Mohon tunggu...
Syarif Dhanurendra
Syarif Dhanurendra Mohon Tunggu... Jurnalis - www.caksyarif.my.id

Pura-pura jadi Penulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Fatalnya Belajar Sejarah Senantiasa Hafalan

15 Juni 2022   12:24 Diperbarui: 16 Juni 2022   16:30 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perihal yang dibiarkan tadi dapat ditemui lagi. Jadi menghafal itu tidak esensial dalam pendidikan sejarah, walaupun terus menerus diterapkan oleh dunia pembelajaran Indonesia.

Telah bukan perihal yang aneh, kala telah lulus sekolah, seseorang mantan siswa menciptakan kalau apa yang diajarkan, pula dihafalkannya, di sekolah dahulu salah. 

Misalkan, soal penyiksaan di Lubang Buaya. Di sekolah diajarkan oleh guru serta buku sejarah, penyiksaan itu terdapat. 

Tetapi sehabis membaca pengakuan dokter yang melaksanakan otopsi soal tidak terdapatnya penyiksaan, apa yang diajarkan di sekolah guru runtuh telah. Dampak panjang perihal ini, dapat membuat keyakinan warga terhadap guru serta sekolah pula menurun.

Telah perihal biasa di Indonesia, apa yang masih jadi perdebatan di golongan sejarawan, namun telah jadi suatu yang wajib dihafal. Seakan telah dikira kenyataan oleh pembentuk kurikulum. Guru Besar Sejarah, Universitas Indonesia Profesor Dr Susanto Zuhdi berkata, penataan kurikulum mata pelajaran sejarah pendidikan dasar serta menengah tidak mengaitkan sejarawan.

Tidak cuma soal banyak hafalan. Pelajaran ini tidak aktraktif, sebab guru sejarah mayoritas mendongeng kala mengantarkan modul. 

Sementara itu buku sejarah yang berisi modul yang didongengkan si guru itu, gampang didapat saat ini. Mendongeng satu arah, kerapkali membuat siswa mengantuk serta tidak dapat menangkap pelajaran. Terlebih bila pelajaran ini ditempatkan di jam terakhir. 

Kerapkali, pelajaran yang dikira aksesoris ini terdiskriminasi di sekolah- sekolah, demi nilai UN yang lebih besar. Pelajaran sejarah juga terus terpuruk di mata kanak- kanak. Bila dibiarkan, sejarah cuma hendak tercatat di lembar- lembar buku tanpa sempat diingat oleh generasi terkini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun