Mohon tunggu...
Karimatus Sahrozat
Karimatus Sahrozat Mohon Tunggu... Editor - Writer, Editor

Smile. It will bring you luck.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dua Puluh Lima

4 Oktober 2020   14:06 Diperbarui: 10 Oktober 2020   14:56 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku membelikannya kopi dari vending machine dekat tempat duduk kami. Waktu kuberikan kopi itu kepadanya, dia malah menangis lagi. Katanya, dulu mantan pacarnya selalu memberinya kopi setiap ia sedih. Katanya, aku mengingatkannya pada mantan pacarnya itu.

Astaga, aku tidak pernah menyangka kalau aku akan bertemu dengannya malam itu.

Ingat kan, Wan? Malam itu kita jadi bertengkar gara-gara aku membuatmu menunggu tanpa kabar di kafe tempat kita janjian. Waktu itu kita masih muda ya, Wan. Kita masih sering ribut gara-gara hal kecil yang sering kali datang tanpa diduga. Tapi aku suka. Aku suka karena kita selalu punya bahan pembicaraan. Aku suka karena kita selalu bisa jatuh cinta lagi dan lagi setelahnya.

...

"Halo, kalau ada yang ingin dipesan lagi, silakan tekan saja di sini," seorang pelayan kafe menghampiri kami. Mungkin karena kami sudah duduk terlalu lama di sini dengan hanya memesan segelas jus mangga dan segelas kopi. Aku mengangguk, tersenyum.

Akhirnya kupesan lagi secangkir kopi demi basa-basi. Padahal kopi yang kupesan sebelumnya saja masih utuh belum kusentuh. Kamu kan tahu sendiri, Wan, aku tidak bisa minum kopi karena lambungku pasti akan bereaksi. Aku cuma suka aromanya yang tak tertandingi. Kamu pasti paham karena setiap kali kita bertemu, aku selalu memesan kopi. Lalu, kamu yang akan menghabiskannya di akhir pertemuan kita.

"Mau pesan makan, Nggi?" aku bertanya. Anggi menggeleng.

Mungkin sepuluh atau lima belas menit kemudian, kopi yang kupesan datang. Kucium aromanya yang mirip sekali dengan aroma parfum yang selalu kamu pakai.

Aku  menatap jalanan kota yang tampak jelas dari kafe lantai dua ini. Bagiku, selalu menyenangkan menatap mobil-mobil yang berjalan menjauh, motor-motor yang berebut saling mendahului, juga penyeberang jalan yang sering kelihatan ragu-ragu. Bagiku, tidak pernah membosankan menyaksikan detail-detail kecil seperti ini.

"May," Anggi memanggilku lagi dua puluh menit kemudian. "Pulang aja, yuk," dia melanjutkan.

Kami sudah hampir dua jam di kafe. Anggi masih diam. Aku menatapnya sekali lagi sebelum akhirnya menangguk. Kami pulang. Kutinggalkan dua cangkir kopi yang sudah kupesan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun