Mohon tunggu...
Den Baguse Bagus
Den Baguse Bagus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tentang Aku

a Husband

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Insentif Tenaga Kesehatan, Sebuah Ironi di Lapangan?

22 Juni 2020   18:10 Diperbarui: 22 Juni 2020   18:11 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dirgahayu HUT untuk Kota Jakarta !!!

=======

postingan pertama saya, yang mencoba berusaha nulis lepas ala kadarnya.....tercetus ide ketika bincang santai dengan istri tercinta..

===

Hello all, gue mau share nih...
gue ga bermaksud mengeneralisir keadaan yang istri gue alami sendiri
gue ga bermaksud ngejatuhin instansi tempat istri gue kerja
gue cuman mau share , ini loh ternyata ada salah satu kondisi dimana nakes dan penunjangnya malah jadi pihak yang dirugikan.

-----
Suatu malam sewaktu gue jemput istri dinas, seperti biasa gue nanya dunk... tadi pasien banyak ga, ada tambahan PDP ga, trus yang kemarin di tes swab gimana ? btw istri gue nakes non PNS di ***.

memang semenjak ditetapkan sebagai pandemic covid, gue sebagai suami tiap malam tiap hari juga was-was keadaan istri gue. Banyak berita beredar tiap hari, nakes-nakes banyak yang kecapean, bahkan tak sedikit berguguran.. al fatihah buat para pahlawan kesehatan kita.

Trus gue nyeletuk dunk.. Gue bikinin dialog sederhana deh antara gue ama istri:

Gue : insentif gimana kabar?. die marah dunks,

istri: apaan insentif ga seberapa... di media yang 10jt itu buat rumah sakit rujukan..disini (rumah sakit tempat dia kerja) cuman dapat 215rb sehari. Itu juga jadi bulan-bulanan orang. Dikiranya gue dapat puluhan juta tiap bulan sebagai insentif. Ini hari juga gue dipaksa tandatangan buat balikin ke rumah sakit. Itu mereka yang bilang "kan dapat insentif", pada ga tahu aja gimana kerjanya di masa pandemic ini. Tiap hari pake apd lengkap, badan pengap, nafas juga sesek, mandi setelah selese dinas di rumkit ganti baju, sampe rumah mandi lagi ganti baju lagi. Eh sekarang insentif dipotong pulak......

gue : lho kok balikin ?

isri : iya, gue kena 'palak', intinya besok mau diajukan pencairan ke dinas kesehatan. Kalau gue ga tanda tangan ya ga bisa cair. kata rumah sakit sih mau dibagi sama rata / berdasarkan grading masing-masing karyawan. Gitu kebijakan rumah sakit katanya. Intinya gue harus tanda tangan bersedia ngembaliin uang insentif itu, tapi gue sendiri ga tahu berapa besarnnya, gimana prosentasenya...

gue : lho lho ..sebentar... itu kan ada pergubnya... ada aturan sesiapa yang dapat atau nggak..itu kan hak elu ama temen2 elu yang dapat. Rumkit ga bisa gitu dong?

istri : lha iya, alesan rumah sakit..dibilangnya rumah sakit ini satu kesatuan kerjanya..ga cuman nakes, ada bagian administrasi..ada bagian jagain server..ada bagian yang anter-anter surat,, gue juga ngomong ke rumah sakit... masa gue yang pakai apd lengkap selama 8 jam dapatnya sama dengan yang ga megang pasien... itu juga gue ndongkol..rumah sakit kok mikirnya gitu. Gue sih dah capek...udah tiap hari capek nerapin protokol covid, skrg ditambah lagi 'todongan' dari rumah sakit. Katanya sih untuk asas keadilan. Terserah deh...hampir gue bilang ke rumkit, "niiih ambil semuaaaaaaaaaaaaa". Gue kan tetep jaga perasaan banyak orang juga.

gue : keadilan darimana ?? lha kok malah insentif nakes yang dipotong, haruse rumah sakit protes dong ke dinas kesehatan kenapa cuman nakes2 dan penunjangnya dapat? mereka ga tepat kalau 'malakin' kalian.. itu hak kalian..apresiasi pemerintah buat kalian, karena garda terdepan yang menangani pasien covid langsung. Toh rumah sakit bisa jalan, sebagian besar juga karena temen2 nakes non PNS, kan(yang kerjanya shift).. coba itu nakes2 PNS..mau gitu kerja di shift2an... jaga malam jarang bisa tidur.. jaga siang pasien mbludak... la mereka (yang PNS) TKD nya selangit, la elu ama temen2 lu apa TKD nya sama kayak mereka?? bedanya juga jauh banget..beban kerja malah lebih besar kalian.

istri : iya disini yang nakes pns ga ada yang mau jaga shift, akhirnya ya mau ga mau non pns ini yang selalu jaga shift. Di rumkit lain sih ada yang mau sistem shift, toh yang diitung juga jam kerja selama seminggu/sebulan.

gue : la rumkit lain ada ga kebijakan kayak gini, ?

istri : ya dari yang gue tanya-tanya sih, ada yang menerapkan bagi rata, ada yang matok berdasarkan grading, ada yang nakesnya sama sekali ga mau di bagi rata (tapi menyisihkan sebagian buat mana-mana yang ga dapat berdasarkan kerelaan dan keikhlasan)

gue : nah yang bener itu, rumah sakit ga boleh motong insentif yang sudah jelas ada dasar kenapa dia dapat, toh gue yakin ya..nakes2 dan penunjangnya yang dapat insentif itu pastilah mikirin temen2 yang ga dapat insentif, entah itu cs, satpam, pegawai yang ngurusin administrasi yang tidak bersentuhan dengan pasien

istri : lha iya, tiap kita kalau ada rizki juga kita selalu sadar dan selalu ngasih kok  ke sesiapa yang bantu kita secara langsung maupun tidak langsung.

gue : trus skrg gimana ?

istri: terserah rumah sakit deh, gue dah capek.yang penting mah gue dah ngomong ke rumah sakit.. kalau cara kerjanya ga kayak gini. kalau merujuk pergub dan juknis , apa yang dilakukan rumkit ini, menurut gue ya salah, ga bijaksana. Bagian manajemen mah enak... ga perlu pakai APD lengkap, ga perlu ngadepin langsung pasien. Lha gue sama temen2 gue?? saben hari mah was-was dan tetep berdoa... eeeeeh insentifnya dipotong. Yo wislah...

gue; lu ga lapor ama pak gub ?

istri : mau, gue lapor?? dan ketahuan rumkit akhirnya gue di pecat?

gue : mang masih jaman kayak gitu? ngelapor ada yang ga beres kemudian dipecat ?? bukannya skrg era keterbukaan? PNS *** itu PNS dengan TKD paling tinggi di Indonesia, masa kerja ga profesional?

istri : gue kan non PNS, posisi gue lemah.....hellllllowwwwww..... sudah laaah.... rizki yang lebih gede akan datang dari arah yang ga disangka... elu doain gue aja moga sehat selalu, dan yang terpenting semoga gue bisa bekerja dengan ikhlas.

Dear, Pak gub.
Semoga Bapak dan semua jajaran dibawah pimpinan Bapak senantiasa diberikan kesehatan dan keselamatan

Terima kasih telah memberikan apresiasi kepada para nakes dan penunjangnya. Namun kalau boleh saran, mohon ijin kalau Bapak tidak berkeberatan, karena pagu yang dipakai adalah pagu maksimal (sesuai dengan standar biaya ***), hemat saya sebaiknya Insentif kepada Nakes dan penunjangnya itu dibuat klasterifikasi berdasarkan profesinya. Agar tidak menjadi anomali perhitungan di lapangan seperti yang terjadi saat sekarang ini. Maksudnya sih baik banget memberikan apresiasai, namun fakta di lapangan ga seindah yang dibicarakan. Kalau begini keadaannya, nakes-nakes beserta penunjangnya juga jadinya yang dirugikan. Sungguh ironis, menurut saya.

Salam hormat buat para nakes dan penunjangnya, diseluruh dunia !!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun