Mohon tunggu...
Karimatus Sahrozat
Karimatus Sahrozat Mohon Tunggu... Editor - Writer, Editor

Smile. It will bring you luck.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: My Sea

23 April 2022   20:10 Diperbarui: 26 April 2022   21:15 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Di tepi pantai. (sumber: pexels.)

Dalam cerpen "1:31 AM" (cerpen bisa diakses di sini) milikmu misalnya, kamu mencoba menjadi aku. Kamu mencoba menebak apa yang akan kukatakan kepadamu seandainya kamu berada dalam kesulitan sebagaimana yang kamu gambarkan di sana. 

Juga begitu dalam cerpen "Old Love"-mu (cerpen bisa diakses di sini). Di sana, kamu mencoba berperan sebagai mimpimu---yang sekaligus juga versi lama dari dirimu, yang sudah lama kamu buang, yang sudah lama tidak lagi kamu kenali, yang juga mulai kamu rindukan akhir-akhir ini. 

Tokoh "aku" yang kamu jadikan tokoh utama itu adalah mimpimu. Mimpi yang cuma bisa kamu kagumi tanpa pernah benar-benar kamu perjuangkan. Mimpi kita berdua sejak kecil. 

Sejak kita pertama kali diberi tahu kalau kita boleh dan bebas bermimpi. Waktu kamu menulis cerita itu, kamu benar-benar sedang mencoba ikhlas melepaskannya. Dan kamu merasa bersalah karenanya. Tentu saja. Memang tidak pernah mudah untuk melepaskan, bukan? 

Tapi aku mau kamu tahu sesuatu. Bahwa manusia berubah. Bahwa semesta berubah. Bahwa mimpi yang kita punya juga boleh berubah. Tak apa. Melepaskan tak lantas berarti kalah. 

Bahkan kalah pun tak jadi masalah. Toh kita hidup bukan buat berlomba. Lagipula, mungkin tanpa kamu sadari, kamu memang sudah menemukan mimpi baru yang lebih nyaman untuk kamu jadikan rumah. Tak apa. Lakukan saja apa yang kamu suka.

...

"Kesukaanku sederhana sekali," begitu katamu pada suatu waktu. 

Ingat? Sore hari kala itu di laut yang jaraknya sekitar 10 km dari rumah. 6 Januari 2021. Hari itu, kamu berteriak keras sekali dalam kepalamu: Kenapa mereka tak pernah paham? Inginku tak muluk-muluk. Kenapa mereka tak mau mendengarkan?!

Ah, kamu. 

Aku pun tak pernah minta yang muluk-muluk. Minta kamu buat mencintaiku pun, aku tak pernah bilang kamu harus mencintaiku apa adanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun