apa kau gila?" bisikku agak keras.
"Aku tidak gila."
"Kau kan bisa mengambilkannya untukku. Maksudku, kimbap yang sesungguhnya."
"Tapi itu tidak romantis. Yang begini lebih romantis."
Wajahku panas ketika dia menciumiku lagi. Aku tak kuasa menolaknya, ataukah aku memang menginginkannya juga? Aku pastilah sudah gila melakukan ini di ruang keluarga mereka, dengan resiko siapapun bisa keluar untuk cari minum atau Dongsun bisa saja ingin ke toilet. Tapi ketika hal ini terjadi, otakku macet lagi. Aku hanya bisa membiarkan apapun yang ingin dilakukan Donghyun padaku tanpa aku bisa menolaknya. Bagaimana aku bisa melupakan betapa lembut ciumannya, ketika pertama kali hal itu terjadi adalah tiga hari yang lalu? Aku bisa merasakan tangannya di pipiku dan mengelus pipiku lembut ketika kami berbalas ciuman.
"Apakah kimbapnya enak?" ujarnya sambil tertawa ringan.
Aku memukuli dadanya dengan kekuatan yang lumayan besar, tapi dia hanya tertawa dan menangkapi lenganku. Dia sudah kembali ke sisi dirinya yang usil.
"Kau bisa membuatku mati!" bisikku sambil melotot padanya.