Mohon tunggu...
Rendrawati
Rendrawati Mohon Tunggu... Freelancer - penulis lepas

Alumni Sejarah Universitas Diponegoro yang punya pengalaman menulis di beberapa media massa dan situs lainnya. silahkan baca tulisannya yang lain di Medium:@rendrawati dan Qureta: Rendrawati. Khusus Sastra seperti cerpen, silahkan ke akun Kompasiana: Renny DJ

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Hari-hari ketika Bapak Memperbolehkan Kita Menonton di Stadion

26 Oktober 2022   00:05 Diperbarui: 26 Oktober 2022   10:46 1507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertandingan Dimenangkan Oleh Timnas Korsel di Stadion Wibawa Mukti tanggal 23-8-2018. (Dok. Pribadi)

Tragedi Kanjuruhan adalah salah satu tragedi terburuk dalam sejarah persepak bola-an dunia. Ketika tulisan ini selesai diketik, korban meninggal menjadi 135 orang dan saya berharap angka ini tidak akan bertambah lagi, dan juga tragedi serupa di masa depan juga tidak akan terjadi lagi. Saya menjadi mengingat kenangan menyenangkan saya kala dibolehkan Bapak untuk berada di Stadion ketika Asian Games 2018.

Saya suka menonton pertandingan sepak bola. Kesukaan saya adalah melihat pertandingan sepak bola internasional, tim kesukaan saya Timnas Spanyol dan Timnas Argentina, makanya setiap 4 tahun sekali, saya bisa begadang demi lihat Piala Dunia, Piala Concacaf, dan Piala Eropa. 

Kalau klub, saya sempat menjadi penggemar FC Barcelona, meskipun akhirnya sadar kalau suka klub sepak bolanya karena Lionel Messi saja.

Pengenalan dunia sepak bola tidak lepas dari pengaruh Bapak saya. Bapak tidak pernah fanatik dengan satu grup sepak bola atau bintang sepak bola, tapi ketika Piala Dunia, jagoannya adalah Timnas Jerman. Adik saya yang bungsu suka dengan Timnas Brazil. 

Bapak tidak pernah mengajak kami untuk melihat pertandingan Timnas Indonesia secara langsung maupun menyukai Liga-Liga di Indonesia karena menurutnya "terlalu ramai, suka berantem, dan gaya permainannya juga tidak bagus-bagus amat". Akibatnya, saya jadi ikutan tidak mengikuti perkembangan sepak bola tanah air.

Semuanya berubah di tahun 2018 pasca Piala Dunia 2018 di Rusia. Penyebabnya adalah adik saya yang biasanya suka Neymar, tetiba kesengsem oleh salah satu pemain Timnas Korea Selatan bernama Lee Seung-Woo. 

Timnas Korea Selatan tidak lolos di penyisihan grup, tapi karena paras Lee Seung-Woo sekaligus gaya permainan yang lumayan, membuat Adik saya suka dengan dia bak menyukai idol Kpop. 

Selera Adik saya tidak salah karena setelah Piala Dunia, dia menjadi terkenal dan sempat masuk ke acara-acara televisi Korsel, ternyata dia ini dijuluki Messi dari Korsel dan kala itu masih bermain di Barcelona B.

Kita tahu kalau Asian Games 2018 akan diadakan di Indonesia bulan berikutnya. Tapi begitu muncul berita dari Korea Selatan kalau ada 4 pemain senior diikutkan lagi di Timnas Sepak Bola U-20, adik saya kesenangan karena akhirnya dia bisa melihat idolanya berada di Indonesia.

Sayangnya, untuk meminta izin dari kedua orangtua susahnya bukan main, bahkan setelah kedua orangtua terpukau dengan pembukaan Asian Games 2018 di Stadion Gelora Bung Karno yang apik sekali. Adik sampai mengenalkan keempat pemain senior yang bermain di Piala Dunia 2018 kepada orang tua saya, yakni: Song Heung-Min, Hwang Ui-jo, Hwang Hee-Chan dan tentunya Lee Seung-Woo.

Pertandingan fase grup diadakan di Bandung, Adik saya sedih saja karena pertandingannya bentrok dengan jam sekolahnya. 

Begitu masuk babak 16 besar dan pindah lokasi tanding ke kota yang dekat dengan kami, Adik saya kembali ngotot mau melihat Lee Seung-Woo tanding, Bapak masih khawatir dan berkata, "badan kalian kecil. Pengamanan stadion di sini jelek, suporter Indonesia suka emosian, kalau ada apa-apa, kalian bisa celaka!."

Adik tidak hilang akal, berbekal foto-foto dan video di internet, Ia memperlihatkan kondisi stadion Jalak Harupat yang sepi. Akhirnya Bapak pun mengabulkan meskipun masih sangsi, kami semua diajak untuk menonton pertandingan Timnas Korsel melawan Timnas Iran di Stadion Wibawa Mukti, Kabupaten Bekasi. 

Awalnya, Bapak hanya ingin memperlihatkan kalau menonton sepak bola itu ramai, tapi begitu melihat kondisi stadion yang lengang, Bapak akhirnya membelikan kita semua tiket, bedanya saya dan Adik di tribun A dan Bapak serta Ibu di tribun lainnya.

Pertandingan Dimenangkan Oleh Timnas Korsel di Stadion Wibawa Mukti tanggal 23-8-2018. (Dok. Pribadi)
Pertandingan Dimenangkan Oleh Timnas Korsel di Stadion Wibawa Mukti tanggal 23-8-2018. (Dok. Pribadi)

Kami beli tiketnya on the spot pada tanggal 23 Agustus 2018 dan sudah ramai dengan suporter Timnas Korsel, Tapi untuk acara level internasional, stadion ini memiliki banyak kekurangan, antara lain masalah jaringan internet dan akses ATM yang jauh dari stadion, belum lagi petugas yang tersedia tidak lancar bahasa Inggris dan tidak bisa bahasa Korea, jadilah penumpukan di lapak penjualan tiket. 

Untuk menghemat waktu, Adik dan Bapak yang pergi mencari ATM. 

Sambil menunggu, saya membantu beberapa suporter korsel yang kebingungan beli tiket, salah satunya ada fans perempuan bernama Ms. June yang saya bantu beli tiket, jadilah kami bertiga duduk bersebelahan. 

Saya sendiri tidak bisa berbahasa Korea, Adik hanya bisa sedikit, dan Ms. June hanya bisa sedikit bahasa Inggris, jadinya kami berkomunikasi dengan aplikasi bahasa bernama Papago yang ada di handphone-nya.

Saat duduk di bangku tribun A, ternyata hanya kami berdua saja yang orang Indonesia. Mereka juga heran melihat kita, tapi karena Ms. June mengajak kita mengobrol sebelum pertandingan di mulai, beberapa orang Korsel menanyakan Ms. June siapa kita dan dijawab kalau kita ini temannya. 

Mereka memperlakukan kita dengan baik sekali, meskipun mereka tidak mengajak ngobrol, tapi kalau menoleh, pasti kita disenyumi oleh suporter-suporter yang ada di belakang saya, rasanya saya berada di negara Gingseng benaran.

Akhirnya saya paham kenapa ada yang suka menonton langsung, yakni karena euforia menonton langsung dengan menonton di televisi beda sekali. Terasa seru karena kita bisa merasakan enerji dari suporter lain seperti tepuk tangan atau teriakan.

Menurut saya, suporter Korsel tertib sekali: mereka antre membeli tiket, memang ada beberapa anak muda yang maju dan meneriaki menyemangati pemain, tapi itu saja. ketika pertandingan berjalan, para suporter ini tidak makan dan merokok selama pertandingan. 

Mereka makan ketika jam turun main. Yang bikin kaget adalah ketika selesai pertandingan, ada beberapa Ahjumma dan Ahjussi (paman dan bibi dalam Bahasa Korea) yang membawa kantong sampah besar dan mengumpulkan sampah yang ada di bangku-bangku penonton. Semua orang beramai-ramai membuang sampah yang mereka lihat ke sana dan kemudian ditaruh di dekat kotak sampah yang tersedia.

Sepulangnya dari sana, kami semua pulang dan berbagi cerita soal disiplinnya Orang Korsel. Karena merasa aman, Bapak mengizinkan menonton pertandingan sepak bola Timnas Korsel lagi. 

Tapi Bapak mengecualikan kalau semisal Timnas Indonesia lolos pada pertandingan selanjutnya, maka semua anaknya tidak ada yang boleh melihat langsung ke stadion lagi. Ternyata Timnas Indonesia kalah oleh Timnas UAE pada pertandingan tanggal 24 Agustus 2018.

Proses Menyanyikan Lagu Kebangsaan di Stadion Patriot Chandrabraga, Bekasi tanggal 27-8-2018 (Dok. Pribadi)
Proses Menyanyikan Lagu Kebangsaan di Stadion Patriot Chandrabraga, Bekasi tanggal 27-8-2018 (Dok. Pribadi)

Akhirnya Bapak mengizinkan untuk menonton lagi pada pertandingan tanggal 27 Agustus 2018. Pertandingan Uzbekistan vs Korsel yang diadakan di Stadion Patriot Chandrabraga, Bekasi, tapi saya pergi sendirian karena Adik sedang ada ujian di sekolahnya. 

Suporter yang menonton juga tidak sebanyak pertandingan sebelumnya, namun saya menemui beberapa fans Indonesia yang suka KFA, terutama penggemar Song Heung-Min. Dibandingkan stadion sebelumnya, akses kendaraan lebih mudah serta suasananya di tengah kota yang notabene lebih aman untuk penonton sendirian seperti saya. 

Selesai pertandingan, saya diajak oleh salah satu fansnya ke hotel tempat para atlit menginap yang jarak tidak jauh dari stadion dan saya berhasil berfoto dengan Hwang Hae-Chan dan dapat tanda tangan, salah satunya punya pemain Tottenham Hotspurs.

Foto Dari Jauh Ketika Penyerahan Medali di Stadion Pakansari, Bogor tanggal 1-9-2018 (Dok. pribadi)
Foto Dari Jauh Ketika Penyerahan Medali di Stadion Pakansari, Bogor tanggal 1-9-2018 (Dok. pribadi)

Hari final pertandingan sepak bola dilaksanakan di Stadion Pakansari, Bogor pada tanggal 1 September 2018. Pertandingan finalnya adalah Timnas Jepang vs Timnas Korsel, ternyata jumlah penontonnya lebih banyak dari sebelum-sebelumnya, kali ini penontonnya ada beberapa muka Indonesia seperti saya dan Adik saya. 

Karena jumlah penonton lokal yang sedikit, kami yang datang jadi ikut tertib, tidak ada yang berebut sama sekali. Sama seperti sebelumnya, selesai acara ada yang mengumpulkan sampah dan ketika pertandingan pun, nyaris semuanya konsentrasi dengan permainan yang dimenangi oleh Timnas Korsel.

Setelah Asian Games selesai, Bapak kembali tidak memperbolehkan kami untuk pergi ke stadion untuk melihat pertandingan bola. Kenangan itu termasuk kenangan yang saya ingat sekali seumur hidup saya. 

Meskipun kalau dihitung-hitung, masih banyak sekali kekurangan seperti tidak semua stadion memiliki akses kendaraan umum yang baik, kualitas internet yang masih kurang lancar, fasilitas perbankan yang jauh di sekitar stadion. 

Stadion-stadion itu mungkin sudah bisa dipakai acara internasional, tapi kualitas fasilitas umumnya masih banyak yang bermasalah, misalnya ketika saya di Stadion Wibawa Mukti, saya malu sekali ketika mendapati kursi saya yang nyaris patah dan bunyi. Beberapa bangku harus kosong karena bentuknya yang sudah tidak layak diduduki.

Ketika mendengar Tragedi Kanjuruhan, hati saya sangat sedih karena menonton sepak bola seharusnya menjadi kegiatan yang menyenangkan. Tragedi Kanjuruhan adalah tragedi terparah dalam dunia sepak bola Indonesia dan hal ini sayangnya menjadi puncak dari segala kecarut-marutan dalam dunia sepak bola kita: 

Pertama, suportivitas penonton termasuk yang buruk. 

Suporter menyulut kemarahan di tengah lapangan sampai ke luar lapangan. Sayangnya, kekerasan fans sepak bola dianggap wajar.

Dari hasil debat di internet, banyak sekali fans sepak bola Indonesia yang menyalahkan aparat dan alih-alih menyalahkan suporter yang masuk ke lapangan, malah banyak yang menganggap suporter yang masuk ke lapangan adalah hal yang wajar. Padahal soal penonton masuk ke lapangan pun sudah diatur oleh FIFA, dan adanya suporter yang masuk ke lapangan berpotensi membawa kekacauan.

Kedua, kata introspeksi nampaknya tidak berlaku di dunia sepak bola Indonesia, Tragedi Kanjuruhan yang terjadi tanggal 1 Oktober kemarin adalah kejadian kedua setelah kejadian serupa pada tahun 2018. 

Laman Bola mencatat, kejadian di Kanjuruhan terjadi setelah laga Arema Malang vs Persebaya, Arema kalah dan penonton mengamuk. Suporter yang marah melempar flare, botol ke lapangan, sebelum akhirnya masuk ke lapangan.

Kondisi menjadi semakin mengerikan karena ada pemain yang terjebak dalam keramaian, gas air mata dimuntahkan, tapi yang meninggal hanya 1 orang dengan korban luka-luka yang tidak banyak. 

Sayangnya, kejadian 2018 serta kejadian nahas di lapangan sepak bola yang lainnya di masa lalu, tidak pernah dijadikan pelajaran oleh siapa pun, termasuk suporter, aparat, Liga, dan PSSI.

Kita butuh pembenahan besar-besaran, dimulai dengan pembenahan stadion yang sesuai dengan standar FIFA. Harus ada sanksi yang lebih tegas bagi suporter yang masuk ke lapangan, karena tugas semua penonton adalah saling menjaga keamanan dan ketertiban sesama penonton dan tidak merusak stadion.

Perlu juga ada perubahan mindset soal suportivitas antar penggemar sehingga bisa legowo saat timnya kalah dan menjaga emosi. Klub sepak bola seharusnya mengatur koordinasi dan bertindak tegas kepada suporter yang dianggap membahayakan penonton yang lain. 

Penyelenggara acara, plus bagian keamanan diperketat lagi soal memeriksa benda-benda yang boleh dibawa masuk ke lapangan supaya mengikuti aturan FIFA. Penayangan acara juga seharusnya diubah menjadi jam-jam yang strategis dan family friendly. 

Saya rasa adalah tugas semua orang di dalam stadion untuk menjaga keamanan dan stabilitas sehingga tercipta rasa aman dan nyaman bagi semua orang, terutama suporter dan pemain.

Saya bersyukur karena akhirnya pemerintah melakukan perubahan di dunia sepak bola bahkan FIFA bersedia membantu. Perubahan ini sangat penting dalam rangka memperingati mereka yang meninggal dalam pertandingan sepak bola tanah air. 

Semoga dengan perubahan ini, akan tiba lagi hari-hari ketika saya diperbolehkan menonton bola di stadion oleh Bapak. *****

Bonus: Saya Ketemu Sama Hwang Hee-Chan. (Dok. pribadi)
Bonus: Saya Ketemu Sama Hwang Hee-Chan. (Dok. pribadi)

Tanda Tangan Son Heung Min. (Dok. Pribadi)
Tanda Tangan Son Heung Min. (Dok. Pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun