Nggak susah-susah amat. Paling soal keadilan bagi istri-istri. Tapi semua bisa di komunikasikan. Sejak awal harus tahu komitmen sang istri juga. Cari yang sudah berpikir dewasa. Benar-benar niat ibadah. Takut kepada Allah.
Nggak sampai satu tahun, aku minta ijin lagi untuk nikah yang keempat kalinya. Rania, mahasiswi semester akhir di sebuah akademi perhotelan.
Tak banyak hambatan untuk yang keempat ini. Paling dari pihak keluarga Rania ada yang tak setuju. Tapi nggak masalah, yang penting walinya oke.
Lagi-lagi harus keluar duit banyak agar bisa menikahi Rania. Ningsih meminta dibuatkan lagi kos-kosan dekat UMY ring selatan Jogja. Shanti meminta dibelikan rumah di Bale Hinggil, Jalan Kaliurang. Habibah tak minta apa-apa, tapi aku belikan rumah dan kasih duit buat usaha di Gunungkidul. Nggak tega rasanya lainnya dapat milyaran, Mosok dia nggak dapat apa-apa.
Untuk Rania sudah saya belikan apartemen di tengah kota Jogja. Juga mobil BMW seri terakhir. Waktu lamaran bapaknya aku kasih cek 500 juta. Cukuplah petualanganku mendapatkan empat istri.
Tinggal mengajari mereka agar hidup rukun. Saling menghormati dan menyayangi. Termasuk kepada anak-anak. Bagaimanapun bapaknya sama. Kini saatnya memperbanyak ibadah. Mencintai mereka dengan sepenuh hati. Sudah cukup. Agar aku tak dikejar istri-istriku ....
"Mas ... Mas ... Mas ... jumatan  Mas, sudah jam setengah dua belas!"
"Hadeuuuh ... asyeem cuma ngimpi!"
*****
#TS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H