Mohon tunggu...
Wynda Lestari Lamaliwa
Wynda Lestari Lamaliwa Mohon Tunggu... Dosen - Nutritionist and Health Blogger

Sebuah tulisan menunjukkan struktur berpikir IG: @cerita.gizi dan @ceritawynda

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kendalikan Stres dengan Diet Seimbang

24 Agustus 2020   14:20 Diperbarui: 24 Agustus 2020   14:37 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di masa pandemi dan era kenormalan baru ini mau tidak mau, suka tidak suka kita perlu beradaptasi kembali dengan kebiasaan baru. Rasanya yang lalu kita lebih leluasa untuk melakukan pergerakan sana-sini, namun sekarang sebisa mungkin pergerakan kita di luar rumah perlu dibatasi dan lebih dominan untuk melakukan segala aktivitas di rumah saja karena keadaan yang belum baik-baik saja. 

Namun tanpa sadar keadaan ini mungkin membuat kadar hormon stres dalam tubuh menjadi meningkat dikarenakan berbagai faktor stres yang mengharuskan kita untuk "fight or flight" (respon stres). 

Mungkin sebagian besar orang termasuk saya juga melakukan aktivitas yang dominan dari rumah adalah hal yang membosankan dan malah menjadi semakin stres karena kurangnya pergerakan dan suasana yang kurang mendukung ketika harus tetap produktif di rumah, berusaha untuk mencari cara agar tidak bosan dengan melakukan berbagai kegiatan yang berulang setiap hari dan ujung-ujungnya lelah fisik dan mental juga. 

Efek stres yang ditimbulkan kadang membuat pola hidup kita menjadi berantakan salah satu yang terdampak adalah pola makan. Ada saat tertentu selera makan meningkat dan beberapa minggu kemudian menurun lalu terus berulang sampai kita tersadar bahwa pemilihan makanan yang dikonsumsi juga kurang tepat dan secara tidak langsung memengaruhi suasana hati (mood) dalam seharian penuh.

Setiap orang punya cara yang berbeda dalam mengendalikan stres (coping mechanism), ada yang berbelanja berlebihan, mendengarkan musik meditasi, berwisata, menonton film, mewarnai, dan mengonsumsi makanan manis atau asin yang berlebihan dapat membuat rileks kembali. 

Namun apakah dengan cara seperti itu stres yang dialami akan hilang secara permanen atau sementara? Atau ada cara yang malah menimbulkan risiko penyakit tertentu? disini kita tidak membahasnya semua, mari kita fokus pada pengendalian stres dengan pola makan, karena perilaku makan ini adalah salah satu sasaran yang dipengaruhi oleh respon stres jika kita mengabaikannya tanpa kesadaran (awareness) yang bijak sama saja kita menyakiti diri sendiri.

Sekali lagi lagi perlu kita ingat bahwa stres tidak dapat dihilangkan, tapi dapat dikendalikan. Stres merupakan respon alami tubuh atau sebagai sinyal agar manusia dapat merespon keadaan tertentu. 

Bayangkan saja kalau kita tidak bisa merespon stres misalnya ketika dalam keadaan "bahaya" kita tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk bisa bertahan atau melawan karena tubuh tidak mengenal sinyal tersebut. Jadi, stres itu normal jika dalam batas yang normal tidak berlebih dan dikendalikan dengan cara yang tepat juga salah satunya diet sehat. 

Diet sehat yaitu terdiri dari menu makanan dan zat gizi seimbang yang tidak hanya memengaruhi kesehatan kita secara fisik sebagai bentuk pencegahan terhadap penyakit tertentu seperti obesitas, diabetes melitus (DM), hipertensi, dan lain-lain, tetapi juga dapat memengaruhi kesehatan mental. 

Kita mungkin sering tidak menyadari bahkan mengabaikan efek yang ditimbulkan dari makanan yang dikonsumsi terhadap perubahan suasana hati yang kita alami. Mari kita ulas secara singkat komponen apa saja yang berhubungan dengan makanan yang kita konsumsi terhadap mood.

Dalam otak kita terdapat senyawa kimia yang berkoordinasi dengan sistem saraf yang memengaruhi mood atau disebut Neurotransmiter. Ada berbagai macam neurotransmitter salah satunya Serotonin yaitu neurotransmiter yang diperoleh dari zat gizi triptofan salah satu jenis asam amino esensial yang berfungsi untuk regulasi tidur, makan, dan kontrol impuls serta peningkatan konsentrasinya berkaitan pada peningkatan mood.

Sintesis serotonin pada otak dipengaruhi oleh diet tinggi karbohidrat. Mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat dapat mengubah kadar asam amino dalam darah, yang mana glukosa darah meningkat, kemudian insulin terlepas dan tersedia pada jaringan otot untuk mengikat sebagian besar asam amino kecuali triptofan yang nantinya akan diikat oleh albumin. Sehingga, rasio triptofan terhadap asam amino lainnya lebih besar dan masuk ke otak dalam jumlah yang besar untuk meningkatkan sintesis serotonin. 

Itulah sebabnya mengapa sebagian besar orang mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat untuk meningkatkan mood disaat stres (Flaskerud, 2015). Lalu apakah ketika kita stres dan ingin memperbaiki mood kita harus makan makanan karbohidrat berlebih? 

