Mohon tunggu...
Achmad Zamzami
Achmad Zamzami Mohon Tunggu... -

Achmad Zamzami\r\nASISTEN AHLI BIDANG KELEMBAGAAN\r\nKomisi Penyiaran Indonesia Pusat\r\n08111231926

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Sudahkah Televisi Sesuai Harapan UUD '45

22 Mei 2017   16:09 Diperbarui: 22 Mei 2017   16:14 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Alenia ke 4 Pembukaan UUD’45 menyatakan "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."

Penjabaran kalimat “…….. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,……” ini telah dijabarkan kedalam berbagai produk undang-undang. Salah satunya adalah UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, yang diundangkan pada tanggal 28 Desember 2002. Dalam bab pertimbangan undang-undang yang menggantikan UU No. 24 tahun 1997 tentang Penyiaran ini, jelas disebutkan beberapa hal penting prinsip dalam UU penyiaran yakni pada butir :

b……”bahwa spektrum frekwensi radio merupakan sumber daya alam terbatas dan merupakan kekayaan nasional yang harus dijaga dan dilindungi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945:…”

c….” bahwa untuk menjaga integrasi nasional, kemajemukan masyarakat Indonesia dan terlaksananya otonomi daerah maka perlu dibentuk sistem penyiaran nasional yang menjamin terciptanya tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia…”

d….. “ bahwa lembaga penyiaran merupakan media komunikasi massa yang mempunyai peran penting dalam kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi, memiliki kebebasan dan tanggung jawab dalam menjalankan fungsinya, sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol dan perekat sosial.

e…… “ bahwa siaran yang dipancarkan dan diterima secara bersamaan, serentak dan bebas, memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan pendapat, sikap, perilaku khalayak, maka penyelenggara penyiaran wajib bertanggung jawab dalam menjaga nilai moral, tata susila, budaya, kepribadian dan kesatuan bangsa yang berlandaskan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab:…”

Penyiaran melalui media komunikasi massa elektronik dengan kelebihan dan keunggulannya yang dapat mengatasi ruang dan waktu dalam bentuk dengar atau audio dan pandang dengar atau audiovisual serta grafis dan teks harus mampu melaksanakan peranan aktif dalam upaya mewujudkan tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila. Oleh karena itu, bersama-sama media massa lainnya, penyiaran harus ditingkatkan kemampuannya melalui pembangunan yang diarahkan untuk semakin meningkatkan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam semua aspek kehidupan bangsa, sehingga semakin meningkatkan kesadaran rakyat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam rangka mewujudkan Wawasan Nusantara, memperkuat persamaan dan kesatuan bangsa, memperkukuh ketahanan nasional, dan memelihara stabilitas nasional yang mantap dan dinamis, sejalan dengan dinamika pembangunan dan kemajuan teknologi.

Pada masa sekarang, walaupun masyarakat Indonesia sudah merdeka dan lepas dari penjajahan fisik sejak tahun 1945 yang lalu, namun sebenarnya masyarakat kita tengah “berperang” menghadapi penjajahan model baru. Penjajahan ini muncul dengan wajah baru, sebuah model penjajahan yang muncul tidak dengan kekerasan seperti ketika Indonesia meghadapi Belanda atau Jepang dahulu.penjajahan yang tidak membuat masyarakat berada dalam suasana yang menakutkan dan mengerikan. Penjajahan yang mampu masuk sampai ruang privat dalam kehidupan kita semua, penjajahan yang justru hadir dilakukan oleh masyarakat kita sendiri untuk memanjakan masyarakat yang lain, penjajahan ini tidak lain dan tidak bukan adalah penjajahan televisi. Dengan demikian, masyarakat kita tengah menghadapi kolonoalisme dan imperialisme dalam bentuk baru, yakni kolonialisme dan imperialisme televisi (kolonialisai media televisi,2012:viii).

Secara umum sejak televisi mulai diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun 60-an, televisi telah menjadi penghuni tetap di berbagai rumah dan menjadi pusat kegiatan keluarga pada waktu senggang. Keadaan ini bertambah semarak dengan hadirnya televisi swasta, masyarakat Indonesia mempunyai beragam pilihan untuk memperoleh berbagai informasi tentang pendidikan, budaya dan beragam hiburan lain. Berbagai bentuk program dan siaran yang ditayangkan berbagai stasiun TV untuk khalayak seperti berita, drama, film, iklan, sinetron, hiburan, olah raga, dan berbagai jenis permainan lainnya. Terdapat juga program khusus untuk anak-anak, remaja, kaum wanita, dan program untuk tontonan semua lapisan masyarakat. Di samping itu, TV juga merupakan salah satu media komunikasi yang digunakan oleh berbagai pihak untuk menyampaikan pesan ataupun informasi.

Kemampuan untuk menjangkau ribuan, atau bahkan jutaan, orang merupakan ciri dari komunikasi massa (mass communication), yang dilakukan melalui media massa seperti televisi. Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai proses pengguna sebuah medium massa untuk mengirim pesan kepada audien yang luas untuk bertujuan memberi informasi, menghibur, atau membujuk.

