Mohon tunggu...
Iqbal Fauzi
Iqbal Fauzi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Muda Berkarya

Masih dalam tahap belajar, semoga bisa memberikan manfaat bagi para pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gerakan Penerjemahan sebagai Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Dinasti Abbasiyah

23 Maret 2022   21:40 Diperbarui: 23 Maret 2022   21:47 4803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: destimap.com

Pendahuluan

Bani Abbasiyah dalam sejarah menoreh sebuah prestasi dalam perjalanan sejarah Islam. Pemerintahan yang berlangsung sekian lama tak hanya tentang politik dan ekspansi wilayah. Gebrakan akan hausnya ilmu pengetahuan menjadi kegiatan utama dalam dalam masa pemerintahan dinasti Abbasiyah. 

Jalan yang ditempuh pun lebih fleksibel, tak sekedar umat Muslim yang di berikan kuasa mengembangkan, umat lain agama pun juga di beri keluasan berpartisipasi dalam pengembangan ilmu.

Gerakan yang digadang menjadi kebangkitan ilmu di masa itu berasal dari kemauan para khalifah Abbasiyah yang ingin sekali menerjemahkan buku-buku yang berasal dari bangsa asing ke dalam bahasa Arab.

Pembahasan

Keterpurukan mengenyam pendidikan sangat di rasakan oleh orang-orang Mawali (Muslim bukan keturunan Arab), keterbatasan akan prioritas administrasi yang di kesampingkan oleh Bani Umayyah menjadi rasa semangat untuk bangkit mengejar ketertinggalan di masa Abbasiyah, begitupun juga pemerintahan Abbasiyah mendukung penuh pendidikan dan keilmuan tanpa membedakan latar belakang bangsa.

Pada perjalanan gerakan penerjemahan mendapat antusias dari kalangan rakyat Mawali bahkan berbeda keyakinan agama.secara pemetaan periode dapat dibagi menjadi tiga,yakni :

 1. Periode awal di prakasai oleh khalifah Al-Mansyur dan Khalifah Harun ar-Rasyid. Karya-karya bahasa asing pada bidang astronomi dan mantiq banyak di terjemahkan dan latar belakang keluarga penerjemah berasa dari keluarga Barmaki,orang-orang Zoroester dan sarjana Kristen Nestorian.

 2. Periode kedua berlangsung pada masa Khalifah Al-Makmun hingga kurang lebih berjalan sampai tahun 300 H. Pada masa ini karya yang banyak diterjemahkan berupa bidang filsafat dan kedokteran. Periode ini juga menjadi masa itu benar-benar kegiatan penerjemahan menjadi salah satu tombak keilmuan pada masa dinasti Abbasiyah bahkan Baitul Hikmah menjadi sentralisasi pembukuan keilmuan.Abu Sahl fadl bin Nawabakht,Allan asy-Syu'ubi,Hunain bin Ishaq al-Ibad dan Qustha bin Luqa menjadi tokoh penting saat itu.

 3. Periode ini pengaruh Baitul Hikmah menurun, hal ini disebabkan meninggalnya Khalifah Al-Makmun. Masa juga menjadi peralihan paham teologi masyarakat yang mendukung Mu'tazilah menjadi penentang paham Mu'tazilah setelah kebijakan Mihnah berlaku sampai menjadi tragedi berdarah.

 Berhubung sedikit menyinggung tentang Baitul Hikmah, tak lepas juga antara sebuah ilmu dengan tempat bernama perpustakaan. Mengenal Baitul Hikmah sebagai lembaga yang pada zaman itu menjadi pusat berkumpulnya orang-orang intelektual mesti di perdalam peran nya bagi kegiatan gerakan penerjemahan.Intitusi tersebut menjadi tempat yang dominan bagi kegiatan penerjemahan . Pembentukan badan penerjemahan dan penyarah serta para penjual kertas turut menjaga dan melestarikan naskah kuno bahasa asing maupun naskah-naskah yang akan diterbitkan dalam bahasa Arab, kemudian dikumpulkan pada pembendaharaan dibagian perpustakaan.

 Pelaksanaan penerjemahan pertama di masa khalifah al Makmun dimulai dari buku berbahasa Syiria, yaitu sejumlah karya dari Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Syiria. Setelah itu baru dilakukan penerjemahan karya-karya ilmiah dari Yunani langsung ke bahasa Arab, terutama buku-buku tentang astronomi dan kedokteran. 

Sesudah itu karya-karya dalam bidang ilmu matematika, astrologi, dan ilmu bumi. Salah satu prestasi yang sangat fenomenal yang pernah ditorehkan oleh sarjana-sarjana Baitul Hikmah adalah keberhasilan dalam menentukan susunan peta bumi. Mereka tidak hanya sebatas menerjemahkan kitab-kitab ke dalam bahasa Arah, tapi juga menerjemahkan segala Bahasa negara yang tersebar dalam kumpulan masyarakat Islam.

 Kaum intelektual saat itu juga tidak hanya terpaku pada perannya menerjemahkan, pengunaan Ta'liq (pendapat kritis) pada buku-buku tersebut juga diberikan. Menafsirkan teori dalam pandangan kitab itu, menulis komentar sesuai konteks, menyempurnakan kekurangan dan mengoreksi kesalahan. 

Kegiatan ini pada masa sekarang dinamakan dengan Tahqiq. Dalam waktu 150 tahun. cendekiawaan Arab berhasil menerjemahkan semua buku Yunani tentang sains dan filsafat yang tersedia saat itu. Bahasa Arab segera menggantikan Bahasa Yunani sebagai bahasa umum dalam penelitian ilmiah.

Kesimpulan

Bagi Dinasti Abbasiyah, kesadaran ilmu pengetahuan sangat tinggi di kalangan pejabat maupun rakyat nya juga. Rasa penasaran akan ilmu-ilmu bangsa asing melahirkan gerakan penerjemahan yang di sambut baik oleh kalangan intelektual saat itu. 

Semangat yang patut di contoh menjadi intisari kemajuan zaman bahwa dunia ini tak mesti selalu mengenai agama, ilmu lain juga penting demi menyokong umat muslim pada kemajuan kerangka berpikir setiap aspek kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun