Maka dari itu, waktunya sejarawan Indonesia mencoba merumuskan kembali prinsip-prinsip dasar historiografi Indonesiasentris, tanpa perlu takut terhadap perkembangan pemikiran pascamodemisme dan menentang wacana dekonstruksi secara membabi buta.
Para sejarawan di perguruan tinggi perlu memberikan wawasan, substansi baru, dan pertanyaan-pertanyaan baru melalui pembenahan terhadap kurikulum yang telah digunakan selama ini sehingga para sejarawan yang dihasilkannya mampu memahami masa kini dan masa depan masyarakatnya melalui rekonstruksi masa lalu yang mendekati sejarah objektif.
Atau dalam bahasa Kuntowijoyo, menjadikan sejarah sebagai kritik sosial sehingga sejarah sebagai sebuah rekonstruksi dan sejarawannya tidak hanya sekedar menjadi alat pembenar dan menara gading, atau hanya mampu berdialog dengan dirinya sendiri.
Kemudian sejarah nasional adalah simbol dari identitas nasional yang secara logis akan sangat mudah terjerumus pada egosentrisme dan kecenderungan yang memihak. Hal itu telah terbukti pada sebagian besar tulisan sejarah yang dilabelkan dengan pendekatan Indonesiasentris selama ini.
Namun, hal itu bukan berarti bahwa histoniografi yang didasarkan pada Indonesiasentris tidak mampu menghasilkan karya sejarah Indonesia yang berkadar subjektivitas rendah.
Kata kuncinya adalah para sejarawan Indonesia harus berani dan mampu mendekonstruksi secara rasional wacana dasar dari historiografi yang ada sekarang, sebagai salah satu langkah untuk memperkaya metodologi yang telah ada atau merumuskan sebuah metodologi alternatif yang mampu merekonstruksi masa talu Indonesia mendekati peristiwa yang sebenarnya.
REVIEW ARTIKEL
HISTORISME BARU DAN KESADARAN DEKONSTRUKTIF: KAJIAN KRITIS TERHADAP HISTORIOGRAFI INDONESIASENTRIS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H