Mohon tunggu...
Erri Subakti
Erri Subakti Mohon Tunggu... Penulis - Analis Sosial Budaya

Socio Culture Analyst

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mewujudkan Janji Jokowi di Papua

10 April 2015   12:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:18 1518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mulanya rencana anggaran biaya pembangunan Pasar Mama-mama mencapai Rp 189 miliar, namun karena Pokja Papua bersama relawan-relawan arsitek/insinyur melakukan redesign, ternyata bisa menghemat biaya sebesar Rp 158 miliar, menjadi Rp 31 miliar (yang sebelumnya Rp 189 miliar).

[caption id="attachment_409138" align="aligncenter" width="490" caption="Design by Hadiprana"]

14286430141275981152
14286430141275981152
[/caption]

[caption id="attachment_409137" align="aligncenter" width="489" caption="design by Hadiprana"]

1428642977731983279
1428642977731983279
[/caption]

[caption id="attachment_409139" align="aligncenter" width="489" caption="Perspektif by Hadiprana"]

1428643061868253562
1428643061868253562
[/caption]

Ketua Pokja Papua, Judith Dipodiputro menekankan bahwa persoalan Papua itu bukan persoalan-persoalan yang harus diselesaikan dengan grand design, konsep yang besar-besar namun implementasinya tidak langsung berpengaruh pada peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat asli Papua. Saat ini saja orang asli Papua sudah menjadi minoritas di antara para pendatang. Dari 3.091.047 (data BPS) populasi penduduk Papua, orang asli Papua diketahui hanya 1 jutaan, dibanding para pendatang yang mencapai jumlah 2 juta orang.

"Buat saya konsep keadilan adalah jika seorang ibu memiliki anak 5, dan mempunyai satu kue maka kue tersebut dipotong menjadi 5 bagian," ujarnya. Begitu pula dengan pembangunan pasar. Maka pasar tersebut harus bisa untuk diberikan sama peruntukannya bagi masyarakat suku-suku asli Papua. Karena saat ini di Pasar Pharaa Sentani misalnya, diketahui bahwa hanya 38% saja mama-mama asli Papua yang berdagang di pasar, sementara 62% lainnya adalah para pendatang.

Bahkan dari segi permodalan pun terdapat ketimpangan antara para pendatang dengan mama-mama asli Papua. Suku-suku pendatang berdagang dengan modal awal berkisaran antara Rp 8.000.000 (delapan juta rupiah) sampai Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) per kios; sementara Mama-mama berdagang
dengan modal awal berkisar Rp 350.000 (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) sampai Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) per orang.

Diketahui bahwa dari sekitar 300-an pedagang suku asli, hanya 19 orang yang sudah memanfaatkan Bank, sedangkan lebih dari 50% suku pendatang yang berjumlah 900-an telah menggunakan bank sebagai sumber permodalannya.

[caption id="attachment_409141" align="aligncenter" width="508" caption="dok. pribadi"]

142864359359475738
142864359359475738
[/caption]

Meski pembangunan fisik pasar baru dimulai dengan pemancangan dan fondasi tapi program pemberdayaan masyarakatnya telah berjalan sejak Februari 2015 lalu, yaitu Rumah Anak Harapan (tempat anak-anak belajar sambil bermain) dan Rumah Keluarga Sehat (tempat pelayanan kesehatan). Kedua program tersebut saat ini berjalan belum didanai oleh pihak pemerintah, melainkan hanya dari bantuan sektor privat yang bekerja sama dengan Universitas Cendrawasih, di bawah Pusat Studi Kawasan Perdesaan.

[caption id="attachment_409142" align="aligncenter" width="454" caption="Rumah Anak Harapan Pasar Pharaa. dok. Pokja Papua"]

14286437991486911424
14286437991486911424
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun