Mohon tunggu...
clara w
clara w Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kekuatan Sentuhan Ibu: Bagaimana Ketersediaan Emosional Mempengaruhi Pertumbuhan Mental Bayi

2 Juni 2024   00:40 Diperbarui: 2 Juni 2024   01:23 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ikatan emosional antara ibu dan bayi adalah dasar yang penting bagi perkembangan mental bayi tersebut. Menurut Sameroff dan Fiese (2000), kemampuan bayi untuk melakukan observasi serta interaksi dengan lingkungan disekitarnya dimulai sejak tahun pertama dari kehidupan mereka, dimana bayi mulai dapat membedakan bentuk, ukuran, suara, serta ekspresi wajah. Hasil dari observasi serta interaksi tersebut yang akan membentuk bagaimana seorang bayi melihat dunia. 

Regulasi emosi menjadi salah satu hal yang dipelajari oleh bayi sejak dini. Berdasarkan penelitian, sinkronisasi ibu terhadap bayinya menjadi hal yang sangat penting dalam mengembangkan kemampuan regulasi emosi bagi seorang bayi. Bayi hanya dapat menyalurkan apa yang ingin dikomunikasikan melalui emosinya, sehingga regulasi emosi sangat bergantung dengan kemampuan ibu untuk menanggapi bayinya. Tronick & Cohn (1989) menampilkan fenomena ini melalui sebuah penelitian yaitu "Still Face Experiment". Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa bayi yang berinteraksi dengan ibu yang tidak responsif maupun ekspresif, akan ikut diam, merasa tidak aman, dan menjauh dari ibunya. 

Ketersediaan emosional seorang ibu memainkan peran penting dalam perkembangan kognitif dan emosional anak. Ketika seorang ibu merespons kebutuhan emosional anaknya, dia membantu menciptakan landasan yang kuat untuk perkembangan otak yang optimal. Responsif ini meliputi respon terhadap tangisan bayi, kenyamanan saat bayi cemas dan komunikasi yang penuh perhatian.

Bayi yang merasa didengarkan dan dihargai oleh ibunya mengembangkan rasa aman dan percaya diri. Keamanan emosional ini merupakan landasan penting bagi perkembangan kognitif mereka, termasuk pembelajaran, ingatan, dan keterampilan memecahkan masalah. Selain itu, ketersediaan emosional ibu sangat mempengaruhi perkembangan sosial dan emosional bayi. Bayi yang memiliki ikatan emosional yang kuat dengan ibunya lebih mudah beradaptasi dalam interaksi sosial, menunjukkan empati, dan mengembangkan kemampuan komunikasi yang baik. Mereka juga lebih mampu mengelola stres dan emosi negatif, yang penting bagi kesehatan mental jangka panjang. Dengan demikian, ketersediaan emosi ibu tidak hanya memberikan dukungan langsung bagi kesejahteraan bayi, namun juga membentuk landasan penting bagi keberhasilan emosional dan sosial mereka di masa depan. 

Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang dibesarkan dengan perhatian emosional yang memadai cenderung mengembangkan kepribadian yang seimbang dan tangguh. Banyak penelitian yang menunjukkan pengaruh positif ketersediaan emosi seorang ibu terhadap perkembangan mental bayi. Misalnya, sebuah penelitian yang dilakukan oleh University of Washington menemukan bahwa bayi yang mendapat perhatian emosional terus-menerus dari ibunya berkembang lebih cepat dibandingkan bayi yang tidak mendapat perhatian yang sama. 

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa bayi dengan ikatan emosi yang kuat memiliki kemampuan memecahkan masalah yang lebih baik dan ingatan yang lebih tajam. Pakar tumbuh kembang anak seperti Dr. John Bowlby juga menekankan pentingnya ikatan emosional dalam teori keterikatannya. Bowlby berpendapat bahwa ikatan emosional yang kuat antara ibu dan bayi merupakan dasar bagi perkembangan emosi yang sehat di masa depan. Selain itu, bukti ilmiah menunjukkan bahwa bayi yang memiliki ikatan emosional positif dengan ibunya dapat mengatasi stres dengan lebih baik dan memiliki risiko lebih rendah terkena gangguan mental seperti kecemasan dan depresi di kemudian hari. 

Sebuah studi longitudinal yang diterbitkan dalam jurnal Child Development menemukan bahwa anak-anak yang memiliki hubungan emosional yang sehat dengan ibu mereka selama masa kanak-kanak menunjukkan tingkat empati dan keterampilan sosial yang lebih tinggi seiring mereka tumbuh dewasa. Para ahli sepakat bahwa berinvestasi dalam ikatan emosional sejak dini tidak hanya bermanfaat bagi bayi secara langsung, tetapi juga memberikan landasan penting bagi kesehatan mental dan emosional mereka seumur hidup. 