Dalam banyak hal, proses komunikasi massa dan bentuk-bentuk komunikasi lainnya adalah sama. Seseorang membuat pesan, yang pada dasarnya adalah tindakan intrapersonal (dari dalam diri seseorang). Pesan ini kemudian dikodekan dalam kode umum, seperti bahasa. Kemudian ditransmisikan. Orang lain menerima pesan itu menguraikan dan menginternalisasikannya. Internalisasi pesan juga merupakan kegiatan intrapersonal.

Dalam hal lain komunikasi massa adalah bentuk yang berbeda. Menyusun pesan efektif untuk ribuan orang dengan latar belakang dan kepentingan yang berbeda-beda membutuhkan keahlian yang berbeda dengan sekedar bicara dengan teman. Menyusun pesan lebih kompleks karena ia harus menggunakan suatu sarana, misalnya percetakan, kamera atau perekam.

Peran media khususnya televisi dalam kehidupan sosial bukan hanya sarana pelepas ketegangan atau hiburan, tetapi isi dan informasi yang disajikan mempunyai peran yang signifikan dalam proses sosial (jurnal.bl.ac.id/wpcontent). Isi media massa (televisi) merupakan konsumsi otak bagi khalayaknya, sehingga sesuatu yang ada di televisi akan mempengaruhi realitas subjektif pelaku interaksi sosial. Gambaran tentang realitas yang dibentuk oleh isi televisi inilah yang mendasari respon dan sikap khalayak terhadap berbagai objek sosial. Informasi yang salah dari televisi akan memunculkan gambaran yang salah pula terhadap objek sosial itu. Sehingga televisi dituntut menyampaikan informasi secara akurat dan berkualitas.

Kualitas informasi inilah yang merupakan tuntutan etis dan moral penyajian. Standard kualitas informasi ini dipegang oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). KPI adalah Lembaga negara independen yang bebas dari intervensi modal maupun kepentingan kekuasaan dan untuk mempertegas pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik serta bagian dari wujud peran serta masyarakat dalam hal penyiaran, baik sebagai wadah aspirasi maupun mewakili kepentingan masyarakat (www.kpi.co.id). Hal ini menunjukkan bahwa KPI adalah lembaga  yang mengendalikan program acara siaran yang layak bagi masyarakat.

Tugas dan kewajian KPI, antara lain: menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia; ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran; ikut membangun iklim persaingan yang sehat antar lembaga penyiaran dan industri terkait; memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang: menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran; serta menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalisme di bidang penyiaran (www.kpi.go.id). Jadi, KPI adalah harapan satu-satunya suatu badan independen penyiaran tertinggi yang dapat me-manageprogram acara di televisi.

Akan tetapi kenyataan di lapangan, banyak tayangan televisi yang tidak menididik sehingga menyebabkan dampak negatif yang cukup besar. Di sinilah peran organisasi profesi sangat dibutuhkan. Organisasi profesi adalah himpunan orang-orang seprofesi yang bergerak di bidang penyiaran. Jadi, salah satu tugas organisasi profesi adalah ikut serta memanage informasi yang beredar di masyarakat agar tidak terjadi adanya informasi yang overload atau un educated. Televisi adalah gudang informasi yang sangat cepat diserap oleh masyarakat. Oleh karena itu, organisasi profesi sangat perlu memperhatikan informasi dan tayangan yang disajikan televisi agar dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya. Di sinilah peran organisasi profesi untuk memanage informasi dan program yang ada di televisi agar tidak kehilangan makna- meaningless.

Selama ini (KPIP dan KPID) bergerak sendiri  sehingga pekerjaan yang dihasilkan kurang maksimal. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih banyaknya tayangan televisi yang kurang atau bahkan tidak mendidik sama sekali. Peran organisasi profesi di sini sangat penting sebagai pendamping KPI untuk diajak bertukar pendapat tentang tayangan-tayanan televisi yang bermanfaat atau tidak bagi masyarakat. Misalnya dengan membuat program acara yang sarat dengan fungsi-fungsi edukasi, informasi dan inspirasi agar masyarakat senantiasa mendapat message-message yang positif, produktif, konstruktif dan inspiratif guna mencerdaskan kehidupan  bangsa.

Televisi sebagai media informasi mempunyai dampak negatif dan dampak positif bagi masyarakat. Dampak negatif yang disebabkan oleh program acara televisi lebih menonjol daripada dampak positifnya. Hal inilah yang menjadi permasalahan, sehingga dibutuhkan solusi yang tepat untuk mengurangi dampak negatif televisi. Permasalahan dan pencarian solusi yang tepat ini telah lama menjadi pemikiran dan perenungan penulis, khususnya setelah 6 tahun mendapat kepercayaan menjadi anggota Dewan Pers.

Di setiap kali mengadakan kegiatan di berbagai daerah, penulis selalu mendapat pertanyaan publik utamanya terkait program-program televisi yang tidak mendidik, cenderung memprovokasi, terlalu sering menampilkan adegan-adegan kekerasan dan tidak memberi contoh bagaimana seharusnya pemimpin atau anggota masyarakat berperilaku bijak dan inspiratif. Untuk itu perlu dilakukan langkah strategis yang memadai demi terciptanya cita-cita untuk  mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana yang dicita-citakan para founding fathers kita guna mencapai tujuan nasional, yang berlandaskan kepada 4 pilar (konsensus) dasar yakni : Pancasila, UUD NRI 1945, Bhineka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun