Foto di atas ini adalah foto 10 tahun lalu, yaitu di tahun 2014. Dari kiri ke kanan adalah: Psikolog pernikahan dan rumah tangga Julianto Simanjuntak, Yunitha Fairani, penulis (Erri Subakti), dan Tuty Yosenda.
Nyata bahwa dengan menulis di Kompasiana juga membawa dampak tumbuhnya persahabatan di antara para penulisnya.
Julianto Simanjuntak yang rutin menuliskan artikel-artikel bertema pernikahan dan rumah tangga, akhirnya melahirkan buku-buku dengan topik sejenis. Berawal dari mengeluarkan isi kepala dan berbagi ilmu dan wawasan di Kompasiana, akhirnya melebarkan sayap psikolog ini untuk memberikan konseling ke berbagai daerah di Indonesia.
Kemudian Tuty Yosenda juga tak ketinggalan telah merilis buku berjudul "Demi Waktu" yang memiliki bobot filsafat kehidupan, namun dengan contoh-contoh nyata yang mudah dicerna pembaca.
Hal ini juga dikatakan oleh Yunitha Fairani.
"Saya suka tulisan kak Tuty Yosenda. Tulisannya bernafas kemanusiaan, spiritual tapi dibungkus dengan gaya bahasa yang manis, lugas dan lucu. Tema yang berat jadi terasa ringan," katanya.
Yunita Fairani, ibu rumah tangga yang telah tinggal di Jepang puluhan tahun, berawal dari berbagi cerita dan menulis di Kompasiana, akhirnya sudah melahirkan 2 buku, "Gado-gado dan Sushi", dan "Samurai Blasteran".
Buku Gado-gado dan Sushi yang diterbitkan oleh Gramedia, berisi mengenai pengalaman penulisnya dalam "tabrakan budaya sehari-hari" antara Jepang dan Indonesia di dalam kehidupan keluarganya. Itu sebabnya ia memberi judul "Gado-gado dan Sushi".
Sementara buku keduanya yang berjudul "Samuran Blasteran" yang juga diterbitkan oleh Gramedia, berisi mengenai kisah-kisah pengalamannya mendidik dan mendampingi puteranya yang blasteran Jepang dan Indonesia ini dalam masa sekolah di usia remaja. Bagaimana hubungan sekolah dengan orang tua murid dan perannya bagi putera, sekolah dan sesama ortu murid lainnya yang "Jepang tulen."
Saat penulis tanyakan kepada ibu yang memiliki 2 anak (putera dan puteri) ini, apa sih dampak menulis di Kompasiana, ia menjawab bahwa dampak menulis di Kompasiana sangat positif sekali.
"Jadi rajin nulis, karena ada response dari pembaca. Ada interaksi dengan pembaca dan penulis lainnya," katanya.
"Menulis di Kompasiana bisa menjadi portofolio kita untuk mengajukan tulisan ke penerbit. Waktu mengajukan buku pertama ke Gramedia, saya menyertakan tulisan yang ada di Kompasiana dan menunjukkan ke penerbit bahwa sudah punya pembaca tetap/setia. Itu punya nilai jual ke penerbit," jelasnya.
"Tulisan kita menjadi lebih matang karena posting secara berkala. Perbedaharaan kata, gaya bahasa dan struktur tulisan lebih beragam," ujar penulis yang kini tengah menyiapkan untuk buku ketiganya.
Menulis di Kompasiana sudah terbukti banyak berdampak bagi para penulisnya. Tak hanya memperkaya dunia literasi di Indonesia namun juga membangun persahabatan dan silaturahmi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H