Menciptakan ikatan emosional yang kuat dengan bayi tidak selalu mudah, namun ada beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan ibu untuk meningkatkan ikatan tersebut. Salah satu cara yang efektif adalah dengan melakukan sentuhan rutin, seperti memijat lembut bayi Anda setiap hari. Pijat bayi tidak hanya membantu meredakan ketegangan, tapi juga memperkuat ikatan emosional antara ibu dan bayi. Menghabiskan waktu berkualitas dengan

bayi juga sangat penting; hal ini dapat mencakup bermain, menyanyi, atau sekadar berbicara lembut kepada anak, yang semuanya membantu anak merasa dicintai dan diperhatikan. Selain itu, penting bagi ibu untuk tanggap terhadap kebutuhan bayi, misalnya menenangkan bayi saat menangis atau menunjukkan semangat saat bayi mencoba berkomunikasi - ini adalah momen berharga untuk mempererat ikatan emosional. Selama kegiatan ini, ibu dapat memberikan sentuhan lembut, tatapan penuh kasih sayang, dan kata-kata yang menenangkan. 

Mengembangkan rutinitas yang konsisten dan penuh kasih sayang membantu bayi merasa aman dan diperhatikan. Selain itu, perkembangan kognitif dan emosional anak dapat dirangsang melalui interaksi langsung dengan bayi, seperti mengintip atau menunjuk benda di sekitar saat menyebutkan nama. Partisipasi ayah dan anggota keluarga lainnya dalam kegiatan tersebut juga dapat memperkaya pengalaman bayi dan mempererat hubungan keluarga.

Dengan langkah-langkah praktis tersebut, para ibu dapat menciptakan ikatan emosional yang kuat dan mendukung perkembangan mental bayinya secara optimal.Meskipun pentingnya ikatan emosional antara ibu dan anak diakui, tidak jarang para ibu menghadapi berbagai tantangan dalam menciptakan ikatan ini.

Beberapa hambatan yang umum terjadi adalah kelelahan fisik dan mental, stres dan kurangnya dukungan lingkungan. Ibu baru sering kali merasa terbebani dengan tanggung jawab baru dan perubahan drastis dalam tatanan kehidupan mereka, yang dapat mengganggu kemampuan mereka untuk terus memberikan perhatian emosional kepada bayinya. Selain itu, penyakit seperti depresi pascapersalinan dapat berdampak serius pada kemampuan ibu untuk berhubungan secara emosional dengan bayinya. Untuk mengatasi tantangan ini, penting bagi para ibu untuk mencari dukungan dari

keluarga, teman, dan profesional kesehatan. Dukungan ini dapat berupa bantuan praktis untuk merawatanak atau memberikan waktu luang bagi ibu. 

Konseling atau terapi juga dapat menjadi solusi bagi ibu yang mengalami kesulitan emosional, dengan memberikan mereka alat dan strategi untuk mengelola stres dan meningkatkan kesehatan mental. Kelompok dukungan bagi ibu baru juga dapat memberikan

ruang di mana para ibu dapat berbagi pengalaman dan menerima dukungan emosional dari orang-orang yang berada dalam situasi serupa. Dengan mendapatkan dukungan yang tepat dan menyadari pentingnya perawatan diri, ibu dapat lebih mempersiapkan diri secara mental untuk menciptakan dan memperkuat ikatan dengan anak, sehingga menjamin perkembangan mental dan emosional anak yang sehat. 

Referensi:

Fuertes, M., Almeida, R., Martelo, I., Barbosa, M., & Beeghly, M. (2024). It's You and Me: Infants' cross-modal communicative signals and mother-infant interactive behavior predict infant regulatory patterns in the still-face paradigm at 3 months. Infant Behavior & Development, 75, 101930. https://doi.org/10.1016/j.infbeh.2024.101930

Mastergeorge, A. M., Paschall, K., Loeb, S. R., & Dixon, A. (2014). The Still-Face Paradigm and bidirectionality: Associations with maternal sensitivity, self-esteem and infant emotional reactivity. Infant Behavior & Development, 37(3), 387--397. https://doi.org/10.1016/j.infbeh.2014.05.006

MacLean, P. C., Rynes, K. N., Aragn, C., Caprihan, A., Phillips, J. P., & Lowe, J. R. (2014). Mother--infant mutual eye gaze supports emotion regulation in infancy during the Still-Face paradigm. Infant Behavior & Development, 37(4), 512--522. https://doi.org/10.1016/j.infbeh.2014.06.008

Neuroscience News. (2022, February 25). Bond between mothers and their babies integral to infant development. https://neurosciencenews.com/bonding-neurodevelopment-20110/  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun