Sama seperti gue juga belum lama tahu kalau dia cuma punya satu film komedi favorit, satu film romantis favorit, dan satu film tragedi favorit yang selalu dia tonton lagi dan lagi lewat Netflix setiap kali dia sedang butuh ditemani. Ada kalanya gue kesulitan memahami dia.
"Eh, Di, tahu enggak? Mama sudah lama enggak pernah minta aku kencan buta lagi," kali ini dia bercerita sambil memutar lagu "Creep" yang dinyanyikan Karen Souza lewat playlist Spotifynya. Gue tahu, sudah lama ibunya tidak pernah lagi menyuruhnya pergi ke acara kencan buta.
"Kenapa memangnya? Mau kencan buta lagi? Paling juga cuma bahas Harry Potter lagi pas kencan buta nanti," gue jawab begitu, meledek. Dia melotot, tidak terima.
"Aneh saja, Di. Dulu waktu aku baru 25 tahun, Mama mau aku buru-buru menikah. Sekarang, Mama malah kelihatan santai dan enggak peduli aku punya pacar atau belum,"
"Mungkin Mama kamu sudah pasrah dan siap kalau anaknya jadi perawan tua," gue bercanda lagi.
"Ingat umur! Kamu lebih tua, Ardi! Harusnya aku panggil kamu Bapak, tahu!"
"Silakan, Ibu. Panggil saja saya Bapak,"
Dia menepuk pundak gue. Agak keras. Gue tertawa.
Selalu menyenangkan mengobrol dengan dia. Sudut pandangnya selalu terasa baru. Dan gue suka. Gue suka semua hal yang ada di kepalanya, yang dia utarakan dengan cara khasnya setiap kali bercerita. Gue suka punya teman seperti dia. Dan ada kalanya, bukan cuma sesekali, gue masih berharap bisa jadi teman kencannya.
...
Cerita sebelumnya tentang May dapat dibaca di sini.