Mohon tunggu...
Teguh Suprayogi
Teguh Suprayogi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Terapis

La ilaha illallah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dikejar Empat Istri

15 Agustus 2020   19:01 Diperbarui: 15 Agustus 2020   19:01 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya istriku genap empat. Perjalanan panjang berumah tangga dengan empat wanita memang tidak mudah. Banyak tantangan, penuh cibiran dan juga dukungan. Itulah resiko perjuangan. Ngoahahaha ....

Butuh puluhan tahun untuk mendidik istri pertama dengan syariat ini. Sebelum akhirnya mau menerima yang kedua. Ningsih, istri pertamaku. Dari rahimnya lahir satu anak laki-laki yang baru saja masuk semester ketiga di salah satu kampus ternama di Jogja.

Setelah tujuh tahun lebih menunggu anak kedua, tampaknya Ningsih tak bisa memberikan lagi. Menurut dokter ada gangguan di indung telurnya. Entah apa istilah kedokterannya. Sebelumnya juga pernah keguguran, janinnya.

Pendekatan yang penuh kesabaran dibarengi kasih pemahaman dari sisi agama, akhirnya ijin untuk nikah lagi aku dapat. Tentu pakai syarat dan ketentuan. Ningsih meminta menikahi teman sekolahnya waktu SMP, Shinta namanya. Seorang janda tanpa anak, ditinggal mati suaminya saat bekerja jadi TKI di Korea.

Oke, no problem. Wajahnya cukup cantik, umurnya baru tiga puluh delapan. Tinggal di daerah Bantul. Satu syarat lagi dari Ningsih. Meminta dibuatkan kos-kosan ekslusif di dekat kampus-kampus swasta di daerah Jogja utara.

Nggak masalah, deposito dan tabunganku lebih dari cukup untuk membuat tiga kos ekslusif. Apalagi bisnis kerajinan perak yang aku dirikan sedang berkembang pesat. Banyak ekspor ke negara Cina dan Korea. Usaha yang dulu aku rintis bersama dengan Ningsih.

Tak banyak riak-riak antara Ningsih dan Shinta. Hubungannya cukup baik. Mungkin karena mereka sudah akrab sejak sekolah dulu. Dua anak perempuan saya dapat dari Shinta. Tak berani lebih. Umurnya sudah cukup rawan buat melahirkan.
Tak mengapa, aku bisa mengajukan lagi pada dua istriku untuk nikah ketiga kalinya.

Memakai jurus kasih sayang dan kasih uang. Akhirnya dapat lampu hijau dari mereka. Kali ini dapat perawan yang sudah cukup berumur. Hampir tiga puluh tiga tahun saat aku nikahi. Dikenalkan oleh rekan bisnis. Wanita berhijab lebar dan bercadar, namanya Habibah. Tinggal di Gunungkidul. Tepatnya daerah Playen.

Tentu harus merogoh kocek lebih dalam lagi. Ningsih meminta dibelikan kos-kosan mewah dekat UGM, untuk investasi katanya. Shinta minta dibuatkan salon lengkap dengan seisinya di tengah kota Jogja. Serta duit buat modal usaha sewa pakaian pengantin.

Oke, resiko punya beberapa istri memang begitu. Harus siap secara ekonomi. Alhamdulillah, semua bisa terpenuhi. Tentu, usaha juga harus dikembangkan. Biar sumber pendapatan makin banyak. Mulut yang dikasih makan makin banyak.

Terakhir aku investasi ke sebuah pondok pesantren salaf di Sleman. Bikin mini market, toko besi dan peternakan sapi. Persiapan juga buat cari yang keempat. Ngoahahaha. Bukan apa-apa. Sepertinya aku mulai memahami berbagai macam permasalahan rumah tangga dengan banyak istri.

Nggak susah-susah amat. Paling soal keadilan bagi istri-istri. Tapi semua bisa di komunikasikan. Sejak awal harus tahu komitmen sang istri juga. Cari yang sudah berpikir dewasa. Benar-benar niat ibadah. Takut kepada Allah.

Nggak sampai satu tahun, aku minta ijin lagi untuk nikah yang keempat kalinya. Rania, mahasiswi semester akhir di sebuah akademi perhotelan.
Tak banyak hambatan untuk yang keempat ini. Paling dari pihak keluarga Rania ada yang tak setuju. Tapi nggak masalah, yang penting walinya oke.

Lagi-lagi harus keluar duit banyak agar bisa menikahi Rania. Ningsih meminta dibuatkan lagi kos-kosan dekat UMY ring selatan Jogja. Shanti meminta dibelikan rumah di Bale Hinggil, Jalan Kaliurang. Habibah tak minta apa-apa, tapi aku belikan rumah dan kasih duit buat usaha di Gunungkidul. Nggak tega rasanya lainnya dapat milyaran, Mosok dia nggak dapat apa-apa.

Untuk Rania sudah saya belikan apartemen di tengah kota Jogja. Juga mobil BMW seri terakhir. Waktu lamaran bapaknya aku kasih cek 500 juta. Cukuplah petualanganku mendapatkan empat istri.

Tinggal mengajari mereka agar hidup rukun. Saling menghormati dan menyayangi. Termasuk kepada anak-anak. Bagaimanapun bapaknya sama. Kini saatnya memperbanyak ibadah. Mencintai mereka dengan sepenuh hati. Sudah cukup. Agar aku tak dikejar istri-istriku ....

"Mas ... Mas ... Mas ... jumatan  Mas, sudah jam setengah dua belas!"

"Hadeuuuh ... asyeem cuma ngimpi!"

*****

#TS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun