A. Sketsa Awal
Ditengah derasnya arus modernisasi tentunya kita semua mengamati bahwa iklan adalah fenomena yang amat biasa kita jumpai. Dari aktivitas kita sehari-hari mulai dari bekerja, sekolah, menonton TV, Travelling, Ngenet, Nge-Mall, iklan selalu kita jumpai. Ketika menonton TV hampir 90% iklan selalu menjadi menu utama. Saat berbelanja di Mall berapa banyak iklan yang kita jumpai dalam perjalanan ketika berbelanja? Hidup manusia jaman ini selalu disesaki dengan iklan. Parahnya lagi di kampus atau sekolah yang seharusnya menjadi tempat belajar dan bebas dari iklan ternyata iklanpun hadir disana.
Iklan sudah masuk, berinteraksi dan menjadi bagian keseharian kita atau dalam bahasa Pierre Bourdieu disebut sebagai habitus. Iklan adalah sebuah habitus baru yang tanpa harus selalu disadari menjadi keseharian kita semua. Iklan masuk tanpa permisi dan menanyakan kesediaan serta kesiapan kita untuk menerima kehadiranya. Akhirnya iklan menjadi media dimana gambaran hidup manusia terpampang dengan jelas. Mode, gaya hidup, kelas-kelas sosial dan politik, semuanya tercermin dalam iklan. Iklan menjadi kekuatan sosial, spirit dalam bekerja, bahkan iklan adalah sebuah ideologi baru. Satuhal yang tidak boleh terlupakan dari pengamatan kita, iklan ternyata juga menjadi representasi perempuan secara khusus tubuhnya. Dari sekian banyak iklan yang ditayangkan atau terpampang dalam berbagai media, tubuh perempuan selalu ambil bagian di dalamnya. Iklan menjadikan tubuh perempuan menjadi “milik publik”, dalam bahasa yang khas feminisme radikal “milik publik” berarti eksploitasi atas tubuh perempuan.
Tulisan ini mencoba menguarai fenomena iklan sebagai bagian dari budaya pop yang mencoba menindas tubuh perempuan. Mengapa iklan menindas tubuh perempuan? Jawabanya sederhana, karena iklan menampilkan tubuh perempuan sebagai objek. Dengan menampilkan tubuh perempuan dalam ruang publik tidak berarti bahwa perempuan itu menjadi pribadi yang bebas, justru dalam kerangka yang semacam ini perempuan mengalami penindasan. Inilah yang akan diuraikan dalam tulisan ini. Usaha pembebasan tubuh perempuan adalah sebuah humanisasi atau mengembalikan manusia menjadi subjek. Pembebasan tubuh perempuan dari iklan adalah sebuah keharusan, alasanya karena iklan teryata justru mengalienasi perempuan dari ruang publik. Meminjam gagasan Teori Kritis dan Kritik Ideologi Marcusian, iklan merupakan alat kekuasaan, instrumen ideologi kelas penguasa untuk melaksanakan dan mengabadikan alienasi dan perbudakan terhadap individu dan masyarakat. Dengan pisau bedah feminisme Eksistensialis Simone de Beauvoir, tulisan ini akan menguraikan mengapa perempuan mengalami penindasan dan usaha humanisme macam apa yang akan menjawab persoalan ini? Kebebasan macam apa yang akan dijelaskan oleh Simone de Beauvoir?
B. Simone de Beauvoir dan Latar Belakang Pemikiranya.
Beauvoir adalah seorang filsuf feminis Prancis yang menyerukan mengenai pembebasan perempuan. Simone-Ernestine-Lucie-Marie Bertrand de Beauvoir lahir pada 9 Januari 1908 di Paris dari pasangan Bertrand de Beauvoir dan Françoise Brasseur. Beauvoir lahir dalam kalangan borjuis Prancis. Dididik dalam iklim religus Katolik yang taat oleh ibunya, namun pada usia 14 tahun ia memutuskan menjadi ateis. Belajar di sekolah Katolik khusus untuk perempuan di Adeline Désir dan menyelesaikan studinya hingga usia 17 tahun. Dia kemudian belajar matematika di Institut Catholique dan sastra serta bahasa di Institut Sainte-Marie. Lulus ujian pada 1926 untuk Sertifikat Studi Perguruan Tinggi dalam sastra Perancis dan Latin, sebelum memulai studinya tentang filsafat pada tahun 1927. Lalu ia belajar filsafat di Sorbonne, Beauvoir lulus dengan Sertifikat Sejarah Filsafat, Filsafat Umum, Yunani, dan Logika pada tahun 1927, dan pada tahun 1928, dalam Etika, Sosiologi, dan Psikologi. Dia mendapat gelar diploma dengan Tesis tentang Leibniz dan menyelesaikan praktek mengajar di Lycée Janson-de-Sailly dengan sesama mahasiswa, Merleau-Ponty dan Claude Lévi-Strauss, keduanya adalah teman dialog dalam pemikiran filosofis.
Pada tahun yang sama ia mempersiapkan diri untuk Philosophy aggrégation di Ecole Normale Supérieure (E.N.S), bersamaan dengan akhir kuliahnya di Sorbonne. Ketika mengambil Philosophy aggrégation untuk yang kedua kalinya, ia bertemu dengan Jean Paul Sartre. Pertemuan dengan Sartre ini berlanjut hingga akhirnya mereka menjalin hubungan sebagai “kekasih”, bahkan selama hidupnya mereka berdua hidup bersama meski tanpa ikatan perkawinan.
Karya-karya yang diterbitkan antara lain: Pyrrhus et Cinéas, Les Bouches Inutiles, Pour Une Morale de I’ambiguïté, (The Ethics of Ambiguity), Le Deuxiéme Sexe, (The Second Sex), La Mandarins. Ia bersama Jean Paul Sartre mendirikan“Reassemblement Démocratique Révolutionnaire” (RDR). Beauvoir hidup dengan Sartre hingga Sartre meninggal, mereka juga memiliki anak dari hasil hubungan ‘kumpul kebo’ karena mereka tidak memiliki ikatan perkawinan. Pada tanggal 15 April 1980 Jean Paul Sartre meninggal dunia, lalu 6 tahun kemudian Beauvoir meninggal dunia pada tanggal 14 April 1986.
Riwayat singkat Beauvoir begitu menarik karena dalam usia yang masih belia ia sudah menjadi ateis, tidak menikah tetapi hanya menjalin hubungan kekasih dengan Sartre. Separuh hidupnya ia habisakan bersama dengan Sartre, maka tidak jarang gagasan Beauvoir sedikit banyak juga mendapat pengaruh dari Sartre, bahkan mereka saling mempengaruhi. Sartre adalah filsuf eksistensialis yang mengobarkan konsep mengenai kebebasan dan humanisme, bahkan eksistensi adalah kebebasan itu sendiri. Gagasan ini sedikit banyak juga menjadi sumber dari gagasan Beauvoir dalam tulisan-tulisanya, secara khusus dalam The Ethic of Ambiguity.
Situasi masyarakat Prancis secara khusus perempuan waktu itu berada dalam situasi yang mengelisahkan. Perempuan selalu berada di bawah pria, inferior, tersubordinasi dan teralienasi. Beauvoir menyebut situasi perempuan atau perempuan itu sendiri sebagai “ Yang Lain”. Gagasan perempuan sebagai “Yang Lain” muncul karena perempuan tidak pernah mendapatkan kedudukan yang sama dengan laki-laki. Perempuan didefinisi sebagai “Utero” atau rahim. Dimata budaya patriakat perempuan hanyalah rahim yang fungsinya melahirkan, tidak lebih dari itu. Definisi ini ditemukan Beauvoir ketika ia bertanya “Apakah perempuan itu?” Bagi Beauvoir ketika perempuan hanya dipahami dan dimaknai sebagai rahim, maka perempuan tidak ada bedanya benda-benda.
Ketika perempuan disebut sebagai “Yang Lain” maka perempuan dalam disposisi ini menjadi emblem dari ketertindasan. Perempuan ditindas oleh budaya patrikat. Penindasan ini dikenakan pada tubuh perempuan yang disebut utero oleh karena itu tubuh perempuan harus dibebaskan. Konsep pembebasan tubuh yang dipikirkan oleh Beauvoir ia adopsi dari gagasan Sarte mengenai Etre-pour soi. Etre-pour soi (ada untuk dirinya sendiri) adalah kesadaran yang sifatnya menidak dan pengada yang sadar akan dirinya sendiri. Etre-pour soi adalah Ada yang memiliki kesadaran akan sesuatu di luar dirinya. Gagasan Etre-pour soi ini adalah gagasan yang mampu membangun kesadaran perempuan untuk menjadi subjek. Dengan menjadi subjek inilah perempuan memiliki eksistensinya yaitu kebebasan. Inilah sesungguhnya humanisme yang ingin dibangun oleh Beauvoir, membebaskan perempuan dari objek menuju subjek yang bebas.
C. Iklan, Soft Terminology Baru Budaya Patriakat.
Ketika Beauvoir menyerukan mengenai pembebasan perempuan tujuan utamanya adalah untuk membebaskan perempuan dari penindasan pada masa itu. Lantas apakah untuk saat ini masih diperlukan usaha pembebasan tubuh perempuan? Meskipun Beauvoir menyerukan pembebasan perempuan sekitar tahun 1950 an, saat ini pembebasan tubuh perempuan tetap harus selalu diserukan. Dulu budaya patriakat begitu kuat mengakar dan menindas perempuan, namun ketika feminisme lahir dan mengobarkan kesetaraan perempuan, budaya patriakat kian melunak. Meski budaya patriakat tidak menunjukan penindasan sekeras masa-masa itu, tidak berarti budaya patriakat mati begitu saja. Saat ini budaya patriakat telah beralih rupa dalam bentuk-bentuk baru yang lebih halus dan lembut, salah satunya merupa dalam iklan.
Iklan pada mulanya adalah sebuah pesan komersial. Pada jaman Yunani kuno, iklan dikemas secara sederhana yaitu lewat bahasa lisan. Sang pemilik barang akan berdiri di gerbang kota dan berteriak-teriak menawarkan barangnya. Selanjutnya iklan berkembang sebagai pesan berantai untuk menawarkan barang. Pada intinya iklan waktu itu adalah cara untuk menawarkan barang atau sebuah pesan komersial . Setelah itu berkembang dengan penulisan di papirus atau lempeng tanah liat. Pada tahun 1450 mesin cetak di temukan di Gutenberg dan iklan mulai diproduksi secara masal menggunakan kertas. Saat ini iklan sudah tidak melulu menggunakan kertas, melainkan lewat media elektronik dan media-media lain yang sifatnya modern. Menurut Kotler, periklanan didefinisikan sebagai bentuk penyajian dan promosi ide, barang atau jasa secara nonpersonal oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran. Menurut Rhenald Kasali, secara sederhana iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan oleh suatu masyarakat lewat suatu media. Namun demikian, untuk membedakannya dengan pengumuman biasa, iklan lebih diarahkan untuk membujuk orang supaya membeli. Intinya iklan adalah sebuah media penawaran yang sangat efektif untuk mempengaruhi setiap orang untuk membeli suatu barang.
Prinsip dasar iklan pertama-tama haruslah menarik, persuasif, mewakili esensi dari produk yang ditawarkan, dan mampu mengubah pikiran yang melihat kemudian membeli barang itu. Iklan haruslah menghadirkan keseluruhan dirinya dan “patuh” pada selera pasar, serta selera penikmat iklan. Lantas apa yang paling efektif yang dihadirkan dalam iklan untuk mampu menarik perhatian, persuasif dan mewakili produk yang ditawarkan? Sejauh ini yang paling efektif dan sering dijadikan objek atau isi dari iklan adalah tubuh perempuan. Alasanya tubuh perempuan amat menarik perhatian. Berapa persisnya prosentase tubuh perempuan muncul dalam iklan memang tidak bisa dipastikan, tetapi dari sekian jam yang penulis habiskan dalam satu hari, kurang lebih 80% tubuh perempuan selalu menjadi objek dalam iklan. Ada ribuan iklan yang selalu menampilkan tubuh perempuan sebagai objek persuasif dari produk yang ditawarkan meskipun tidak memiliki korelasi yang khas perempuan. Misalnya saja iklan mobil, paling kurang dalam setiap penawaran produk ini selalu ada promotion girls, Iklan rokok, TV, Handpone, bahkan multivitamin juga tidak lupa menyertakan perempuan di dalamnya.
Bentuk-bentuk iklan yang semacam ini adalah sebuah penindasan terhadap tubuh perempuan. Perempuan selalu menjadi korban ganda, pertama ia dijadikan objek iklan dan kedua ia juga menjadi korban yang harus membeli produk itu sendiri. Berapa banyak perempuan dan remaja putri yang menjadi korban iklan harus rela menyiksa tubuhnya supaya langsing dan menjadi cantik? Iklan membuat perempuan tidak lagi mampu menerima dirinya apa adanya . Inilah penindasan baru yang dilakukan budaya patriakat. Iklan adalah produk dari kapitalisme dan kapitalisme tidak lain adalah kebudayaan dan ideologi yang merepresentasikan laki-laki. Laki-lakilah yang pada akhirnya menguasai pasar, mengumpulkan keuntungan dan berusaha melanggengkan kekuasaanya untuk tetap menjadi “sang diri” dengan menindas perempuan.
D. Humanisme Beauvorian
Sesunguhnya Beauvoir tidak pernah secara eksplisit mengungkapkan sebuah gagasan mengenai humanisme. Humanisme ini penulis ambil karena Beauvoir sendiri berbicara mengenai kebebasan. Kebebasan inilah yang dalam konsep Sarte disebut sebagai humanisme. Ide mengenai pembebasan dari objek menjadi subjek selalu mengarahkan pada sebuah proses humanisasi. Oleh karena itu proyek pembebasan perempuan yang dilakukan Beauvoir sebenarnya memiliki warna yang sama dengan humanisme Sartrean.
Beauvoir melihat bahwa ketika perempuan masih dalam keadaan tertindas maka ia akan tetap dan selalu menjadi objek. Menjadi objek dengan sendirinya menjadi budak dari laki-laki, teralienasi dan tidak akan mampu mentransendensi diri. Satu-satunya cara yang harus dilakukan perempuan adalah dengan membebaskan diri dari penindasan. Didalam iklan posisi perempuan adalah sebagai objek, maka perempuan harus mampu keluar dari kungkungan iklan itu untuk menjadi subjek. Untuk mampu membebaskan diri dari objektivikasi ini perempuan pertama-tama harus kembali pada kesadaran akan makna tubuhnya. Tubuh perempuan adalah elemen dasar yang menyusun eksistensi dirinya. Gadis Arivia mengatakan bahwa materi tubuh perempuanlah yang utama dalam mendefinisikan eksistensi perempuan. Jadi yang paling menentukan arti menjadi perempuan adalah tubuh perempuan itu sendiri.
Menjadi subjek adalah menjadi pribadi yang memiliki kesadaran akan esksistensinya. Hanya dengan kesadaran inilah perempuan menjadi bebas. Dengan menjadi subjek maka perempuan secara eksistensial adalah pribadi yang sama dengan laki-laki. Lantas apa yang Beauvoir tawarkan untuk mampu menjadi subjek? Kesadaran macam apa yang hendak ia bangun? Kesadaran yang ia bangun adalah kesadaran bahwa perempuan adalah manusia yang bebas dan menyadari tubuhnya. Dengan kata lain humanisme Beauvorian adalah humanisme yang ia pondasikan pada tubuh. Ada 3 cara bagaimana perempuan mampu membebaskan dirinya dan menjadi subjek:
Pertama, kesadaran bahwa tubuh perempuan adalah realitas yang ambigu. Tubuh perempuan adalah realitas yang ambigu. Artinya disatu sisi tubuh perempuan adalah imanen karena ia bersentuhan dan menjadi bagian dari realitas dunia yang konkrit, tetapi tubuh juga suatu realitas yang transenden karena kebebasannya. Dalam keadaan ini tubuh perempuan memang selalu berada dalam keadaan yang tegang, yang selalu tarik menarik antara dua kutub. Tetapi justru dari ketegangan inilah perempuan mampu melihat dirinya secara objektif bahwa meskipun ia adalah realitas yang imanen tetapi dengan kebebasannya ia mampu menjadi pribadi yang transenden. Ia bebas mengafirmasi dirinya dengan kebebasan yang ia miliki, tanpa harus melepaskan yang imanen.
Kedua, perempuan harus memiliki kesadaran bahwa ia adalah pengada bebas. Dasar dari eksistensialisme yang Beauvoir kembangkan adalah kebebasan. Kebebasan adalah natura yang melekat dalam diri manusia yang tidak hanya milik laki-laki tetapi juga perempuan. Selama ini perempuan tidak mengerti dan menyadari bahwa ia memiliki eksistensi yaitu kebebasan. Hal ini disebabkan karena budaya patriakat mencoba menciptakan mitos-mitos dan situasi pengalamiahan bahwa kodrat perempuan adalah pribadi kedua. Perempuan telah kehilangan kesadaran bahwa perempuan adalah pemilik kebebasan, maka kesadaran ini perlu dipulihkan. Perempuan harus memeluk kembali kebebasannya untuk menjadi subjek. Inilah yang menjadi tujuan mendasar pembebasan tubuh perempuan menurut Beauvoir. Baginya tanpa kebebasan perempuan akan tetap selamanya menjadi objek dan selalu ditindas.
Ketiga, kesadaran bahwa tubuh bukanlah benda, melainkan situasi. Tubuh perempuan bukan En-Soi yaitu Ada dalam dirinya sendiri. Kesadaran perempuan adalah Pour-soi, sehingga tubuh perempuan bukanlah realitas yang ajeg dan statis melainkan realitas yang dinamis. Objektivikasi muncul karena tubuh perempuan hanya dipadang sebagai benda dan realitas yang ajeg. “Perempuan bukanlah realitas yang ajeg, tetapi lebih merupakan suatu yang menjadi, dan dengan demikian harus didefinisi....” begitulah kata Beauvoir.
Humanisme Beauvoir adalah sebuah usaha pembebasan yang bertujuan mengembalikan kebebasan perempuan untuk menjadi subjek. Perempuan harus mengakhiri penindasan yang dialaminya dan perempuan sendiri yang harus memulai bukan laki-laki. Hanya dengan humanisme semacam inilah perempuan dapat bebas dari cengkeraman iklan.
E. Sketsa Akhir
Ditengah dunia yang multidimensi ini, iklan adalah sesuatu yang mustahil untuk kita tolak. Kehadiranya sebagai sebuah ideologi baru yang halus, mungkin hanya mampu kita bendung dengan sikap kritis. Kritis lebih-lebih akan situsi yang dialami perempuan. Penindasan tubuh perempuan memang tidak pernah selesai, namun kesadaran bahwa perempuan adalah subjek adalah satu-satunya cara untuk membongkar dehumanisasi iklan. Bagaimanpun derasnya iklan dalam keseharian kita, namun tatkala kesadaran bahwa perempuan adalah subjek masih ada, maka iklan tidak akan menjadi penindas tubuh perempuan. Humanisme yang Beauvoir tawarkan adalah pisau bedah yang mampu membangkitkan daya kritis yang dimiliki perempuan, untuk tetap mempertahankan kebebasannya. Menjadi subjek adalah mengalami kebebasan dan kebebasan adalah dasar humanisme itu berakar. Lantas apakah iklan dapat menjadi sahabat perempuan yang memberi pengaruh pada humanisme universal? Semoga!
Sumber bacaan
Arivia, Gadis, Feminisme Sebuah Kata Hati, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006
de Beauvoir, Simone, The Second Sex, H.M. Parshley (terj.), New York: Vintage Books Edition,1974.
Simone de Beauvoir (1908—1986), [The Internet Encyclopedia of Philosophy] (http//www.iep.utm.edu/beauvoir /htm.com.) diakses tgl 14 November 2009.
Kramadibrata Poli, Sumarwati, ”Simone de Beauvoir (1980-1986), “Tokoh Eksistensialis dan Feminis Prancis”, dalam Apsanti Djokosujanto (ed), Wanita Dalam Kesusastraan Prancis, Yogyakarta: Indonesiatera, 2003.
Valentinus, Iklan Sebagai Ideologi Baru, dalam Perspektif Teori Kritis Marcisuan. (Teks orasi ilmiah yang disampaikan dalam kuliah perdana STFT Widya Sasana tahun ajaran 2009/2010) Malang, 18 Agustus 2009.
http://emjaiz.wordpress.com/2009/09/04/sejarah-periklanan-di-dunia-di-indonesia/ di akses tgl, 20 Mei 2010.
http://enikkirei.multiply.com/journal/item/12/Jenis_Iklan_dan_Contohnya./ di akses tgl, 20 Mei 2010.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H