Saya rasa konsepnya tidak begitu. Jangan jadikan ini sebuah pembenaran, mari gunakan kesadaran dan perhatian kita dengan bijak. Memang betul konsumsi makanan tinggi karbohidrat dapat meningkatkan kadar serotonin diikuti peningkatan mood, tetapi dengan syarat jumlah asupannya tetap seimbang dan memilih jenis makanan yang tepat. 

Bayangkan saja ketika kita stres, jika kita selalu mengizinkan diri untuk mengonsumsi karbohidrat berlebih agar mood kita menjadi lebih baik tetapi tanpa sadar menimbulkan risiko penyakit tidak menular seperti obesitas dan diabetes melitus (DM).

Menurut penelitian White et al (2013) tentang dampak positif dan negatif dari konsumsi makanan pada dewasa muda menunjukkan mereka yang mengonsumsi lebih banyak buah dan sayuran memiliki suasana hati yang lebih tenang, bahagia, dan bersemangat dalam keseharian mereka. Perlu kita tahu bahwa setiap zat gizi yang terkandung dalam makanan dapat membantu sintesis neurotransmiter (senyawa kimia dalam otak) dalam mengendalikan suasana hati seperti (Gonzalez et al, 2014 dan Singh, 2016) :

  1. Karbohidrat kompleks. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya bahwa produksi serotonin lebih banyak diperoleh dari diet karbohidrat. Namun perlu kita tahu bahwa karbohidrat yang dimaksud adalah karbohidrat kompleks yang mana proses pencernaannya lebih lambat dan memiliki nilai indeks glikemik lebih rendah sehingga dapat menstabilkan kadar gula darah dan rasa kenyang lebih lama. Sumber makanan yang bisa menjadi pilihan kita yaitu gandum utuh, nasi merah, pasta, roti, kentang, ubi, dan buah-buahan. Selain itu, karbohidrat kompleks juga mengandung serat yang membantu menjaga sistem pencernaan.
  2. Vitamin. Ketika asupan vitamin C ditingkatkan, maka efek negatif dari hormon stres (kortisol) dapat diturunkan dan kemampuan tubuh untuk mengendalikan respon stres juga meningkat, hal ini berkaitan dengan fungsi vitamin C yang meningkatkan sistem imun tubuh dan sebagai antioksidan. Vitamin C bisa kita dapatkan dari makanan seperti buah-buahan, sayuran, dan suplemen (sesuai resep dokter). Selain itu, vitamin B juga diketahui berperan sebagai penstabil gula darah dan suasana hati sekaligus berfungsi sebagai pembentukan dan menjaga sistem saraf. Efek negatif dari kekurangan vitamin B berdampak pada sistem saraf yang meningkatkan risiko gejala stres seperti depresi. Dari sekian banyak jenis vitamin B, diketahui asam folat (vitamin B9) dapat membantu mengendalikan stres, kecemasan (anxiety), dan depresi. Sumber makanan asam folat bisa kita dapatkan dari kacang-kacangan, kuning telur, brokoli, kubis, dan asparagus.
  3. Asam lemak Omega-3. Otak membutuhkan asupan Omega-3 untuk menjaga kesehatan sel saraf dan berkaitan dengan mencegah risiko depresi serta gangguan mental lainnya. Makanan yang mengandung Omega-3 yaitu minyak ikan, salmon, sarden, ikan teri, kedelai, canola, dan kacang kenari.
  4. Protein. Sumber makanan protein yang mengandung asam amino seperti tryptofan, fenilalanin dan tirosin juga dapat membantu sintesis neurotransmiter. Tryptofan membantu sintesis serotonin dalam otak yang dapat diperoleh dari telur, susu, kacang-kacangan dan pisang. Namun diet tinggi protein tidak disarankan untuk meningkatkan serotonin, tetapi dengan anjuran diet karbohidrat kompleks lebih tinggi dan asupan protein dalam jumlah sedang. Sedangkan fenilalanin dan tirosin membantu meningkatkan produksi antidepressants-dopamine dan norepinephrine yang mana asam amino tersebut dibantu oleh vitamin C agar diproses secara efektif. Fenilalanin dan tirosin dapat kita peroleh dari makanan seperti tahu, produk susu, alpukat, labu, pisang, dan biji wijen.

Jika kita masih bingung bagaimana menerapkan diet seimbang, kita bisa melihatnya pada pedoman gizi seimbang. Selain itu, penerapan diet seimbang juga perlu didukung dengan aktivitas fisik, meditasi, istirahat yang cukup, dan ciptakan lingkungan yang kondusif untuk membantu memusatkan perhatian dan kesadaran kita terhadap kebutuhan tubuh termasuk disaat stres melanda. Mari berikan yang terbaik untuk tubuh dan jiwa, salam sehat.

Sumber Pustaka:

Flaskerud J H. (2015). Mood and Food. Issues in Mental Health Nursing, 36:307--310. DOI: 10.3109/01612840.2014.962677

Gonzalez M J., Massari J R M. (2014). Diet and Stress. Psychiatr Clin N Am 37  579--589 http://dx.doi.org/10.1016/j.psc.2014.08.004

Singh K. (2016). Nutrient and Stress Management. J Nutr Food Sci 6: 528. doi:10.4172/2155-9600.1000528

White, B. A., Horwath, C. C., & Conner, T. S. (2013). Many apples a day keep the blues away: Daily experiences of negative and positive affect and food consumption among young adults. British Journal of Health Psychology, 18, 782--798. DOI: 10.1111/bjhp.12021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun