Mohon tunggu...
Achmad Zamzami
Achmad Zamzami Mohon Tunggu... -

Achmad Zamzami\r\nASISTEN AHLI BIDANG KELEMBAGAAN\r\nKomisi Penyiaran Indonesia Pusat\r\n08111231926

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Televisi Merupakan Urat Nadi Informasi

17 Mei 2017   15:43 Diperbarui: 17 Mei 2017   16:58 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sisi lain, posisi Komisi Penyiaran Indonesia justru dikebiri dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah 50/2005. Tugas KPI pun hanya mengawasi kontens saja dan tidak bisa memberi sanksi kepada media penyiaran yang melanggar UU Penyiaran.

Dalam urusan kewenangan pemberian izin frekuensi, KPI hanya sebagai pengusul (counsilor body) dan delivery man. Dalam urusan isi (contents) siaran, KPI didesain sebagai superbody dengan kekuasaan sebagai pengaturnya. Dalam keseluruhan otoritas KPI tersebut, urusan regulasi, eksekusi, dan pengenaan sanksi, adalah semata-mata sesuai petunjuk, dan di bawah kendali pemerintah. Berdasarkan desain tersebut di atas tersimpul bahwa bila wakil-wakil rakyat di DPR tidak memihak perjuangan pemberdayaan civil society, akhirnya KPI hanya akan menjadi kaki tangan pemerintah dengan tujuan strategis untuk memperlemah independensi, kebebasan, dan mematikan kreativitas pers penyiaran.[3]

d. Publik kurang kritis terhadap program televisi

Masyarakat Indonesia belum kritis, sehingga dibutuhkan Literasi Media atau pencerdasan informasi dari media, kepada masyarakat. Masyarakat Indonesia masih dalam tahap pecandu informasisehingga mudah dimainkan melalui opini yang dibuat media terutama televisi untuk kepentingan tertentu. Padahal, menurutnya di beberapa negara, literasi media sudah masuk ke dalam kurikulum pendidikan. Dengan literasi media, untuk tahap pemula siswa diajarkan membongkar informasi. Misalnya apa, siapa, dan mengapa informasi itu disampaikan. Sehingga masyarakat bisa lebih kritis dalam memandang berita yang disajikan media. Selama ini, yang terjadi adalah pesan yang terus-menerus/berulang-ulang disampaikan melalui media televisi-lah, yang merekonstruksi pendapat masyarakat. Kalau tayangan dianggap laris, maka akan terus disampaikan ke masyarakat. Misalnya, perseteruan antara Eyang Subur dan Adi Bing Slamet yang pernah terjadi.Tidak dipungkiri, persoalan rating akhirnya menjadi ” Berhala “ baru, yang menjadi acuan pengelola televisi.

Kesulitan pun bertambah, karena tidak mudah untuk memutus tali rantai kecanduan di tengah masyarakat, karena tayangan yang ditampilkan bentuknya menghibur.Untuk itu, masyarakat harus dibekali kecerdasan terhadap media. Mulai dari perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, instansi terkait seperti KPID maupun KPI Pusat. Kalau memungkinkan, dibuat dalam sebuah regulasi khusus. Saat ini, media televisi utama di Indonesia dikuasai oleh lima perusahaan. Kelima perusahaan tersebut antara lain adalah : MNC Grup selaku pemilik dari stasiun televisi RCTI, MNC, dan Global TV. Kemudian, Emtek Grup melalui penguasaan SCTV dan Indosiar. Viva yang menguasai stasiun televisi TV One dan ANTV, sementara itu Transcorp selaku pengelola Trans TV dan Trans7, serta Metro Grup yang menguasai stasiun televisi Metro TV.[4]

Jadi, semua terserah dari kita semua, bagaimana memaknai sebuah informasi

---------------------*******--------------------------------

[1] http://ambassadorrahayu. wordpress.com /2012/04/17/ ELF'island

[2]) http://agussudibyo.wordpress.com/2008/12/08

[3]) www.kompas.com/ opini/0211/12/10

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun