Mungkin sering para pecinta dan penikmat novel ketika ada sebuah karya novel yang diangkat menjadi film, akan membandingkan bagusan mana film atau novelnya. Atau berhasilkah novel yang dijadikan film itu sama suksesnya dengan novelnya?
Gadis Kretek adalah novel yang terbit 11 tahunan lalu. Awal tahun ini booming lagi gegara dibuat serial di Netflix.
Saya sudah menikmati kedua sajian karya tersebut, novel dan serialnya. Dan sungguh surprise dengan sajian dalam bentuk audio visual, film seri di Netflix.
Karena saya juga pecinta novel, saya suka sekali menikmati diksi-diksi yang ditulis oleh Ratih Kumala, penulisnya. Namun saat menonton serialnya, saya takjub karena bisa saya katakan 90% ceritanya berbeda dari novelnya.
Apakah lebih buruk? Tidak.
Saya seperti menikmati sajian berbeda yang istimewa dari sebuah karya kreatif yang sama.
Kalau saya ibaratkan, saya sangat suka dengan mie ayam gerobak cokelat di depan komplek. I can't help it. Tapi saya juga menikmati sajian mie ayam yang sudah di-up grade rasa dan penyajiannya di atas meja resto mewah atau hotel bintang 5.
Ya seperti itu kira-kira. Novelnya sangat enak dinikmati dengan rasa yang khas dan melekat dalam memory yang sulit dilupakan. Sedangkan serial filmnya adalah sajian istimewa bentuk lain dari sumber kreativitas yang sama.
Salut untuk seluruh kru, pemain, sutradara, penulis skenario, yang juga Ratih Kumala terlibat sendiri untuk penulisannya. Mereka telah memberikan sajian istimewa yang tak sekedar mengangkat kisah dalam novel. Melainkan menjadi bentuk baru karya kreatif yang pas dengan jaman dan audiens internasional.
Tak ada cacat dalam serialnya. Perfect kalau saya nilai. Maka tak heran serial ini menjadi salah satu serial terbaik di Netflix.