Jisca terkikik saat menceritakan bagaimana seringnya mereka menghabiskan waktu dalam kemesraan juga pertengkaran. Hal itu karena Jisca masih meragukan segalanya, over thinking, menjauh dari Riton saat ngambek, namun Riton masih ada untuknya, meyakinkannya bahwa dia tidak akan menyerah.
Jisca akhirnya yakin, bahwa Riton adalah orang yang ia inginkan untuk menghabiskan sisa hidupnya.Â
Jisca merasa sangat bersyukur bahwa Riton tidak pernah memperlakukan dia seperti orang sakit, melainkan seperti seorang perempuan yang sehat.
Dia tahun Riton selalu ada untuk Jisca hingga suatu haris Riton sakit. Ternyata sakit di lambungnya sudah akut ditambah tifus. Dan karena komplikasi, Riton kesulitan bernapas. Saat di Rumah Sakit, Riton mendapat serangan jantung dan nafasnya berhenti berhembus.
Pukulan demi pukulan kehidupan seakan meremukkan Jisca sehancur-hancurnya berkeping-keping.
Air mata tumpah, hati remuk, mental seakan terbanting ke tanah.
Jisca tak ingin menyerah. Ia tetap bangkit, berdiri tegak, meski sakit dan menahan sakit, ia percaya, jika Tuhan masih memberikannya nyawa untuk terus hidup, artinya ia punya tugas di dunia.
Jisca mengajarkanku arti sebenarnya dari hidup. Sebuah pelajaran tentang bagaimana melihat hal baik di balik tragedi dan mengubahnya menjadi rasa syukur pada Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H