Mohon tunggu...
Christianto Wibisono
Christianto Wibisono Mohon Tunggu... -

Redaktur politik Harian Kami 1966-1970 Pendiri dan direktur TEMPO 1970-1974 Pendiri Pusat Data Business Indonesia 1980-2000 Pendiri Institute Kepresidenan Indonesia 2012

Selanjutnya

Tutup

Politik

WIBK 14 Juli 2018 "Hoa Bastille Freeport"

14 Juli 2018   19:49 Diperbarui: 14 Juli 2018   20:01 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BK: Ya itu sekali lagi penerapan "butterfly effect" . Idiom yang dipakai zaman Bastille bisa dipakai juga dizaman Freeport. Elite politik selalu punya alasan, argumen, alibi untuk membenarkan kritik terhadap lawan politik baik oleh petahana maupun oleh oposisi yang tidak berkuasa. Biasanya dalamiklim liberal, ketidak beresan itu bisa tercium secara dini dan bisa diatasi atau dihindarkan karena oposisi kritis preemptive mencegah terjadinya blunder kebijakan yang bisa merugikan kepentingan nasional.  

Dalam iklim tertutup maka putusan yang diambil secara diam diam, tidak ada argumen atau brainstorming pro dan kontra serta analisis SWOT maka putusan diambil secara sefihak sempit arogan dan bisa jadi blunder besar yang mempengaruhi kinerja nation state itu secara berkepanjangan.

Dalam soal Freeport itu sebetulnya diperlukan sinergi cerdas antara Menteri BUMN, Menteri ESDM dan Menkeu serta pengalaman negosiasi lintas rezim  dan lintas empiris.  Ketika kita berunding dengan Belanda di KMB dengan semangat gegap gempita ternyata  hasilnya malah harus mengakui hutang Hindia Belanda  harus dibayar oleh RIS kepada Belanda. Nasib kita itu ternyata merupakan satu satunya negara bekas jajahan yang harus membayar utang kepada bekas penjajahnya. 

Waktu itu saya di isukan sebagai kolaborator Jepang, karena itu Sekutu dan Belanda hanya mau berunding dengan Sutan Syahrir dan bukan Sukarno.  Setelah membayar hampir lunas 7 tahun pada 1957 saya nasionalisasi seluruh perusahaan Belanda dalam rangka perjuangan membebaskan Irian Barat. Tapi kemudian terjadi de-nasionalisasi pengembalian perusahaan itu kepada pemilik oleh Orde Baru 1967 karena ekonomi Indonesia bangkrut waktu itu. 

Nah kemudian Orde Baru 32 tahun berkuasa tapi juga ekonominya bangkrut tahun 1998. Sekarang sudah 2018, sudah 20 tahun Reformasi lha kok negosiasi Freeport masih diselimuti kasak kusuk pro dan kontra serta curiga antar elite mulai dari kasus rekaman CEO Freeport dan Ketua DPR Setnov sampai sekarang Hoa yang malah mirip Hoax. Sekarang ini bukan zaman perang dar  der dor konfrontasi dan kerumunan model 212 yang mengandalkan otot penasaran gaya preman. Sekarang ini zaman perang dagang, dengan tarif bea masuk, dengan quota, dengan non tarif barier. 

Nasionalisasi model 1957 dengan semangat Bastille, serbu penjara, ambil alih dan kuasai asset atau perusahana milik asing dengan semangat "jihad ekonomi" Xenophobia, anti asing, anti kolonial, anti imperial adalah pola kuno ketinggalan zaman, primitif, primordial dan ditertawakan orang banyak. Yang berlaku sekarang adalah kelihayan kepiawaian corporate raiders model Carl Icahn yang pernah dipraktekkan oleh Mahathir ketika pemerintah Malaysia membeli Guthrie di London sehingga PM Margaret Thatcher kebakaran jenggot (meski dia tidak berjenggot). Juga orang seperti Soros bisa mengalahkan the Bank of England dengan currency war 1992. 

Kita pernah membeli Bank Indonesia dari de Javasche Bank dengan negosiasi dan harga win win begitu juga 1970 Ibnu Sutowo membeli asset Shell secara angsuran win win. Tidak ada yang merasa dikibuli dan dipaksa, tapi win win deal. Nah dalam soal Freeport ini banyak orang yang mengritik kenapa tidak memakai pola Inalum, ngotot menawar dan memperoleh harga "lumayan,. lebih rendah dari yang ditawarkan Jepang. Tentang dampak kebijakan Hoa bagi saham Freeport Induk di NYSE, mestinya juga kita alert dan lihay untuk justru melakukan move manuver corporate raiders.

 Layaknya hunter memangsa lawan secara cerdas pada saat lawan lemah dan rendah harganya. Semua ini memerlukan bauran kebijakan dan kelihayan manuver sehingga yang dikritisi itu bisa dilakukan secara simultan dan sebagian memang "mesti merupakan manuver diam diam" tapi memanfaatkan mekanisme bursa yang memungkinkan corporate raiders seperti Carl Icahn menguasai induk Freeport  secara cerdas.  Sekarang ini memang yang akan untung jelas konkret karena saham Freeport akan naik di New York ya Carl Icahn itu. Seandainya Inalum atau siapa termasuk Prabowo lihay membeli saham Freeport waktu hargaya anjlok maka kita sudah bisa menguasai Induk Freeport setara dengan Carl Icahn tanpa perlu gebrak meja atau konfrontasi. 

Melainkan seperti ketika Mahathir akuisisi Guthrie Sime Darby, ketika kita ambil alih BI dan Ibnu beli Shell. Sekarang oposisi menjungkirbalikkan Hoa seolah mereka lihay bisa kasih resep, padahal hanya koar koar anti asing anti Freeport. Tapi kalau berkuasa juga pasti seperti perjalanan sejarah bangsa kita. Termasuk Indonesianisasi model Ginanjar Bakrie Bob Hasan yang tidak bermanfaat buat rakyat kecuali buat oknum yang menikmati divestasi 1992. 

Baca memoir dari orang orang penting zaman Soeharto, kalian akan mengetahui bagaimana intrik politik intra elite puncak Indonesia mengakibatkan Indonesia sekarang ini hanya mampu mengekspor separoh Vietnam. Saya jenuh mengomentari inertia menjemukan elite kita. Kalau Jokowi memakai jurus gabungan BI Shell Guthrie Sime Darby Soros dan Carl Icahn, maka kita tidak perlu keluar duit Rp. 50 trilyun sebab dengan US$ 1 milyar saja waktu saham Freeport jatuh 2015 , kita sudah bisa menguasai induk Freeport langsung dari jantungnya di New York. 

Dan otomatis Freeport Indonesia menjadi milik kita tanpa perlu membeli dengan harga "premium" seperti di"paksa"kan sekarang. Carl Icahn membeli Freeport dengan harga murah sekarang akan mendapat limpahan. Kalau kita lihay,  ketika saham itu sedang "ambruk" justru ketika tidak jelas status kontrak nya dengan RI ,maka kita beli induknya lansgung seperti Carl Icahn. GoI Pemerintah Indonesia (lewat proxy ) bisa jadi pemilik langsung Induk Freeport .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun